pendidikan di sekolah arus utama yang lebih bersifat ajaran dan nasihat merupakan kritik terhadap proses monolog tersebut.
Penggunaan Daur Belajar dan riset di SALAM mempunyai potensi dan kemungkinan untuk digunakan sebagai alternatif terhadap proses belajar
monolog. Dengan belajar di luar sekolah seperti riset ke museum yang dilakukan oleh kelas lima, anak-anak bisa belajar banyak hal. Mereka tidak
hanya belajar benda-benda yang ada di museum tetapi mereka juga belajar mendengarkan dan menjalin komunikasi dengan orang-orang yang mereka
jumpai pada saat riset berlangsung baik itu orang-orang yang bekerja di museum maupun orang-orang yang berjualan di sekitar museum. Analisa hasil
riset pun kemudian didiskusikan secara bersama-sama di dalam kelas. Melalui pelaksanaan Daur Belajar dan riset tersebut, nampak bahwa SALAM sedang
berupaya untuk mengajak anak-anak membangun pengetahuan mereka akan Liyan di sekitarnya seturut pengalaman perjumpaan mereka masing-masing.
Berbagai kegiatan lain yang diselenggarakan oleh SALAM seperti pasar tradisional, home visit serta kunjungan dari komunitas-komunitas lain memang
bisa digunakan untuk memperkenalkan anak didiknya kepada berbagai relasi yang ada dalam masyarakat sekitarnya. Anak-anak tidak hanya mengenal relasi
dengan para fasilitator atau para orangtua tetapi juga bisa lebih mengenal jauh berbagai relasi dengan beragam orang-orang di masyarakat. Melalui usahanya
ini, SALAM telah menunjukkan bahwa SALAM memahami dirinya sebagai sebuah forum sosial di mana anak-anak dan orang dewasa bertemu dan bisa
saling berpartisipasi dalam proyek-proyek budaya, sosial, ekonomi dan juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
politik. SALAM berusaha selain menjadi institusi pendidikan tetapi juga mencoba menjadi sebuah komunitas yang memiliki solidaritas sosial, budaya
dan juga politis
C. Potensi yang tak Terolah Secara Optimal: Menyoal Komponen Pendidikan Etika Alternatif SALAM
Saya sudah mengulas pendapat saya bahwa pendidikan etika alternatif yang diajukan oleh SALAM sebenarnya mempunyai potensi atau kemungkinan
memberi ruang bagi perjumpaan dengan Liyan seperti yang diharapkan oleh Bauman. SALAM juga telah memahami dirinya tidak hanya sebagai sebuah
institusi pendidikan semata tetapi juga sebagai sebuah forum sosial. Namun, dalam uraian pada bab tiga kita juga telah melihat hasil pendidikan etika alternatif
yang diajukan oleh SALAM ternyata belum bisa seperti yang diinginkan oleh para pendiri dan pengurusnya. Relasi dan tanggung jawab dengan Liyan belum
tertanam kuat dalam diri semua anak SALAM. Oleh sebab itu, saya melangkah lebih jauh lagi untuk melihat keseluruhan komponen pendidikan etika alternatif
yang diajukan oleh SALAM dengan memakai empat komponen modelling, dialogue, practice, dan confirmation pendidikan kepedulian yang diajukan oleh
Nel Noddings. Dengan keempat komponen tersebut, saya berharap tidak hanya bisa mengulas soal keseluruhan komponen pengajaran tetapi juga problematika
yang ada dalam praktik pendidikan etika yang diajukan oleh SALAM. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Pemberian teladan Modeling
Pemberian teladan termasuk menjadi bagian penting dalam sebuah pendidikan etika. Dari perspektif Nel Noddings, guru harus bisa menunjukkan
kepada para murid apa itu yang dimaksud dengan peduli. Dalam konteks pendidikan etika yang diajukan oleh SALAM, kita kemudian membicarakan
tentang keteladanan para orang dewasa SALAM baik itu para fasilitator, para pengurus maupun orangtua dalam menunjukkan seperti apa yang dimaksud
dengan bertanggung jawab dan peduli kepada orang lain. Keteladanan dari orang dewasa SALAM menjadi penting karena pola pikir dan tindakan mereka
sangat berpengaruh dalam proses pembentukan pola pikir dan tindakan anak- anak.
Pertama, kita akan mengkaji terlebih dahulu soal keteladanan dari para fasilitator dan para pengurus SALAM. Dalam proses belajar-mengajar di kelas,
anak-anak lah yang menjadi Liyan bagi fasilitatornya. Jika fasilitator ingin mengajarkan anak-anak untuk peduli dan bertanggung jawab dengan orang
lain, maka fasilitator pun harus memberikan teladan dengan cara peduli dan bertanggung jawab pada anak-anak didiknya. Anak-anak bisa merasakan dan
menilai apakah fasilitator mereka mengajar dengan kepedulian dan tanggung jawab atau tidak.
Mbak Hepi, rekan fasilitator saya di kelas lima menunjukkan keteladanannya sebagai fasilitator yang tidak hanya mendampingi proses
belajar anak-anak tetapi juga berusaha untuk memahami kebutuhan mereka. Ia mendengarkan semua ide, pendapat dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh anak-anak. Baru setelah itu, ia merespon dengan memberikan tanggapan, pertanyaan maupun jawaban yang diakhiri dengan mengajak anak-anak untuk
membuat pemaknaan dari komunikasi yang mereka lakukan. Contoh nyata dari tindakan Mbak Hepi ini bisa kita lihat dalam proses penyusunan kesepakatan
kelas dan pelaksanaan riset ke Museum Sonobudoyo yang juga sudah saya uraikan pada bab tiga. Kesediaan Mbak Hepi untuk mendengarkan dan
menghargai anak-anak merupakan teladan bagi mereka untuk mau mendengarkan, menghargai dan memberi respon pendapat orang lain secara
bertanggung jawab. Mbak Hepi adalah salah satu contoh fasilitator yang mampu memberi
teladan baik bagi anak-anaknya. Namun berdasarkan sharing Mbak Hepi kepada saya dan juga dari pengalaman saya sendiri, memberikan teladan untuk
peduli dan bertanggung jawab kepada orang lain memang cukup sulit karena sebagai fasilitator kami harus memiliki pengetahuan mendalam tentang
karakter dan latar belakang masing-masing anak. Sementara itu, seperti yang sudah saya ungkapkan dalam deskripsi hasil penelitian, dokumentasi SALAM
tentang anak-anak sendiri tidak berjalan dengan terlalu baik karena adanya pergantian fasilitator dalam waktu yang relatif cepat. Dan masih ditambah lagi
dengan persoalan SALAM yang ingin membangun relasi dalam suasana cair tetapi rentan dengan sikap tidak bertanggung jawab semakin membuat
persoalan pemberian teladan ini menjadi lebih rumit. Kedua, kita akan mengkaji keteladanan orang dewasa lain yang tidak
kalah penting yaitu dari sisi orangtua murid SALAM. Keteladanan orangtua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
murid ini juga sangat penting karena anak-anak justru lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dibanding di SALAM yang waktu efektif
belajarnya hanya tiga jam sehari. Pengaruh orangtua juga sangat nampak sekali dalam menentukan pola pikir dan sikap anak-anak SALAM. Hal ini terlihat
dari anak-anak yang saya wawancarai sering menyebutkan “kata orangtuaku”. Berdasarkan sharing para fasilitator dan juga tanggapan anak-anak,
nampak bahwa tidak semua orangtua mendidik anak-anaknya sejalan dengan cita-cita SALAM. Seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya bahwa ada pula
anak yang memberi respon akan bersikap cuek jika bertemu dengan perempuan hamil di bis yang tidak mendapat tempat duduk. Anak tersebut memberi respon
demikian karena juga berangkat dari kata-kata orangtuanya. Privatisasi memang telah menyusup ke dalam relasi masyarakat kita dan orangtua
SALAM pun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari persoalan tersebut.
2. Dialog Dialogue
SALAM pun mengikuti konsep dialog yang diajukan oleh Paulo Friere seperti yang dilakukan oleh Nel Noddings. Dialog tersebut berusaha
direalisasikan tidak hanya dalam dinamika proses belajar mengajar maupun dalam kesepakatan kelas tetapi juga dalam komunikasi di antara para
fasilitator, pengurus, dan orangtua SALAM. Dalam proses belajar yang cair, fasilitator di SALAM berupaya
membangun dialog bersama anak-anak. Praktik mengajar kemudian sebisa mungkin tidak seperti memindahkan pengetahuan ke kepala anak-anak, tetapi