Dalam catatan kaki buku Zubaedi yang berjudul “Desain Pendidikan Karakter
: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan”, ia mengutip data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN tahun 2010.
Data BKKBN tersebut menyatakan bahwa 51 persen remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah yang juga diartikan bahwa dari 100 remaja, 51
sudah tidak perawan. Tingginya seks pranikah juga dikatakan terjadi di wilayah-wilayah Indonesia yang lain. Zubaedi juga menggunakan tinjauan
ESQ tentang tujuh krisis moral yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia, antara lain: krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak
berpikir jauh ke depan, krisis disiplin, krisis kebersamaan dan krisis keadilan.
10
Artikel lain dari Departemen Pendidikan juga menyinggung soal maraknya tindakan-
tindakan “menyimpang” yang banyak terjadi di
masyarakat. Perilaku masyarakat dinilai belum sejalan dengan karakter bangsa yang dijiwai oleh falsafah Pancasila. Oleh sebab itu, munculnya keinginan
pemerintah dan berbagai kalangan masyarakat untuk merevitalisasi peran Pancasila dalam membangun karakter bangsa.
11
Situasi krisis moral tersebut kemudian digunakan untuk menilai bahwa keseluruhan pendidikan agama dan moral yang diberikan di sekolah ternyata
tidak berdampak pada perubahan perilaku atau membentuk karakter manusia Indonesia sesuai yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan. Pendidikan moral
dan budi pekerti dinilai sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk
10
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta, Kencana, 2011, hlm. 1-2.
11
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, “Pendidikan Karakter untuk Membangun Bangsa” dalam Policy Brief, Edisi 4 Tahun 2011, hlm. 4.
menyikapi realitas kehidupan di masyarakat. Evaluasi soal pendidikan etika juga dinilai tidak jelas, baik itu evaluasi terhadap kebijakan pemerintah yang
dijadikan pedoman pelaksanaan pendidikan moral di sekolah maupun bentuk evalusi yang dipakai untuk mengukur moralitas seseorang dari proses
pendidikan yang telah diselenggarakan. Penilaian tentang terjadinya krisis moral serta tidak efektifnya praktik pendidikan moral kemudian dinyatakan
sebagai alasan untuk perlunya melakukan perubahan pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter.
2. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia
Dalam konsep pendidikan karakter, terdapat nilai-nilai yang digunakan sebagai standar dari karakter yang ingin diperkenalkan kepada para murid. Para
pakar pendidikan karakter menyatakan bahwa nilai-nilai tersebut ditentukan dari konsensus sekolah dan komunitas. Namun, beberapa orang atau lembaga
yang menyuarakan tentang pendidikan karakter sudah mengajukan beberapa daftar nilai yang bisa dipakai. Nel Noddings telah merangkum daftar nilai dari
beberapa pakar dan lembaga pendukung pendekatan pendidikan karakter di AS sebagai berikut:
12
Thomas Lickona 1991 emphasizes respect and responsibility, but he aslo discusses honesty, compassion, fairness, courage, self-discipline,
helpfulness, tolerance, cooperation, prudence, and democratic values. The program developed by the Heartwood Institute n.d. promotes
seven vitues: respect, loyality, honesty, love, justice, courage, and hope. William Bennett 1993 list compassion, responsibility, honesty,
friendship, work, courage, self-discipline, perseverance, loyality, and faith. The Character Education Partnership CEP lists eleven
12
Nel Noddings, op.cit., hlm. 3.
principles, the first of which holds that “there are widely shared, privotally important core ethiacal values-such as caring, honesty,
fairness, responsibility, and respect for self and other-that from the basis of good chara
cter”. Penjabaran pendidikan karakter di Indonesia pun mengikuti konsep
pendidikan karakter di AS. Dalam mendefinisikan tujuan pendidikan karakter, Kemdiknas mengutip pendapat dari David Elkind Freddy Sweet sebagai
berikut:
13
Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we
think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care
deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation
from within.
Pengertian dan tujuan pendidikan karakter seperti yang diuraikan oleh David Elkind Freddy Sweet tersebut sama dengan uraian Lickona, yaitu
bahwa tujuan pendidikan karakter adalah supaya anak-anak mampu untuk menentukan apa yang baik, mencintai apa itu yang baik dan melalukan apa
yang mereka anggap baik itu. Dan dalam pengunaan nilai sebagai standar, pendidikan karakter kita pun
memiliki 18 nilai yang ditetapkan sebagai standar. Penetapan nilai itu disebutkan bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan Pendidikan
Nasional. Adapun 18 nilai yang telah ditetapkan sebagai standar dalam pendidikan karakter lengkap dengan penjabarannya adalah sebagai berikut:
13
David Elkind Freddy Sweet, dalam Policy Brief, Edisi 4 Tahun 2011, hlm. 7.
Tabel 2.1: Nilai dan deskripsi nilai pendidikan karakter dan budaya bangsa
14
NO NILAI
DESKRIPSI 1.
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan
melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat
Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
14
Badan Penelitian dan Pengembangan, op.cit., hlm. 9-10