seharusnya bukanlah “ajaran” wejangan, nasihat, dsb dari seseorang melainkan mempelajari keadaan nyata atau pengalaman seseorangkelompok yang terlibat
dalam keadaan nyata tersebut. Dengan cara demikian, tidak ada otoritas pengetahuan seseorang yang lebih tinggi dari yang lainnya. Keabsahan
pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam kenyataan tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada retorika atau “kepintaran omongan”.
Menurut Pak Toto, pengajaran etika melalui mata pelajaran justru lebih mengarah pada pemberian ajaran tersebut. Relasi tidak akan terbentuk melalui cara seperti
itu. Berkaitan dengan pemberian pelajaran agama di sekolah, SALAM
mempunyai pandangan tersendiri. Menurut para pengurus SALAM, pengajaran agama bukanlah tugas sekolah melainkan keluargalah yang mempunyai tanggung
jawab pokok dalam membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Para pengurus SALAM berpendapat bahwa jika keyakinan
beragama diberikan dalam bentuk pelajaran khusus dan hapalan justru akan melahirkan panganut-penganut yang fanatik. Indoktrinasi berlebihan tentang surga
dan neraka kepada anak bisa memberikan dampak yang besar. Anak bisa saja justru tidak berani melakukan tindakan apapun karena sudah terlalu banyak
larangan yang diperkenalkan kepadanya. Pemberian dogma kepada anak-anak serta menyuapi mereka dengan
pengetahuan agama yang belum bisa mereka serap hanya akan membebani anak- anak. Pengurus SALAM melihat bahwa di sekolah-sekolah kebanyakan pelajaran
agama hanya menekankan pada dogma dan ritual agama serta tidak mengajak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anak untuk berpikir kritis. Belum lagi kecenderungan guru agama yang mengarah indoktrinasi dalam menyampaikan ajaran agama kepada anak muridnya. Karena
alasan-alasan tersebut, SALAM tidak memberlakukan pelajaran agama secara khusus. Namun hal ini tidak berarti SALAM adalah sekolah sekuler. Aspek religi
diperkenalkan melalui dinamika yang anak-anak alami sehari-harinya. Pak Toto berpandangan bahwa etika itu merupakan hasil dari seluruh
proses pergaulan dan proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Pendidikan etika melalui mata pelajaran termasuk pelajaran agama yang lebih
mengarah pada ajaran, wejangan dan nasehat justru tidak efektif dalam menumbuhkan etika anak. Kecenderungan dinamika sekolah mainstream saat ini
yang lebih menitikberatkan prestasi dan kompetisi juga akan berpengaruh penbentukan relasi baik anak dengan guru, teman, orangtua ataupun orang-orang
yang lain. Cara berpikir dan bertindak para murid dipengaruhi oleh keseluruhan dinamika yang berlangsung di sekolah. Oleh sebab itu, jika ingin membangun
sebuah pendidikan etika yang baik maka dasar filosofi, tujuan, dan metodenya harus seirama demi membangun manusia yang humanis.
D. Konsep Pendidikan Etika yang Diajukan oleh SALAM
Berangkat dari pandangannya terhadap realitas pendidikan etika arus utama di atas, maka pengurus SALAM kemudian berkeinginan untuk
mewujudkan sebuah pendidikan yang keseluruhan dinamikanya mulai dari kegiatan belajar-mengajar dan berbagai kegiatan lainnya berdiri atas tujuan dan
metode yang seirama yaitu ingin mengantar anak-anaknya menjadi manusia yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
humanis. Pendidikan etika yang diterapkan di SALAM kemudian tidak memisahkan antara pengajaran akademik dengan moral dan juga tidak
disampaikan melalui mata pelajaran seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan semacamnya. Di SALAM sendiri memang tidak
menggunakan pembagian materi yang diajarkan dalam rupa berbagai mata pelajaran seperti di sekolah lain pada umumnya. Oleh sebab itu, SALAM juga
tidak mempunyai jadwal pelajaran yang pasti untuk setiap harinya. Pendidikan etika di SALAM diberikan melalui keseluruhan dinamika yang
berlangsung di sana. Baik sistem pengelolaan sekolah, proses belajar-mengajar dan adanya berbagai kegiatan lainnya sengaja disusun untuk saling mendukung
pembentukan etika anak-anak. Hal ini berangkat dari pemaknaan Pak Toto bahwa pendidikan etika itu memang seharusnya diberikan melalui keseluruhan dinamika
yang berlangsung di sekolah seperti yang diungkapkannya sebagai berikut:
25
Karakter itu kan mestinya akibat dari seluruh proses pergaulan atau proses belajar mengajar yang ada di SALAM. Dari A sampai Z, dari
hari pertama sampai hari terakhir. Kalau tadi ngomong karakter itu lebih pada sikap. Saya kira ya tidak
bisa kalau hanya dipelajari tetapi juga harus dilakukan juga di sini. Umpamanya eee kenapa anak disuruh bekerja bersama, kenapa di
SALAM tidak ada sistem kompetisi. Nah itu kan bagian yang... yang... kalau umpamanya di SALAM ini yang dikedepankan adalah kompetisi,
anak itu pasti karakternya akan terpengaruh oleh itu. Jadi karakter ini saya kira bukan mata pelajaran menurut saya. Ini sebetulnya satu pola
kehidupan yang coba dibangun bersama di sini. Termasuk bagaimana hubungan orangtua dengan orangtua, orangtua dengan guru dan
sebagainya. Saya kira itu akan membangun karakter itu sendiri terhadap semua orang. Sama seperti kenapa mereka belajar berhitung belajar
membaca atau belajar apapun harus dari fakta ya dari realita. Supaya apa? supaya mereka kelak tidak akan bicara sesuatu yang tidak ia tahu.
Sesuatu yang ngak ada. Harus ada faktanya, harus ada datanya. Saya kira itu, itu kan bagian..bagian dari membangun karakter.
25
Wawancara dengan Pak Toto tanggal 14 Januari 2015
Sama juga kenapa anak harus.. selesai makan harus mencuci piringnya sendiri. Itu kan sumbangan aja sebetulnya. Atau kalau makan bareng
itu, coba kalau dia ambil lauknya banyak, anak yang terakhir bisa ngak kebagian lauk kan. Dan jangan lupa bahwa kemiskinan itu terjadi juga
karena ada yang serakah. Kita itu mau menyadarkan bahwa kamu itu jangan serakah. Jangan ngambil bagian temanmu. Nah, sekali lagi
karakter itu sebetulnya akibat... akibat dari seluruh tidak hanya di pelajaran yang dipelajari aja tetapi dari seluruh proses.
Serangkaian proses belajar dan kegiatan-kegiatan yang berlangsung di SALAM seperti Kesepakatan Kelas, Pasar Tradisional, Piket Harian, Bank
Sampah dan Home Visit sengaja diadakan sebagai upaya menghadirkan realita di hadapan anak-anak didiknya dan sekaligus sebagai kesempatan bagi anak-anak
didiknya untuk mempraktikkan serangkaian tanggung jawab yang diperkenalkan oleh SALAM. Cara tersebut diambil karena berangkat dari kegelisahan akan
pendidikan etika yang lebih bersifat ajaran, wejangan dan nasehat-nasehat yang jauh dari bayangan anak-anak seperti yang diungkapkan oleh Pak Toto sebagai
berikut:
26
Saya kira itu bagian karena bahwa eee tadi upaya-upaya menghasilkan realita itu melalui apa ya Bank Sampah dan sebagainya. Itu kan susah
ya, kalau selama ini kan kita sering menghadapi bahwa yang namanya pendidikan itu diterjemahkan sebagai nasihat.
SALAM juga mempunyai motto “jaga diri, jaga teman, jaga lingkungan” sebagai nilai-nilai dasar yang ingin ditanamkan pada anak-anaknya. Motto
tersebut dibuat berangkat dari pemaknaan SALAM soal apa itu kebebasan. Kebebasan yang ingin diperkenalkan kepada anak bukanlah kebebasan di mana
yang penting anak senang tetapi kebebebasan yang mengarah pada menanamkan tanggung jawab anak baik terhadap dirinya, orang lain maupun lingkungannya.
26
Wawancara dengan Pak Toto tanggal 14 Januari 2015