Bank Sampah Home Visit

f. Kegiatan Lainnya

SALAM masih memiliki cukup banyak kegiatan lain yang bersifat fleksibel. Misalnya, selain menggunakan riset sebagai sumber belajar, anak-anak SALAM juga sering mengusulkan untuk melakukan petualangan. Petualangan ini memang dipakai sebagai cara agar anak bisa lebih mengenal aneka macam unsur dan bagian-bagian dari alam sekitarnya sekaligus menikmati proses petualangan itu sendiri. Ada pula kegiatan Morning Reading, yaitu anak-anak dan fasilitator membaca entah buku, majalah atau sumber lain kemudian mendiskusikannya bersama. Selain itu, di SALAM juga sering ada kunjungan dari komunitas- komunitas lain yang selain datang untuk melakukan studi banding juga berbagi pengalaman dan informasi kepada anak-anak SALAM. Dari perjumpangan dengan orang-orang dan komunitas lain itu, SALAM berharap anak-anak bisa belajar banyak, tidak hanya sekedar mendapatkan informasi tetapi juga belajar menjalin relasi dengan orang lain dari beragam komunitas.

F. Hasil dari Pendidikan Etika Alternatif yang Diajukan oleh SALAM

SALAM telah menyusun keseluruhan dinamika belajar dan menyediakan berbagai kegiatan dengan harapan bisa membentuk kepribadian anak yang humanis dan bertanggung jawab baik pada dirinya sendiri, teman, serta lingkungannya. Dengan demikian, ukuran keberhasilan SALAM dikembalikan kepada tujuan tersebut. Inilah saatnya kita melihat hasil dari proses pendidikan yang sudah diupayakan oleh SALAM. Saya berkenalan pertama kali dengan anak-anak SALAM pada observasi pertama yang saya lakukan pada hari Senin, 24 maret 2014. Pada waktu itu saya masuk ke kelas empat yang kemudian pada tahun ajaran baru saya dampingi bersama Mbak Hepi. Anak-anak tersebut bersikap baik dan terbuka kepada saya dan seorang teman dari kampus lain yang juga ingin mengadakan penelitian di SALAM. Mereka mendengarkan perkenalan diri dari kami kemudian menanyakan soal jurusan apa yang kami ambil dan apa saja yang kami pelajari selama ini. Perkenalan dengan anak-anak SALAM semakin berlanjut ketika saya ikut menjadi fasilitator di SALAM dari bulan Juli sampai Desember 2014. Selama enam bulan di SALAM, saya banyak bersentuhan dengan anak-anak kelas lima dan kelas enam yang mayoritas sudah lama bersekolah di SALAM bahkan ada yang sudah sejak dari TA. Segala kebiasaan dan dinamika SALAM seharusnya sudah melekat pada diri anak-anak yang sudah lama bersekolah di SALAM tersebut. Anak-anak SALAM cukup kritis dalam menanggapi cerita-cerita dari fasilitator maupun cerita teman-temannya. Hal ini nampak misalnya saat Imung yang merupakan anak pindahan dari sekolah berbasis agama menceritakan pengalamannya tentang cara sekolahnya dulu mengajarkan kedisiplinan kepada para muridnya. Berikut adalah cerita Imung: 33 Ya kalau sekolahku dulu itu berangkat jam 7.15 sudah harus sampai di sekolah. Kalau misalnya pas upacara telat, itu nanti buat barisan sendiri. 33 Wawancara dengan Imung tanggal 17 Februari 2015 Terus nanti untuk kelas 1 ngumpulin sampah 10, sampai kelas enam itu 60. Itu tergantung kelasnya. Padahal itu sudah bersih ngak ada sampah, jadi susah kan nyarinya. Cerita Imung itu ditanggapi oleh teman-temannya dengan pertanyaan- pertanyaan seperti kenapa disuruh ngumpulin sampah kalau sekolahannya sudah bersih dan kalau tujuannya untuk membersihkan lingkungan kenapa tidak semua anak disuruh dan seterusnya. Anak-anak SALAM memang banyak mengajukan pertanyaan dan tanggapan yang kadang tidak terpikirkan sebelumnya oleh para fasilitator. Berkaitan dengan pembentukan karakter melalui berbagai kegiatan yang sengaja diadakan oleh SALAM, Satiti anak kelas enam menyampaikan pendapatnya sebagai berikut: 34 Ya kan itu, misalnya suruh buang sampah itu, terus suruh ngantri. Terus misalnya ngak sopan sama orang aja kita dibilangin bukan malah mulutnya disamplak atau gimana. Anak kecil itu lebih seneng digituin daripada dihukum. Kalau dihukum dia malah tambah ngeyel. Pendapat Satiti tersebut kemudian ditambahi oleh Lange yang juga murid kelas enam sebagai berikut: 35 Kita modelnya kesepakatan sama konsekuensi. Ini bukannya hukuman, tapi apa yang kita perbuat itu adalah tanggung jawab kita. Waktu saya menanyakan lebih lanjut apakah mereka juga mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan tersebut di rumah masing-masing, anak-anak tersebut mengatakan mereka juga melakukannya di rumah tetapi memang masih bolong- bolong, belum konsisten. Keberadaan pembantu rumah tangga atau orangtua yang tidak mengingatkan mereka kadang membuat anak-anak tersebut tidak 34 Wawancara dengan Satiti tanggal 17 Februari 2015 35 Wawancara dengan Lange tanggal 17 Februari 2015