Pengantar SANGGAR ANAK ALAM SALAM: SEKOLAH BIASA SAJA

bertanggungjawab kepadanya? Oleh sebab itu, Bauman juga sudah menyinggung tentang peranan pendidikan sepanjang hayat lifelong education sebagai jalan untuk memunculkan berbagai kemungkinan pilihan yang bisa diambil dalam keputusan moral yang lebih berpihak pada Liyan yang partikular. Berdasarkan uraian yang telah diberikan oleh Bauman tersebut, kini saatnya kita mengkaji lebih jauh pendidikan etika berbasis pengalaman yang diajukan oleh SALAM kaitannya dengan pembentukan relasi dan tanggung jawab kepada Liyan. Sejauh mana pendidikan etika berbasis pengalaman bisa menjadi jalan anak-anak SALAM tahu akan Liyan dan kemudian bertanggung jawab kepadanya. Adapun Liyan yang dimaksud dalam pembahasan ini, bisa dipahami dalam dua sosok. Sosok Liyan yang pertama adalah anak-anak SALAM sendiri dari sudut pandang fasilitator dan sosok Liyan yang kedua adalah orang-orang yang dijumpai oleh anak-anak SALAM di lingkungan sekitarnya. Saya memahami Liyan dalam rupa dua sosok tersebut sebagai sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena perlakuan SALAM kepada dua sosok Liyan baik itu anak-anak sendiri maupun orang lain di sekitarnya akan sama-sama mempengaruhi perkembangan pemaknaan si anak soal tanggung jawabnya kepada orang lain. Lebih jauh soal perlakuan SALAM kepada dua sosok Liyan melalui pendidikan etika berbasis pengalaman yang diajukannya akan saya uraikan pada dua sub bab berikut ini:

1. Anak-anak sebagai Liyan di Mata Fasilitator

Ketika sosok Liyan yang dimaksud adalah anak-anak SALAM sendiri dari sudut pandang fasilitator, menurut saya pendidikan etika berbasis pengalaman yang diajukan oleh SALAM sebenarnya mempunyai potensi di mana suara anak-anak dan kebutuhan mereka masing-masing bisa lebih didengarkan dan ditangkap oleh fasilitator. Kesediaan para fasilitator untuk mendengarkan pertanyaan-pertanyaan, ide dan pendapat dari anak-anak merupakan sebuah usaha mendengarkan dan menghargai suara Liyan. Dengan mendengarkan anak-anak, fasilitator telah bersikap terbuka dengan mereka dan mengenali mereka sebagai pribadi yang unik dan beragam. Usaha fasilitator untuk mendengarkan anak-anak dari posisi dan pengalaman mereka masing- masing menandakan kalau anak-anak Liyan itu tidak diperlakukan secara seragam. Perlakuan para fasilitator SALAM kepada anak-anaknya tersebut tidak dapat dipisahkan dari cara SALAM mendefinisikan siapa itu anak-anak Liyan. SALAM yang mengikuti pendapat Romo Mangun dalam mendefinisikan anak sebagai mahaguru bagi dirinya mempunyai asumsi bahwa dalam diri anak sudah ada bibit-bibit keingintahuan yang akan membawanya pada proses belajar sepanjang hayat. Anak-anak akan melalui proses tumbuh dan berkembang secara alamiah. Jadi yang dibutuhkan adalah lahan yang baik untuk mendukung proses tersebut. Dari asumsi SALAM tersebut, kita bisa melihat bahwa SALAM memandang anak sebagai pribadi yang kaya akan rasa keingintahuan. Anak