Sosok Dibalik Berdiri dan Berlangsungnya Proses Pendidikan di SALAM

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Sosok Bu Wahya, pendiri SALAM Sosok Pak Toto, pendiri SALAM Sumber: http:citralekha.comsalam2 Sumber:https:www.caknun.comauthortoto-rahardjo SALAM yang saat ini dikenal berada di Nitiprayan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari kisah perjuangan Bu Wahya di desa Lawen. Lawen yang terletak di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah merupakan kampung kelahiran Pak Toto. Setelah menikah dengan Pak Toto, Bu Wahya memutuskan untuk tinggal bersama mertuanya yang merupakan Kepala Desa Lawen. Pak Toto sendiri justru pergi ke NTT karena terlibat dalam sebuah program pengorganisasian masyarakat di sana. Di Lawen, Bu Wahya bertemu dengan kondisi masyarakat yang menurutnya ironis. Lawen merupakan desa terpencil dengan ketinggian 1000 mdpl. 3 Lahan Lawen sangat subur tetapi masyarakatnya justru miskin. Sumber daya di Lawen melimpah ruah tetapi orang-orang justru lebih memilih menjadi pekerja kasar di kota. Untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana situasi dan kondisi masyarakat Lawen, Bu Wahya kemudian keliling kampung untuk melakukan riset kecil. Hasil dari riset menunjukkan bahwa ada tiga sekolah di desa tersebut dengan persoalan yang serupa. Jumlah anak di kelas satu cukup 3 Ibid, hlm. 55. banyak yaitu bisa mencapai 50 anak, namun begitu di kelas enam jumlahnya berkurang sangat banyak. Ada yang tinggal tujuh atau sembilan anak, paling banyak adalah 15 anak di kelas enam. Selain itu di Lawen banyak terjadi penikahan dini sehingga yang terjadi adalah anak mengasuh anak. Dari realita tersebut, Bu Wahya kemudian menggunakan rumahnya untuk mengumpulkan anak-anak desa Lawen. Bu Wahya melakukan pendampingan belajar baik bagi anak-anak yang masih sekolah ataupun anak yang putus sekolah. Kegiatan Bu Wahya ini ternyata menarik keinginan anak- anak untuk datang dan akhirnya Bu Wahya sampai kewalahan untuk mengajar sendiri. Lalu ibu-ibu PKK pun kemudian memberikan bantuan dengan ikut memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak desa Lawen. SALAM Lawen secara perlahan mulai berdiri hingga kemudian diresmikan pada tanggal 17 Oktober 1988. Nama Sanggar Anak Alam sendiri merupakan nama yang berasal dari usulan anak-anak. Pada awalnya, anak-anak mengusulkan nama Anak Alam untuk menyebut kelompok belajar mereka. Bu Wahya kemudian mengusulkan untuk menambahkan kata Sanggar di depannya. Usul Bu Wahya tersebut disetujui dan akhirnya Sanggar Anak Alam SALAM menjadi nama komunitas mereka. Aktivitas yang dilakukan oleh SALAM Lawen adalah penyelenggaraan pendidikan anak pra sekolah, bimbingan belajar, pertanian organik, peternakan, pertukangan dan seni budaya. Kegiatan SALAM Lawen berlangsung baik selama tujuh tahun hingga menjadi berhenti karena ditinggal oleh pendirinya, Bu Wahya yang memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta. Pekerjaan Pak Toto yang berpindah- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pindah tempat tugas dan hanya bisa mengunjungi keluarganya sebulan atau dua bulan sekali membuat Bu Wahya dan Pak Toto akhirnya memutuskan untuk menetap di Yogyakarta. SALAM Lawen kemudian bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. SALAM rupanya belum mengakar kuat di masyarakat Lawen dan masih bertopang pada kepemimpinan Bu Wahya sehingga ketika Bu Wahya pergi, SALAM Lawen pun menjadi mandeg. SALAM kembali berdiri di tempat Bu Wahya berada yaitu di kampung Nitiprayan, Kasihan, Bantul yang dikenal hingga saat ini. Dulu Bu Wahya sempat menjadi ketua RT di kampung Nitiprayan. Setiap rapat RT, Bu Wahya meminta kehadiran setiap perwakilan keluarga tidak hanya bapak-bapak saja tetapi juga ibu-ibu untuk menggali lebih jauh mengenai pergumulan yang ada di RT mereka. Permasalahan yang dijumpai waktu itu adalah soal banyaknya warga yang memperoleh modal usaha dengan meminjam uang dari renternir. Melalui rapat, warga kemudian sepakat untuk mendirikan koperasi bersama yang kemudian dinamakan koperasi Asti Nastiti dengan anggota awal sebanyak 150 orang. Seiring berhasilnya program koperasi dan adanya keanggotan yang rangkap maka jumlah keanggotan koperasi diperamping khusus untuk orangtua SALAM saja. Ide pendirian SALAM kembali tidak muncul secara tiba-tiba. Sebuah Lembaga Sosial Masyarakat LSM mengadakan pelatihan kepada sekitar 100 ibu tentang bagaimana mengurus anak. Melalui pelatihan tersebut kemudian ada ide dan diskusi untuk membangun pendidikan anak untuk usia dini. Setelah melaui proses diskusi dan persiapan, lalu muncullah Kelompok Bermain KB PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SALAM pada tahun 2004 yang kegiatannya berlangsung di rumah Bu Wahya sendiri. Seiring berjalannya proses pendidikan di KB, orangtua ternyata menunjukkan ketertarikan mereka. Bu Wahya sering mengadakan pertemuan dengan para orangtua membahas tentang persoalan pendidikan. Para orangtua kemudian mengajukan ide untuk didirikannya jenjang pendidikan lanjutan yang mempunyai ide dasar seperti KB SALAM. Maka SALAM pun kemudian meresmikan Taman Anak TA pada tahun 2006. Dinamika SALAM pun terus berlanjut. Setelah KB dan TA didirikan, kemudian orangtua kembali berinisiatif untuk didirikannya jenjang lanjutan yaitu Sekolah Dasar SD SALAM. Para orangtua menyatakan keinginannya akan tempat belajar tingkat lanjut yang sejalan dengan misi SALAM yang sudah diperkenalkan kepada para anaknya selama di KB dan TA. Maka pada tahun 2008, SALAM membuka jenjang SD dengan murid pertamanya berasal dari TA SALAM dan ditambah beberapa anak dari luar SALAM. Dan pada tahun 2012, SALAM kembali membuka jenjang Sekolah Menengah Pertama SMP untuk angkatan pertama. Dengan demikian hingga saat ini SALAM memiliki jenjang pendidikan dari KB, TA, SD dan SMP. Bu Wahya dan Pak Toto merupakan dua sosok utama yang bagi keberadaan SALAM. Bu Wahya lebih berfokus pada soal operasional penyelenggaraan pendidikan SALAM, sementara Pak Toto lebih berfokus pada tataran konsep bagaimana penyelenggaraan pendidikan SALAM harus dijalankan. Tentu operasional penyelenggaraan pendidikan tidak bisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dijalankan oleh Bu Wahya sendiri. Ada pengurus SALAM yang lain, fasilitator dan forum orangtua yang ikut mendukung berlangsungnya dinamika di SALAM. Yudhistira Aridayan atau yang akrab disapa Mas Yudhis oleh anak- anak SALAM adalah ketua Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM SALAM. Anak-anak SALAM memang tidak harus memanggil para fasilitator dengan sebutan pak atau bu tetapi juga dengan mas atau mbak dan panggilan akrab lainnya. Mas Yudhis bergabung dengan SALAM sejak tahun 2008 yaitu sejak ia lulus dari kuliahnya di jurusan filsafat. Sejak dulu ia sudah aktif di kegiatan pemuda baik di kampungnya maupun di gereja. Keputusannya berada di dunia pendidikan merupakan sebuah pergulatan dan proses yang panjang bagi Mas Yudhis. Selain di SALAM, ia bekerja sama dengan temannya juga mempunyai tempat penitipan anak yang bernama Domba Ceria. Sebagai ketua PKBM, Mas Yudhislah yang mengawal berjalannya proses pendidikan di SALAM. Selain Mas Yudhis, SALAM juga mempunyai cukup banyak fasilitator. Ada fasilitator yang sudah cukup lama bergabung dengan SALAM dan ada pula yang hanya menjadi volunter di SALAM untuk waktu yang relatif singkat. Ada fasilitator yang mempunyai latar belakang kuliah dari jurusan kependidikan namun cukup banyak juga yang berasal dari jurusan lain, misalnya Bu Erwin dari jurusan pertanian, Mas Timo dari jurusan psikologi, Mbak Hepi dari jurusan sejarah, Mbak Nurul dari jurusan ahli gizi dan seterusnya. Beberapa orangtua murid juga menjadi fasilitator di SALAM. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Jumlah fasilitator muda cukup banyak, baik yang baru lulus kuliah maupun yang ikut bergabung sembari mengerjakan penelitian tugas akhirnya. Selain menjadi fasilitator, banyak pula dari mereka yang kemudian ikut berperan menjadi pengurus keanggotaan SALAM. Susunan keanggotaan SALAM dapat kita lihat pada bagan 3.1 berikut ini: Bagan 3.1 Susunan keanggotaan SALAM Sumber: Data dari pengurus SALAM Untuk mendukung dinamika pendidikannya, SALAM juga membutuhkan dana baik untuk membiayai gaji fasilitator, kebutuhan sarana dan prasarana belajar serta kebutuhan-kebutuhan lainnya. Bu Wahya menyatakan bahwa SALAM berupaya membiayai dirinya sendiri dan tidak meminta dana bantuan dari pemerintah. SALAM mempunyai usaha sendiri yaitu dengan menjual produk-produk berbahan alami seperti sabun herbal, minuman herbal, beras organik dan seterusnya. Selain itu, ada pula uang SPP yang harusnya dibayar setiap bulan oleh para orang tua murid. Jumlah nominalnya tidak sama, tergantung kesepakatan pada awal masuk di SALAM. Pada waktu saya masih menjadi relawan di sana, rata-rata uang SPP untuk SD sebesar 200 ribu rupiah. Uang SPP itu selain untuk membayar operasional proses belajar juga untuk biaya snack dan makan siang anak-anak. SALAM juga sangat terbuka bagi siapapun yang ingin ikut terlibat mendukung kegiatan di SALAM dalam sebuah wadah yang diberi nama Kerabat SALAM. Kerabat SALAM adalah sebuah wadah atau komunitas yang beranggotakan orang-orang yang dengan sukarela bersedia mendukung kegiatan SALAM. 4 Dukungan yang diberikan selain dalam wujud ikut menjadi tenaga fasilitator juga bisa dengan sumbangan pemikiran untuk perkembangan SALAM dan sumbangan berbentuk dana, buku-buku atau alat penunjang proses belajar lainnya. Keanggotaan Kerabat SALAM bersifat sukarela, tidak mengikat dan tidak harus berdomisili di Yogyakarta. 5 Selain dukungan dari Kerabat SALAM, orangtua pun ikut berpartisipasi dalam mendukung dinamika SALAM. Oleh sebab itu, kerjasama SALAM dengan orangtua murid diwadahi dalam Forum Orangtua SALAM FORSALAM. Kerjasama antara SALAM dan orangtua sudah dirintis sejak tahun 2004 yaitu ketika SALAM mulai menyelenggarakan jenjang pendidikan KB. Adanya forum orangtua berangkat dari kesadaran bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak hanya tanggung jawab sekolah tempat putra-putrinya belajar 4 Ibid, hlm. 167. 5 Ibid, hlm. 168. namun merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, orangtua, masyarakat dan juga negara. Forum Orangtua SALAM mendukung dinamika SALAM melalui ikut terlibat dalam membantu fasilitator dalam proses belajar dan juga melalui diselenggarakannya kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan empat bidang fokus perhatian SALAM pangan, kesehatan, lingkungan dan sosial budaya. Forum Orangtua SALAM lah yang menyelenggarakan Pasar Sehat dan Kreatif bekerja sama dengan Kerabat SALAM. Pasar tersebut diadakan untuk menggalang dana sekaligus mengkampanyekan makanan sehat dari bahan lokal serta mewadahi hasil kreasi dari para Kerabat SALAM. Mayoritas anggota Forum Orangtua SALAM adalah para seniman atau anggota komunitas yang pikirannya terbuka soal dunia pendidikan dan memiliki kegelisahan yang serupa dengan SALAM. Perpindahan SALAM dari Lawen ke Nitiprayan membuat para pendiri SALAM melakukan desain ulang terhadap penyelenggaraan pendidikannya. Jika di Lawen, anggota komunitas SALAM adalah para petani maka di Nitiprayan, anggota komunitas SALAM mayoritas adalah para seniman. Predikat Nitiprayan sebagai kampung seniman dinyatakan membawa pengaruh bagi keberadaan SALAM. Demikianlah sosok orang-orang yang ikut terlibat dalam dinamika yang berlangsung di SALAM. Pemikiran Bu Wahya dan Pak Toto yang merupakan penggagas utama dari SALAM banyak berkembang dari proses yang mereka jalani lewat keaktifan mereka di berbagai kegiatan pendampingan masyarakat. Para anggota komunitas SALAM baik para fasilitator, kerabat SALAM dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Forum Orangtua merupakan orang-orang yang memiliki pemikiran terbuka terhadap persoalan pendidikan.

2. SALAM dan Predikat sebagai Sekolah Alternatif

Soal SALAM yang mendapat predikat sekolah alternatif, para pengurus SALAM sendiri juga paham akan beratnya predikat tersebut. Dalam wawancara yang saya lakukan, Pak Toto menyatakan bahwa orang-oranglah yang memberikan predikat alternatif itu kepada SALAM. Ia sendiri tidak menyangka bahwa pendidikan yang ia kembangkan melalui SALAM akan dinilai sebagai pendidikan alternatif oleh orang lain. Pak Toto memaknai apa yang disebut sebagai pendidikan alternatif sebagai berikut: 6 Alternatif itu kan muncul karena yang mainstream dianggap ngak menjawab, mestinya kan gitu. Tapi belum tentu karena yang alternatif itu bisa jadi tidak berbeda dengan yang mainstream. Maka ya harus dicek, dicek tujuannya, harus dicek cara penyelenggaraannya, harus dicek relasi antar orang yang terlibat. Kalau soal metode itu di setiap tempat bisa berbeda ya. Saya kira bukan itu. Memang agak berat untuk menjalankan yang alternatif itu. Intinya alternatif itu tidak hanya sekedar metode. Dilihat dari filosofinya, praktiknya seperti apa, penyelenggaraan serta tujuan yang ingin dicapai apa. Jadi harus alternatif semuanya. Menurut Pak Toto yang disebut sebagai pendidikan alternatif bukan sekedar metode penyelenggaraan pendidikannya saja yang berbeda, melainkan seharusnya hal yang paling mendasar adalah ideologi pendidikan yang berbeda dari ideologi pendidikan arus utama yang ada. Ideologi tersebut kemudian diwujudnyatakan dalam tujuan pendidikan, pilihan metode pembelajaran serta 6 Wawancara dengan Pak Toto tanggal 14 Januari 2015 bentuk relasi antara para penyelenggara pendidikan. 7 Relasi yang dimaksud disini mencakup relasi semua orang yang terlibat dalam dinamika SALAM baik itu relasi sesama anak, anak-fasilitator, sesama fasilitator, fasilitator- orangtua, sesama orangtua maupun relasi dengan masyarakat sekitar. Menurut Pak Toto, paling tidak ada empat karakter sekolah alternatif yang membedakannya dengan sekolah arus utama. Pertama, filosofi yang mendasari praktik pedagogisnya. Pada umumnya, sekolah alternatif menjalankan proses pendidikan dari sudut pandang yang lebih humanistik. Hal ini merupakan perlawanan terhadap kecenderungan sekolah arus utama yang mengutamakan pencapaian akademik. 8 Kedua, pendidikan alternatif berorientasi pada anak. Sekolah berusaha membangun proses pendidikan yang menghargai anak sebagai individu yang sedang tumbuh dalam lingkungan alaminya. Anak belajar mengandalkan diri sendiri dan pada saat yang sama, ia juga belajar bagaimana bekerja dengan orang lain untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi di alam terbuka. 9 Ketiga, penerapan pendekatan holistik dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran diberikan secara holistik tidak terkotak-kotak dalam mata pelajaran. Pendekatan ini juga sering disebut dengan jaring laba-laba. Diharapkan dengan penerapan pendekatan tersebut, murid menjadi terlatih untuk mengaitkan semua topik yang sudah mereka pelajari dengan sesuatu yang bermakna dalam keseharian mereka. 10 7 Ibid, hlm. 90. 8 Ibid, hlm. 91-92. 9 Ibid, hlm. 92-93. 10 Ibid, hlm. 93-94. Keempat, hubungan yang demokratis antara guru, murid dan orangtua. Guru tidak menjadi sang maha tahu yang menyalurkan isi kepalanya ke dalam wadah-wadah kosong para muridnya. Tugas guru adalah merawat hasrat ingin tahu para muridnya. Demikian pula peranan orangtua dalam mendukung proses pembelajaran para anaknya juga sangat penting. Semua anggota sekolah baik guru, murid dan orangtua mempunyai tanggungjawab menciptakan pendidikan yang baik sebagai satu komunitas yang demokratis. 11 Keempat karakter sekolah alternatif yang dijelaskan oleh Pak Toto tersebut berusaha diterapkan di SALAM. Keempat karakter sekolah alternatif tersebut dijadikan ideologi pendidikan SALAM dan berusaha dijabarkan ke dalam tujuan pendidikan SALAM yang ingin mendidik anak-anaknya menuju kepada manusia yang humanis, pilihan metode belajar SALAM yang menggunakan daur belajar serta relasi yang cair antara semua pihak yang terlibat dalam dinamika pendidikan di SALAM. Soal kata “Alam” di nama SALAM pun juga sering mengundang kesalapahaman orang terlebih di jaman sekarang yang sedang booming sekolah alam. Pak Toto berusaha menjelaskan posisi SALAM sebagai berikut: 12 Tekanan SALAM lebih pada ‘anak alam’, bukan sekolah alam itu sendiri. Artinya ‘anak alam’ itu dimaksudkan bahwa setiap anak itu adalah orisinal dan otentik dilahirkan oleh alam, sehingga sekolah tidak boleh merusak orisinalitas dan otentisitas setiap anak, bahkan sebaliknya, sekolah justru harus membantu setiap anak untuk menumbuhkembangkan orisinalitas dan otentisitas tersebut. 11 Ibid, hlm. 94. 12 Ibid, hlm. 98.