SALAM dan Predikat sebagai Sekolah Alternatif

Keempat, hubungan yang demokratis antara guru, murid dan orangtua. Guru tidak menjadi sang maha tahu yang menyalurkan isi kepalanya ke dalam wadah-wadah kosong para muridnya. Tugas guru adalah merawat hasrat ingin tahu para muridnya. Demikian pula peranan orangtua dalam mendukung proses pembelajaran para anaknya juga sangat penting. Semua anggota sekolah baik guru, murid dan orangtua mempunyai tanggungjawab menciptakan pendidikan yang baik sebagai satu komunitas yang demokratis. 11 Keempat karakter sekolah alternatif yang dijelaskan oleh Pak Toto tersebut berusaha diterapkan di SALAM. Keempat karakter sekolah alternatif tersebut dijadikan ideologi pendidikan SALAM dan berusaha dijabarkan ke dalam tujuan pendidikan SALAM yang ingin mendidik anak-anaknya menuju kepada manusia yang humanis, pilihan metode belajar SALAM yang menggunakan daur belajar serta relasi yang cair antara semua pihak yang terlibat dalam dinamika pendidikan di SALAM. Soal kata “Alam” di nama SALAM pun juga sering mengundang kesalapahaman orang terlebih di jaman sekarang yang sedang booming sekolah alam. Pak Toto berusaha menjelaskan posisi SALAM sebagai berikut: 12 Tekanan SALAM lebih pada ‘anak alam’, bukan sekolah alam itu sendiri. Artinya ‘anak alam’ itu dimaksudkan bahwa setiap anak itu adalah orisinal dan otentik dilahirkan oleh alam, sehingga sekolah tidak boleh merusak orisinalitas dan otentisitas setiap anak, bahkan sebaliknya, sekolah justru harus membantu setiap anak untuk menumbuhkembangkan orisinalitas dan otentisitas tersebut. 11 Ibid, hlm. 94. 12 Ibid, hlm. 98. Lebh lanjut Pak Toto menguraikan penggunaan alam sekitar dalam dinamika pembelajaran SALAM sebagai berikut: 13 Bagi SALAM pilihan untuk menjadikan alam sekitar sebagai lingkungan pembelajaran bukanlah tempelan semata. Sekolah alam yang menangkap ini sebagai model semata, dengan bikin sungai atau sawah buatan dan berbagai rekayasa lainnya, sesungguhnya mengusung semangat yang berbeda. Proses pembelajaran “sekolah di tengah sawah” yang ditempuh SALAM dilandasi oleh kesadaran bahwa kita senyatanya memang hidup di negara agraris. Jadi bagaimanapun titik tolaknya seharusnya adalah di bidang pertanian. Menurut Pak Toto, saat ini banyak sekolah alam yang bermunculan tidak jarang yang hanya berorientasi pada metode belajar yang dilaksanakan di ruang terbuka. Mereka belum jauh berangkat dari kegelisahan terhadap ideologi pendidikan tetapi lebih karena alasan metode dan teknik belajar saja. Dan yang lebih menggelisahkan lagi, model sekolah alam justru ditangkap sebagai peluang pasar. Pak Toto mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut: 14 Di sisi lain, banyak sekolah yang mengaku sebagai alternatif lebih menekankan pada aspek kebebasan berekspresi anak, asal anak senang. Yang penting anak menikmati masa kanak-kanaknya dengan ceria, urusan selesai. Ini lalu diterjemahkan dengan menghias ruang belajar sewarna-warni mungkin, mengajak anak berjalan-jalan ke banyak tempat, atau seribu satu metode lain agar anak tak cemberut. Akibatnya sekolah-sekolah semacam ini justru hanya menjadi alternatif bagi orangtua berdompet tebal. Berangkat dari realita akan semakin maraknya pendidikan alternatif yang lebih mengarah pada peluang pasar, Pak Toto juga menerangkan tentang alasan pembangunan gedung SALAM yang mayoritas terbuat dari bambu dan kayu. Pembangunan itu dilakukan dengan alasan supaya terasa lebih humanis dan 13 Ibid, hlm. 99. 14 Ibid, hlm. 96. tidak terlalu tegas seperti bangunan-bangunan sekolah lain. Selain itu, bahan bambu dan kayu merupakan bahan dari alam yang langsung bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Gambar 3.3 adalah gambar bangunan yang dipakai sebagai tempat belajar anak-anak SALAM: Gambar 3.3 Bangunan sekolah SALAM Sumber: Foto dirangkai dari berbagai sumber

3. Inspirasi Penyelenggaraan Pendidikan SALAM

SALAM menyelenggarakan proses pendidikannya dengan mengambil beberapa pemikiran dan inspirasi dari para tokoh pendidikan. Para tokoh pendidikan yang sering disebut sebagai inspirator SALAM adalah mereka yang mengupayakan pendidikan alternatif di tengah pendidikan arus utama yang dinilai tidak mendukung kebutuhan anak maupun masyarakat. Para tokoh pendidikan itu ialah Romo Mangun, Paulo Freire, Ki Hajar Dewantara dan beberapa tokoh lainnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pertama-tama yang perlu kita lihat dari sebuah institusi pendidikan adalah bagaimana mereka mendefinisikan istilah anak itu sendiri. Definisi ini sangat penting karena kemudian berkaitan dengan cara institusi tersebut memberlakukan anak-anak didiknya. Para pengurus SALAM mendefinisikan dan memberlakukan anak-anaknya mengikuti pandangan dari Romo Mangun. Semboyan Romo Mangun “anak adalah maha guru bagi dirinya” turut menjadi semboyan SALAM Pak Toto melihat anak sebagai makluk hidup yang secara kodrati akan tumbuh dan berkembang sehingga yang mereka butuhkan adalah lahan dan perhatian yang sungguh-sungguh. Pak Toto menyatakan pandangannya soal bagaimana ia melihat sosok anak sebagai berikut: 15 Pada dasarnya anak merupakan pribadi yang unik, juga secara alamiah sejak kodratnya, anak-anak merupakan siswa yang aktif, anak-anak dari naluri sesungguhnya selalu menuju pada proses perkembangan, ingin berjalan ke depan, ingin tahu dan selalu menuju arah untuk mencapai keberhasilan, maka biarlah anak-anak mekar dan berkembang dengan dirinya. Setelah kita melihat definisi anak dari sebuah institusi pendidikan, poin lain yang tidak kalah penting adalah melihat apa tujuan dari pendidikan yang mereka selenggarakan. Apa peran sekolah di mata para penyelenggaranya? Para pengurus SALAM memaknai peran dan tanggung jawab sekolah juga masih berangkat dari pandangan Romo Mangun. Pak Toto selalu mengingat ajaran Romo Mangun soal sekolah yang mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya menuju kepada manusia yang seutuhnya. Berikut adalah uraian Pak Toto mengenai ajaran Rama Mangun tersebut: 16 15 Ibid, hlm. 11 16 Ibid, hlm. 14. Saya ingat almarhum Romo Mangun Wijaya pada tahun 1987 sudah memperingatkan tentang bagaimana peran sekolah: “bahwa sekolah harus bersifat integral menuju ke manusia yang seutuhnya. Maka watak dan karakter, adalah menjadi hasil primer. Bukan terutama kepandaian atau keterampilan. Walaupun kepandaian, kecerdasan, keterampilan adalah dimensi yang penting. Namun dalam negeri yang berada dalam iklim “Panca Celaka”, korupsi, gontok-gontokan dan semua masih serba hukum rimba, pendidikan kita harus dinamakan gagal, apabila kita tidak mampu mendidik para peserta pendidikan kita menjadi manusia yang budiman. Pak Toto pun setuju pembentukan watak dan karakter menjadi aspek utama dalam pendidikan di sekolah. Dalam rangka pembentukan watak dan karakter tersebut, Pak Toto dan pengurus SALAM yang lain lalu bergulat dengan pertanyaan soal apa yang perlu dipelajari oleh anak-anak dan bagaimana mengajarkannya. SALAM tidak ingin mengikuti sekolah arus utama di mana kebanyakan anak disuguhi dengan materi-materi yang jauh dari kehidupannya, SALAM berkeinginan untuk menyelenggarakan sebuah pendidikan di mana anak-anak harus belajar dimulai dari realitas dan pengalaman yang mereka jumpai sendiri. Dengan cara demikian anak-anak akan benar-benar memahami dan menguasai materi yang mereka pelajari serta tidak akan mengatakan hal-hal yang sebenarnya mereka tidak tahu. SALAM mengutip pendapat Confusius soal pentingnya arti belajar dari pengalaman dari kata-kata berikut: 17 Saya Dengar, Saya Lupa Saya Lihat, Saya Ingat Saya Lakukan, Saya Paham Saya Temukan, Saya Kuasai 17 Ibid, hlm. 21.