Pendidikan Etika di Beberapa Sekolah Alternatif

menggunakan pendidikan agama religion programme dan berbagai mata pelajaran serta kegiatan lainnya. Masih ada lagi sekolah yang menawarkan alternatif di Yogya, tetapi alternatif yang dimaksud di sini adalah alternatif bagi para para orang tua yang sibuk dan tidak terlalu banyak memiliki waktu luang untuk mengurus pendidikan anak-anaknya. Salah satu contoh sekolah dengan konsep demikian adalah Olifant School di Yogyakarta. Direktur Olifant menyatakan bahwa alasan Olifant didirikan di Yogyakarta adalah untuk memberi solusi bagi orangtua metropolitan yang cenderung sibuk dan membutuhkan lembaga pendidikan terpercaya bagi anaknya. Konsep ini dikatakan sebagai terobosan baru dalam dunia pendidikan dan gaya hidup di masyarakat Yogyakarta. 3 Pendidikan etika di Olifant pun juga sama dengan sekolah lain yaitu dengan menggunakan pendidikan agama dan kegiatan yang mereka sebut dengan Pendalaman Iman Anak PIA serta ditambah dengan berbagai kegiatan lainnya. Ada berbagai club belajar yang disediakan oleh Olifant di luar jam sekolah yang bertujuan untuk membangun kedisiplinan, kerja kelompok, tanggung jawab dan pembangunan karakter lainnya. Pada setiap jenjang pendidikan di Olifant, dari kelas satu sampai kelas enam juga telah dirancang masing-masing kegiatan yang juga bertujuan untuk pembangunan karakter anak-anaknya. Misalnya pada kelas empat, masing-masing anak akan mendapatkan laptop. Pemberian laptop itu dikatakan bertujuan untuk mengajarkan tanggung jawab kepada anak-anaknya dalam penggunaan teknologi 3 Ino Ed., Olifant School Bidik Anak-Anak dari Keluarga yang Sibuk diakses dari http:jogja.tribunnews.com20110112olifant-school-bidik-anak-anak-dari-keluarga-yang- sibuk , diakses pada hari Jumat tanggal 9 Oktober 2015. untuk mendukung proses belajar. Namun untuk mendapatkan laptop, ada syarat yang harus dipenuhi oleh anak-anak, yaitu mereka harus sudah memenuhi standar poin yang ditargetkan oleh sekolah. Standar poin itu berkaitan dengan penilaian terhadap kedisiplinan siswa. Ada pula Olifant Immersion Program untuk kelas lima yang dikatakan bertujuan agar siswa dapat mengembangkan karakter, pengetahuan, keterampilan serta kemampuan mengeksplor pengalaman baru di tempat-tempat yang baru pula. Olifant Immersion Program diwujudkan dalam berbagai kegiatan, yaitu study tour ke sekolah dasar di Singapura serta ikut terlibat dalam aktivitas belajar di sana serta mengunjungi berbagai situs pendidikan lainnya seperti museum, pusat sains dan sebagainya. Demikianlah sedikit gambaran mengenai beberapa sekolah alternatif di Yogya. Sekolah-sekolah tersebut masih sama saja memandang sekolah sebagai institusi yang berperan menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Mereka belum sampai memandang institusi pendidikan anak-anak sebagai institusi komunitas dari solidaritas sosial. Cara pandang seperti itu sama saja dengan cara pandang pendidikan arus utama. Inti konsep dan praktik pendidikan etika yang diajukan pun pada akhirnya kurang lebih sama dengan inti konsep dan praktik pendidikan etika di sekolah kebanyakan. Lebih jauh mengenai konsep dan praktik pendidikan etika di sekolah arus utama akan saya ulas pada sub bab berikutnya.

C. Sekilas Perjalanan Pendidikan Karakter di Indonesia

Seperti yang sudah saya singgung di bagian pengantar, pendidikan etika arus utama kita saat ini diselenggarakan dengan berdasar pada kebijakan Kemdiknas tahun 2010 soal pendidikan karakter. Begitu Kemdiknas mengeluarkan kebijakan pendidikan karakter, langsung banyak seminar dan pelatihan diadakan dalam rangka menyambut kebijakan baru tersebut. Banyak buku dan artikel ditulis untuk kepentingan sosialisasi pendidikan karakter. Konsep pendidikan karakter dengan kantung nilainya memang merupakan konsep yang baru dalam pendidikan etika di Indonesia. Jauh sebelumnya memang sudah ada istilah pembangunan karakter tetapi tidak dalam pengertian seperti yang ditularkan oleh gerakan pendidikan karakter di AS. Dulu, Sukarno mencetuskan pembangunan karakter character building dalam rangka melawan segala bentuk kapitalisme dan imperialisme serta mendukung keinginannya membentuk masyarakat sosialis Indonesia. Pembangunan karakter juga didengungkan oleh pemerintahan Suharto, tetapi sudah dalam pengertian yang berbeda. Pembangunan karakter yang dimaksud oleh Suharto adalah pembangunan karakter yang mendukung kepentingan politiknya serta lebih menekankan pada penanaman karakter yang mendukung proses pembangunan ekonomi industri yang sedang digalakkan oleh pemerintahannya. Ide pembangunan karakter di Indonesia juga tidak lepas dari ideologi dan kepentingan pihak yang sedang berkuasa. Pembangunan karakter yang disuarakan oleh Sukarno maupun Suharto kemudian berusaha direalisasikan melalui bidang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pendidikan. Dalam tesisnya yang berjudul “Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah Dasar di Indonesia pada Masa 1945- 1965”, Wiwik Lestari menyimpulkan bahwa: 4 Selama 20 tahun sejak Proklamasi kemerdekaan 1945-1965 kurikulum pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan karakter positif bangsa pelaksanaannya dibebankan kepada mata pelajaran Budi Pekerti yang dimulai sejak tingkat Sekolah RakyatSekolah Dasar berdasarkan Rencana Pelajaran 1947 dan Rencana Pelajaran Terurai 1952. Pada masa pemerintahan Suharto, pendidikan karakter dibebankan pada mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Moral Pancasila. Pada kurikulum SD tahun 1984, juga ada mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa PSPB. Pada masa Suharto lah, Pendidikan Agama menjadi pelajaran yang wajib diikuti oleh semua peserta didik seturut dengan agamanya masing-masing. Pendidikan Pancasila pun wajib diajarkan untuk semua jenjang pendidikan, yaitu mulai dari Taman Kanak-kanak sampai jenjang Universitas. Pendidikan yang disusupi dengan kepentingan ideologis, politik dan ekonomi pada masa pemerintahan Soeharto dikritik oleh Romo Mangunwijaya sebagaimana yang saya kutip berikut ini: 5 Sudah selama 30 tahun lebih 30 juta anak-anak kita dianiaya setiap hari oleh suatu sistem pengajaran dan pendidikan yang tidak menghargai anak sebagai anak. Mengapa? Bukankah sistem pengajaran dan pendidikan kita berPancasila? Begitulah resminya. Tetapi dalam pelaksanaan operasionalnya seluruh sistem Ordo Baru, politis, ekonomis, sosial, budaya, jadi dalam sekolah pun, berkarya filsafat, paradigma atau cara-pikir, citarasa, ciptakarsa dan rekayasa yang hakekatnya sadar dan atau di bawah sadar berjiwa militer. Yang kita bicarakan di sini bukan orang-orang atau pribadi-pribadi militer yang 4 Wiwik Lestari, Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah Dasar di Indonesia pada Masa 1945- 1965, Medan, Universitas Negeri Medan, 2013, hlm. 134. 5 Y. B. Mangunwijaya, “ SD Kanisisus Eksperimental Mangunan DIY 1994-1998” dalam A. Ferry Indratno, Manusia Pasca-Indonesia dan Pasca-Einstein: Potret Pendidikan Eksperimental Mangunan, Yogyakarta, Dinamika Edukasi Dasar DED bekerja sama dengan Misereor, 2005, hlm. 49-50.