Pemberian teladan Modeling Potensi Pendidikan Etika Berbasis Pengalaman sebagai Ruang Perjumpaan dengan Liyan

murid ini juga sangat penting karena anak-anak justru lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dibanding di SALAM yang waktu efektif belajarnya hanya tiga jam sehari. Pengaruh orangtua juga sangat nampak sekali dalam menentukan pola pikir dan sikap anak-anak SALAM. Hal ini terlihat dari anak-anak yang saya wawancarai sering menyebutkan “kata orangtuaku”. Berdasarkan sharing para fasilitator dan juga tanggapan anak-anak, nampak bahwa tidak semua orangtua mendidik anak-anaknya sejalan dengan cita-cita SALAM. Seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya bahwa ada pula anak yang memberi respon akan bersikap cuek jika bertemu dengan perempuan hamil di bis yang tidak mendapat tempat duduk. Anak tersebut memberi respon demikian karena juga berangkat dari kata-kata orangtuanya. Privatisasi memang telah menyusup ke dalam relasi masyarakat kita dan orangtua SALAM pun merupakan bagian yang tak terpisahkan dari persoalan tersebut.

2. Dialog Dialogue

SALAM pun mengikuti konsep dialog yang diajukan oleh Paulo Friere seperti yang dilakukan oleh Nel Noddings. Dialog tersebut berusaha direalisasikan tidak hanya dalam dinamika proses belajar mengajar maupun dalam kesepakatan kelas tetapi juga dalam komunikasi di antara para fasilitator, pengurus, dan orangtua SALAM. Dalam proses belajar yang cair, fasilitator di SALAM berupaya membangun dialog bersama anak-anak. Praktik mengajar kemudian sebisa mungkin tidak seperti memindahkan pengetahuan ke kepala anak-anak, tetapi memancing mereka supaya mau saling bicara dan saling mendengarkan pendapat teman-temanya. Penekanan pada kesediaan anak-anak untuk saling bicara dan mendengarkan merupakan upaya agar anak-anak menangkap keinginan dan kebutuhan teman-temannya. Kita pun telah melihat bahwa tata tertib di SALAM dibuat berdasarkan kesepakatan kelas dan tidak disusun dalam rupa kalimat perintah ataupun larangan. Penyusunan tata tertib kelas dengan menggunakan kesepakatan ini bisa menunjukkan kepada anak-anak bahwa tata tertib itu bukan hukum yang turun dari langit tapi hasil dari kesepakatan beberapa orang yang bisa saja berubah sesuai kebutuhan. Masalah yang terjadi di antara anak-anak SALAM pun diselesaikan dengan menggunakan kesepakatan kelas. Dengan cara seperti itu, fasilitator atau sekolah kemudian tidak tampil sebagai otoritas penuh yang bisa menghukum anak-anak yang dianggap bersalah. Dengan anak-anak duduk bersama, saling membicarakan masalah yang terjadi dan mendengarkan berbagai argumentasi, anak-anak justru bisa menyelesaikan masalah tersebut. Penerapan dialog ini selain dirasakan lebih menyenangkan untuk anak- anak dan fasilitator, ternyata juga bisa membuat relasi yang lebih cair baik antara anak-anak dan fasilitator maupun sesama anak-anak sendiri. Namun, dialog ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan dari para fasilitator sebagai pembimbing jalannya dialog. Sehingga bagi para fasilitator yang baru bergabung di SALAM tentu butuh waktu dan penyesuaian dalam memahami dan menerapkan konsep dialog tersebut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Praktik Practice

SALAM menyediakan banyak kesempatan untuk mempraktikkan ketiga bentuk tanggung jawab jaga diri, jaga teman, jaga lingkungan yang ingin diperkenalkan kepada anak-anaknya. Saya sudah menguraikan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh SALAM mulai dari kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan lainnya yang diharapkan mampu menjadi lahan praktik tanggung jawab anak-anaknya. Apabila kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan serius dan sungguh-sungguh sebenarnya sangat berpotensi dalam membangkitkan komunikasi dan tanggung jawab anak baik kepada dirinya sendiri, lingkungan, teman maupun orang-orang lain di sekitarnya. Misalnya saja penggunaan Daur Belajar sebagai panduan proses belajar mengajar sebenarnya bisa mengantar anak-anak menjumpai berbagai realitas di lingkungan sekitarnya. Tetapi penerapan Daur Belajar tersebut memang membutuhkan banyak waktu dan tenaga dari fasilitator. Waktu perencanaan sangat dibutuhkan bagi fasilitator untuk menentukan tema, mengeksplorasi sumber-sumber serta mendiskusikan cara dan kebutuhan belajar siswa. Sementara itu juga seperti yang sudah saya ungkapkan bahwa masih banyak tarik ulur di SALAM yang membuat fasilitator belum bisa optimal dalam mempersiapkan dan menerapkan Daur Belajar tersebut. Belum lagi penggunaan indikator yang mengacu pada indikiator pemerintah juga memiliki tantangan tersendiri bagi para fasilitator maupun juga anak-anak. Hasil yang diperoleh kemudian belum sesuai dengan yang dicita-citakan oleh SALAM.