Konfirmasi Confirmation Potensi Pendidikan Etika Berbasis Pengalaman sebagai Ruang Perjumpaan dengan Liyan

tetapi kemudian banyak bereksplorasi dalam metode pendidikannya. Tetapi strategi tersebut kemudian juga tidak serta merta berjalan mulus dalam praktiknya. Saya sudah mengulas bagaimana indikator pemerintah juga membawa tantangan tersendiri dalam eksplorasi pendidikan di SALAM. Belum lagi tarik ulur yang datang dari fasilitator, orangtua, dan para pengurus SALAM sendiri semakin menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh SALAM. Berbagai tantangan dan juga tarik ulur yang dialami oleh SALAM tersebut kemudian membenarkan pendapat Anita Lie sebagaimana yang sudah saya tuliskan dalam bagian kajian pustaka bahwa penyelenggaraan pendidikan alternatif tidak semudah yang dibayangkan. Secara konsep, SALAM mengikuti semangat dan pemikiran para tokoh pendidikan kritis. Dan pendidikan etika berbasis pengalaman yang diajukan oleh SALAM sebenarnya berpotensi memberi ruang untuk menjalin komunikasi, perjumpaan dan dialog dengan Liyan. Namun pada praktiknya, ruang tersebut belum digarap dengan optimal sehingga komunikasi, perjumpaan dan dialog dengan Liyan itu belum bisa tertanam kuat dalam diri semua anak SALAM. Dari uraian keempat komponen pendidikan kepedulian Nel Noddings kita juga sudah melihat bahwa masih ada banyak tantangan yang mengganjal proses dialog, praktik, konfirmasi, dan pemberian teladan dari para orang dewasa SALAM. Dengan demikian masih ada cukup banyak ketidaksinambungan antara konsep dengan praktik pendidikan etika alternatif yang dijalankan oleh SALAM. Dinamika SALAM menunjukkan bahwa memang ada banyak tantangan yang menghadang dalam upaya penyelenggaraan sebuah pendidikan alternatif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tantangan-tantangan tersebut bisa dilihat sebagai resiko yang mengiringi pilihan untuk menyelenggarakan sebuah pendidikan alternatif. Resiko ini yang belum banyak diulas dalam pendidikan kritis. Henry A. Giroux yang merupakan salah satu tokoh pemikir dan praktisi pendidikan kritis termuktahir di abad 21 ini baru menyinggung sedikit soal resiko dalam penyelenggaraan pendidikan kritis. Giroux baru menawarkan dua bahasa dalam pendidikan kritis, yaitu bahasa kritik language of critic dan bahasa kemungkinan language of possibility. Giroux menekankan agar melalui pendidikan kritis, para peserta didik bisa lebih kritis dalam melihat struktur dominasi yang sedang berlangsung dalam masyarakat sekaligus berani mengambil resiko untuk berpartisipasi aktif mengubah struktur dominasi tersebut. Giroux baru menyinggung soal resiko sebagai sesuatu yang harus berani dihadapi oleh para pelaku pendidikan kritis. Padahal kita membutuhkan gambaran lebih lanjut soal bagaimana kita bisa menghadapi berbagai resiko yang muncul saat kita tengah mengupayakan sebuah pendidikan kritis. Kemampuan apa lagi yang perlu kita miliki untuk menghadapi semua resiko tersebut? Untuk melengkapi gambaran kita mengenai berbagai resiko yang mengiringi penyelenggaraan pendidikan alternatif, saya kembali menggunakan pemikiran Bauman. Bauman mengikuti gagasan Ulrich Beck tentang masyarakat beresiko risk society dalam melihat realitas masyarakat di jaman sekarang ini. Bagi Bauman, resiko memang menjadi aspek yang tidak dapat dipisahkan dari realitas di jaman yang serba cair. Masyarakat di jaman serba cair ini justru bergulat untuk menghindari atau mengatur resiko. Dan Bauman pun kemudian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI telah mengajukan pendidikan sepanjang hayat lifelong education dan kemampuan belajar terus menerus learn as they go sebagai kemampuan yang harus dimiliki di tengah-tengah realitas jaman serba cair saat ini. Kita perlu belajar menjadi manusia-manusia dengan kualitas peluru yang cerdas smart missile yang tidak hanya memiliki kemampuan untuk belajar tetapi juga kemampuan untuk belajar secara cepat. Jika kita kembali mengkaitkan SALAM dengan pemikiran Bauman maka kesimpulannya adalah SALAM belum bisa menjadi smart missile dalam arti sebagai sebuah institusi pendidikan yang cerdas berhadapan dengan berbagai tantangan yang ia hadapi. SALAM sendiri belum memiliki kemampuan belajar terus-menerus learn as they go padahal berbagai tantangan itu tampak nyata di depan mereka. Karena SALAM sendiri belum mampu menjadi smart missile maka mereka pun belum berhasil mengupayakan pendidikan sepanjang hayat lifelong education bagi anak-anak didiknya. Namun kita pun juga harus mengakui bahwa belum berhasilnya SALAM menjadi smart missile dalam dunia pendidikan alternatif juga karena kebanyakan orang yang terlibat dalam dinamika SALAM baik itu fasilitator, orangtua murid, maupun kerabat SALAM yang lain merupakan ballistic missile, hasil dari pendidikan arus utama. Kuatnya pengaruh dari konsep dan wacana pendidikan arus utama di mana para fasilitator, para orangtua murid, dan kerabat SALAM yang menjadi bagian di dalamnya perlu terus dipikirkan dan diolah oleh para pengurus SALAM. Kemampuan belajar terus menerus learn as they go kemudian menjadi kemampuan yang dibutuhkan oleh SALAM baik untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menjaga komitmen pendidikannya maupun untuk mengembangkan praktik pendidikan etika alternatif yang diajukannya. 153

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dunia pendidikan memanglah dunia yang menyajikan banyak hal untuk diteliti. Selain menarik, banyak hal itu juga memang perlu untuk dikaji karena berkaitan dengan bagaimana anak-anak generasi masa depan kita diperbincangkan dan dididik. Bab dua tesis ini sudah cukup banyak mengulas soal pendidikan etika arus utama yang menggunakan pendekatan pendidikan karakter beserta dengan berbagai persoalan yang melingkupinya. Tesis ini selain sudah menunjukkan adanya berbagai kepentingan di balik trend pendidikan karakter juga sudah mengkaji konsep dan praktik pendidikan karakter di kebanyakan sekolah kita yang ternyata belum bisa dijadikan sebagai jalan mengantar anak-anak untuk mengenal Liyan yang partikular. Di tengah realitas pendidikan arus utama tersebut, penelitian tesis ini mengajak kita untuk mengenal dan memahami lebih jauh pendidikan etika alternatif yang diajukan oleh Sanggar Anak Alam SALAM. Pada bab tiga, kita sudah berkenalan dengan SALAM, melihat pandangan mereka soal realitas pendidikan etika arus utama kemudian pendidikan etika alternatif berbasis pengalaman yang mereka ajukan dan terakhir adalah proses evaluasi serta negosiasi yang menyertai perjalanan dinamika pendidikan mereka. Berangkat dari pandangan mereka akan pengajaran etika di kebanyakan sekolah yang lebih mengarah pada ajaran, hapalan dan jauh dari bayangan anak- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI anak, SALAM kemudian mengajukan pendidikan etika alternatif yang berbasis pada pengalaman anak-anak sendiri. Keseluruhan kegiatan yang berlangsung di SALAM mulai dari kegiatan belajar-mengajar dan berbagai kegiatan lain disatukan dalam tujuan untuk pembentukan karakter dan watak anak-anak didiknya. SALAM ingin anak-anaknya mampu bertanggung jawab tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi juga bertanggung jawab pada lingkungannya, teman- temannya, para fasilitator, orangtua maupun orang lain disekitarnya. Dalam konteks perjumpaan dan tanggung jawab terhadap Liyan seperti yang diinginkan oleh Bauman, pendidikan etika berbasis pengalaman yang diajukan oleh SALAM sebenarnya bisa dijadikan ajang untuk mendengarkan suara Liyan dan menjalin relasi dengan Liyan. Liyan yang dimaksud di sini bisa dipahami dalam dua sosok. Sosok yang pertama adalah anak-anak SALAM sendiri dari sudut pandang fasilitator dan sosok kedua adalah orang-orang yang dijumpai oleh anak-anak di lingkungan sekitarnya. Ketika Liyan yang dimaksud adalah anak-anak dari sudut pandang fasilitator, pendidikan etika berbasis pengalaman ini sebenarnya bisa digunakan untuk mendengarkan suara anak-anak dan mengenali kebutuhan mereka masing- masing. Lalu, ketika Liyan yang dimaksud adalah orang-orang yang dijumpai oleh anak-anak di lingkungan sekitarnya, pendidikan etika berbasis pengalaman yang diajukan SALAM sebenarnya bisa mempertemukan anak-anak dengan Liyan yang kongkrit dan tidak seragam seperti yang dikonstruksi dalam pendidikan arus utama. Dari pengalaman akan perjumpaan dengan Liyan yang partikular, anak- anak bisa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri akan Liyan dan sekaligus mereka belajar untuk peduli serta bertanggung jawab kepada Liyan. Dari segi komponen pendidikannya, SALAM memiliki keempat komponen pendidikan kepedulian yang diajukan oleh Noddings. Pemberian teladan, dialog, praktik dan konfirmasi berusaha diterapkan dalam dinamika pendidikan di SALAM. Namun, dalam penerapan keempat komponen tersebut memang masih banyak tarik ulur yang terjadi. Beberapa hal yang ditekankan oleh Noddings seperti keseriusan sekolah dalam mempersiapkan berbagai praktik untuk anak-anaknya serta pengenalan yang mendalam akan karakteristik dan kebutuhan anak-anak belum mampu dipenuhi oleh SALAM. Tarik-ulur yang terjadi dalam dinamika pendidikan di SALAM membuat kesempatan dan potensi yang ditawarkan oleh pendidikan etika berbasis pengalaman belum bisa diolah secara optimal oleh SALAM. Negosiasi-negosiasi yang coba dilakukan oleh SALAM baik itu dengan pemerintah maupun anggota komunitasnya sendiri pun tidak serta merta berjalan mulus. Pemakaian indikator pemerintah membawa ganjalan tersendiri dalam proses eksplorasi pendidikan di SALAM. Dan masih ada pula permasalahan-permasalahan lain yang datang dari fasilitator, orangtua dan para pengurus SALAM sendiri. Penjabaran soal evaluasi dan negosiasi yang dihadapi SALAM menunjukkan bahwa memang penyelenggaraan sebuah pendidikan alternatif tidaklah mudah, ada banyak problem yang siap menghadang di depan mata. Dan tesis ini memang berada pada posisi untuk memproblematisasikan dinamika pendidikan etika alternatif yang diajukan oleh SALAM. Posisi ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI