c Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik.
d Perbedaan-perbedaan individual menjelaskan mengapa suatu stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang berubah
pada orang yang lain. Menurut penelitian Putri 1998 yang dilakukan di PT. Bakrie dan
Brothers, dilaporkan
bahwa 61,1
responden menyatakan
menganggap struktur dan iklim organisasinya buruk, sehingga menyebabkan stres dan 48,4 menyatakan stres tetapi iklim dan
struktur organisasinya baik. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,0459 sehingga ada hubungan yang bermakna antara iklim
dan struktur organisasi dengan stres kerja.
Sedangkan menurut Munandar 2008 faktor-faktor lain yang menyebabkan
stress stesor berdasarkan model stres yang dikemukakan oleh Cooper 1989 adalah :
1. Tuntutan dari luar pekerjaan
Faktor ini menyangkut segala aspek kehidupan pekerja sehari- hari, mulai dari keluarga, orang tua, istri, anak, sahabat sampai dengan
masyarakat disekitarnya. Isu-isu tentang keluarga, kesulitan ekonomi, keyakinan, konflik dalam keluarga, konflik dengan tetangga di
sekitarnya dan konflik dengan orang tua, dapat menjadi pemicu
timbulnya stres yang berakibat pada performa dalam bekerja.
2. Ciri-ciri Individu
Banyak literatur yang mengatakan bahwa stres lebih sering diakibatkan oleh lingkungan disekitar individu. Menurut pandangan
interaktif dari stres, terkadang stres ditentukan pula oleh individunya sendiri dan sejauh mana ia melihat situasinya sebagai stres Munandar,
2008. Menurut Cooper 1989 dalam Munandar 2008 dalam faktor-
faktor individu yang dapat mempengaruhi stres, antara lain:
a. Kepribadian Ketika berbicara tentang stres pada pekerja, maka kita akan
melihat bagaimana seseorang memandang stres sebagai suatu gangguan, sehingga stres sangat bergantung kepada kepribadian
individu yang terkena stres tersebut. Seseorang yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan memilki ketegangan lebih besar
daripada individu yang berkepribadian ekstrovert.
b. Kecakapan Kecakapan merupakan variabel yang ikut menentukan stres
tidaknya sesuatu yang ia hadapi. jika seseorang menghadapi masalah yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan sedangkan situasi tersebut
penting, maka hal tersebut akan dirasakan sebagai sesuatu yang mengancam
sehingga dapat
memicu terjadinya
stres. Ketidakmampuan individu dalam menyelesaikan masalah sehingga
menyebabkan stres berkaitan dengan kecakapan dan kemampuan seseorang dalam menghadapi stres.
c. Nilai dan kebutuhan Setiap organisasi dan perusahaan memiliki budaya dan nilai
masing-masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai dan budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Proses sosialisasi
pekerja dalam mengikuti nilai dan budaya tidak sepenuhnya berhasil. Bagi pekerja yang gagal biasanya akan mengundurkan diri. Dan bila
ada yang tidak mengundurkan diri karena tidak adanya pekerjaan lain atau karena sebab lain maka tenaga kerja tersebut akan mengalami
stres Munandar, 2008.
3. Umur
Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan dengan hubungan antara masa kerja dengan stres. Namun, tidak selamanya umur
dengan stres kerja dihubungkan dengan masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur, terutama yang
berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki umur lebih muda memiliki penglihatan dan pendengaran
yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang lebih kuat. Namun, untuk beberap jenis pekerjaan lain, faktor umur yang
lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang lebih banyak. Sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi
kendala dan dapat memicu terjadinya stres Munandar, 2008. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University 2000
yang dikutip dalam Suprapto 2008 terhadap faktor-faktor demografi yang mempengaruhi timbulnya stres kerja, disimpulkan bahwa umur
memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun, 41-
50 tahun dan diatas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk
terkena stres tingkat tinggi 20,8. Sedangkan untuk kategori umur yang memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah
usia 18-32 tahun dan usia 51 tahun keatas 83. Hal ini disebabkan pada usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil.
Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehinga sangat berpotensi untuk terkena stres.
Selain itu menurut Minner 1992 dalam Luthfiyah 2011 pekerja mungkin menjadi kurang kompeten setelah usia mereka menginjak 40
tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang menekankan kecepatan, seperti misalnya kecepatan respon otot atau
persepsi visual. Berhubungan dengan kematangan seseorang secara psikologis maupun fisik. Pekerja yang umurnya lebih tua sering gagal
untuk mempelajari keahlian baru secara besar karena mereka tidak
percaya pengetahuan diperlukan, daripada karena kurangnya kemampuan mereka.
Berdasarkan penelitian Airmayanti 2009 yang dilakukan pada pekerja bagian produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk diketahui
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja.
4. Masa Kerja Masa kerja mempunyai potensial terjadinya stres kerja sesuai
pendapat Robbins 1998 dalam Supardi 2007 berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memberikan reaksi terhadap stres sepanjang
waktu dan terhadap perubahan intensitas stres baik masa kerja yang lama maupun sebentar dapat menjadi pemicu terjadinya stres kerja dipeberat
dengan beban kerja yang besar. Menurut Munandar 2008 bahwa masa jabatan yang berhubungan
dengan stres kerja sangat berkaitan dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 tahun biasanya memiliki tingkat
kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan
stres dalam bekerja. Selain itu menurut Cook 1997 bahwa stres dapat dipicu oleh
buruknya hubungan antara sesama pekerja, meskipun seorang atasan, atau hanya staf. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun
dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi masalah meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat tentu
punya beban sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya.
Budiono 2003
mengatakan bahwa
masa kerja
dapat mempengaruhi pekerja baik secara positif maupun negatif. Pengaruh
positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan
memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja maka akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang bekerja
maka akan semakin banyak seseorang terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.
Selain itu menurut penelitian Vierdelia 2008 yang dilakukan pada pengemudi bus kota PPD Jakarta diperoleh bahwa ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dan stres kerja. Namun menurut penelitian Suprapto 2008 diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara stres kerja dengan masa kerja.
F. Tahapan Stres Kerja
Lazarus dan Launier dalam Gustiarti, 2002 mengemukakan tahapan- tahapan proses stres sebagai berikut :