Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian

Mata pencaharian penduduk Desa Ngemplak berdasarkan curahan kerja sebagian besar sebagai buruh industri yaitu 31,83 persen, namun pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan utama karena sebagian banyak waktu mereka guna untuk bekerja di bidang industri. Mata pencaharian mereka yang lain adalah sebagai petani tanaman pangan sebesar 30,69 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Struktur mata pencaharian penduduk Desa Ngemplak dapat dilihat pada Tabel 9. Tebel 9. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 No. Mata Pencaharian Jumlah orang Presentase 1. Petani sendiri 375 30,69 2. Buruh tani 125 10,23 3. Buruh industri 389 31,83 4. Buruh bangunan 302 24,71 5. Pedagang 10 0,82 6. Peternak 0,00 7. Nelayan 0,00 8. Montir 7 0,57 9. PNSABRI 14 1,15 Total 1222 100,0 Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa,2006 Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, mayoritas penduduk desa tersebut mampunyai dua mata pencaharian yaitu sebagai petani dan buruh industri. Tanaman yang mereka tanam berupa padi sawah sedangkan untuk industri mereka biasanya bekerja sebagai buruh di pabrik rokok yang tersebar wilayah Kabupaten Kudus. Di sisi lain, masyarakat Ngemplak tidak memiliki mata pencaharian di subsektor peternakan dan perikanan, sedangkan untuk para penduduk yang bekerja sebagai buruh tani sebesar 10,23 persen, buruh bangunan 24,71 persen, pedagang 0,82 persen, montir 0,57 persen dan PNSABRI 1,15 persen. Berkaitan dengan pertanian di lokasi penelitian, biasanya apabila musim panen tiba petani menjual gabah dengan dua cara yaitu pertama, penjual yang datang langsung ke sawah atau penjual tersebut sering disebut sebagai penebas dengan gabah dalam keadaan kering bukan dalam keadaan kering giling, sedangkan kedua, mereka menjual sendiri ke pasar setempat dalam keadaan gabah kering giling.

5.4 Pola Tanam dan Pelayanan Irigasi

Pola tanam yang ada di Desa Ngemplak umumnya pada MT I dan II ditanami dengan padi, sedangkan untuk MT III sawah akan diberakan. Pada MT III ada juga petani yang menanami lahan sawah mereka dengan palawija atau semangka, tetapi tidak jarang bagi mereka yang menanami semangka dan palawija tidak dapat panen. Hal ini disebabkan karena banyaknya hama tanaman muncul pada musim tanam tersebut. Penentuan pola tanam apa yang akan dilaksanakan dan kapan dimulainya menanam biasanya dimusyawarahkan dalam rapat yang diadakan oleh pengurus Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A. Pelayanan untuk irigasi pada lahan sawah yang ada biasanya didapat dari waduk Kedungombo melalui saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, saluran kuarter, hingga ke petak sawah petani. Oleh karena itu, ketersediaan air di sawah tergantung pada ketersediaan air dari waduk dan pengelolaan pada semua tingkat pelayanan irigasi. Pada saat penelitian berlangsung, Musim Tanam MT I baru dimulai pada bulan Oktober 2007. Ketersediaan air pada saat itu sudah mencukupi untuk memulai musim tanam, sehingga tidak ada petak sawah yang kekurangan air. Hal ini juga didukung oleh pelayanan irigasi yang baik pada saat itu, karena sebelum MT I dimulai biasanya petani yang terkumpul dalam P3A melakukan gotong- royong untuk memperbaiki seluruh jaringan irigasi yang ada agar selama MT I dilaksanakan tidak ada petak sawah yang mengalami kekurangan air. Berdasarkan hasil wawancara petani, setiap tahunnya wilayah Undaan ini sering terjadi banjir antara bulan Oktober-Desember sehingga menyebabkan petani rugi. Selain akibat curah hujan yang tinggi, petani rugi karena adanya banyak hama dan penyakit pada tanaman. Hama dan penyakit tanaman ini seringkali ada pada saat MT III sehingga tidak jarang jika ada petani yang sengaja menanam palawija atau semangka tidak akan panen. Kerugian petani berasal dari biaya produksi yang sangat tinggi sementara hasil produksi buruk hingga tidak laku dijual.

5.5 Produksi Usahatani

Pola tanam yang diterapkan oleh petani Desa Ngemplak adalah padi-padi- palawija. Pada musim tanam MT III petani akan menanam palawija karena tanaman ini tidak banyak membutuhkan air, tetapi karena adanya hama dan penyakit maka petani tidak akan melakukan apa-apa, sehingga dalam setahun dilakukan dua kali tanam padi padi-padi-bera. Padi yang biasanya ditanam petani adalah varietas IR-64. Produksi padi yang dapat dihasilkan lahan petani rata-rata cenderung sama yaitu pada MT I berkisar 40 kwintal hingga 70 kwintal per hektar dan MT II berkisar 50 kwintal hingga 75 kwintal per hektar dalam bentuk gabah kering giling GKG, dimana harga GKP di tingkat petani pada tahun 20062007 sebesar Rp 2000 per kilogram. Produksi padi pada MT I cenderung paling rendah dibandingkan dengan produksi MT II. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan air yang berasal dari air hujan sangat berlimpah sehingga menyebabkan banjir. Selain itu, serangan hamapenyakit yang sulit ditanggulangi mengakibatkan gagal panen. Apabila ada perbedaan produksi padi di setiap lahan itu karena perbedaan dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan setiap petani. Dari hasil wawancara petani responden biasanya menggunakan pupuk urea, TSP dan Ponska.

5.6 Peran Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A

Pengelolaan dan pemeliharaan irigasi di tingkat tersier seluruhnya menjadi tanggungjawab P3A sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Organisasi P3A di Jawa Tengah terkenal dengan nama Dharma Tirta, untuk P3A yang berada di Desa Ngemplak Kecamatan Undaan dikenal dengan Dharma Tirta Karunia Tani. P3A Karunia Tani ini dibawahi oleh P3A Dharma Tirta Undaan Bangkit. P3A Karunia Tani merupakan organisasi formal yang mewadahi kemampuan dan aspirasi petani mengenai pengelolaan air irigasi. Kepengurusan P3A Karunia Tani terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Humas, Seksi Usaha dan Pengurus Blok. Pengurus blok tersebut meliputi blok Palwadak, Srigono, Kaliyah, Gedangrejo, Kaiman dan Kilego Mulyo dengan tiga pengurus di masing-masing blok.