terbesar yaitu 62,2 persen berumur 40-55 tahun dan 33,3 persen berumur lebih dari 55 tahun. Sementara generasi muda yang ada cenderung tidak berkecimpung
dalam bidang pertanian di lahan sawah, mereka lebih tertarik untuk memilih jenis pekerjaan di bidang perdagangan, industri, jasa dan sebagainya. Kondisi demikian
terlihat pada kelompok umur 40 tahun hanya 4,5 persen dari seluruh jumlah responden.
2. Tingkat Pendidikan
Menurut tingkat pendidikan, dari 45 responden sebagian besar hanya berpendidikan Sekolah Dasar SD yaitu 20 orang 44,5 persen, sedangkan yang
paling sedikit adalah tingkat SLTP sebanyak 2 orang 4,4 persen, bahkan untuk tingkat AkademiPT tidak ada.
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden petani dapat dikatakan berpendidikan rendah bahkan terdapat petani yang tidak
mendapatkan pendidikan sebanyak 8,9 persen dan yang tidak tamat SD sebanyak 33,3 persen. Alasan mereka tidak melanjutkan sekolah karena para orangtua
mereka yang sebagian besar petani cenderung mendidik anak-anaknya berusahatani di sawah serta kurangnya kesadaran orangtua zaman dahulu akan
pentingnya pendidikan bagi generasi berikutnya serta didorongnya keadaan ekonomi mereka yang kurang.
3. Pengalaman Berusahatani
Rata-rata pengalaman berusahatani petani responden adalah 22 tahun. Oleh karena itu, sebagian besar petani responden telah mengenal seluk beluk
pertanian yang ada di Desa Ngemplak. Penyebaran petani responden menurut pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11
menunjukkan bahwa petani yang paling banyak pengalaman dalam berusahatani padi
≤10 tahun yaitu sebesar 4,0 persen 18 orang, sedangkan yang paling sedikit pengalamannya 21-30 tahun dan 31-40 tahun masing-masing sebesar
13,3 persen 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden belum lama dalam mengusahakan tanaman padi, sehingga
permasalahan yang terjadi di sawah , khususnya masalah air masih kurang dapat diatasi.
4. Status Usahatani
Berdasarkan total responden sebanyak 45 orang menunjukkan bahwa sebagian besar petani mengusahakan padi sebagai pekerjaan pokok yaitu sebesar
33 responden 73,3 persen, sedangkan 12 responden lain 26,7 persen bertani merupakan pekerjaan sampingan. Artinya bahwa dari waktu kerja dan sumber
penghasilan, bertani merupakan sumber yang utama. Tetapi, hanya sebagian kecil petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan karena memiliki
profesi lainnya, yaitu sebagai PNS atau buruh industri. Sehubungan dengan status usahatani, hubungan kerja di daerah penelitian
yaitu pola pemilik lahan. Pemilik lahan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap jalannya kegiatan usahatani yang dilakukan serta keuangan usahatani seperti Pajak
Bumi dan Bangunan PBB untuk lahan pertanian. Apabila lahan pertaniaannya digarap oleh orang lain maka pemilik lahan dan penggarap sama-sama
mendapatkan penerimaan yang berasal dari hasil produksi padi maro pada tiap musim tanam.
6.2 Analisis Pendapatan Usahatani
Dalam analisis usahatani ini terdapat dua pendapatan usahatani, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani
berupa uang atau berupa barang yang bisa dikonsumsi, namun di Desa Ngemplak semua hasil panen di jual untuk mendapatkan pendapatan tunai yang berupa uang.
Perhitungan usahatani ini dilakukan pada MT I dan MT II yaitu usahatani yang diusahakan adalah padi-padi, sedangkan untuk MT III tidak dihitung karena lahan
sawah yang ada tidak ditanami apa-apa bera.
6.2.1 Pengeluaran Usahatani
Pengeluaran usahatani terdiri dari pengeluaran atas biaya tunai dan pengeluaran atas biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan
merupakan biaya yang tidak dikeluarkan tetapi tetap diperhitungkan sebagai biaya produksi, dan biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang
ataupun jasa dalam kegiatan usahatani. Komponen biaya tunai dalam usahatani padi di Desa Ngemplak terdiri dari
biaya sarana produksi yaitu benih, pupuk urea, TSP, Ponska, dan obat-obatan cair. Biaya lainnya yaitu upah tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, pajak atas lahan
dan iuran pengairan. Biaya diperhitungkan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan peralatan dan sewa lahan.
Penggunaan sarana produksi dalam usahatani padi di Desa Ngemplak, pengeluaran untuk pupuk merupakan pengeluaran yang paling besar dari total
biaya yaitu mencapai 15,76 persen pada rata-rata luas lahan 0,3 hektar; 16,86 persen pada rata-rata luas lahan 0,6 hektar; dan 17,93 persen pada rata-rata luas
lahan 1,6 hektar. Pengeluaran untuk pupuk merupakan pengeluaran yang paling besar, karena harga eceran tertinggi di Desa Ngemplak lebih besar dari harga
eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengeluaran untuk benih dalam usahatani padi sebesar Rp
48.330
, Rp
101.250
, Rp
252.072
dengan benih padi masing-masing sebesar
8,95
kg untuk rata-rata luas lahan 0,3 hektar;
18,75
kg untuk rata-rata luas lahan 0,6 hektar; dan
46,68
kg untuk rata-rata luas lahan 1,6 hektar.
Obat yang digunakan dalam usahatani padi adalah obat-obatan berjenis cair. Kebanyakan penggunaan obat ini bertujuan untuk membasmi hama dan
penyakit yang dimulai setelah tanam dilakukan dengan menggunakan sprayer. Penggunaan obat dalam usahatani padi sebesar Rp
93.000
, Rp
166.500
dan Rp
189.000
untuk masing-masing rata-rata luas lahan 0,3 hektar; 0,6 hektar serta 1,6 hektar.
Penggunaan tenaga kerja luar keluarga dalam usahatani padi mencapai Rp
26.667
, Rp
60.000
, serta Rp
224.000
dengan masing-masing rata-rata luas lahan 0,3 hektar; 0,6 hektar dan 1,6 hektar. Penggunaan tenaga kerja ini diperlukan pada
saat kegiatan panen. Kegiatan yang melibatkan tenaga kerja luar keluarga biasanya dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 setiap harinya, sedangkan
tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan.
6.2.2 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara jumlah produksi padi keseluruhan dengan harga gabah. Total produksi padi hasil panen di Desa
Ngemplak yaitu sebesar 1.491,7 kg untuk luas lahan rata-rata 0,3 hektar, 3.125 kg untuk luas lahan rata-rata 0,6 hektar, dan 7.780 kg untuk luas lahan rata-rata 1,6
hektar dengan tingkat harga pasar yang berlaku di lokasi penelitian sebesar Rp 2.000 per kilogram. Penerimaan yang didapatkan petani sebesar Rp 2.983.400, Rp
6.250.000, dan Rp 15.560.000 yang dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini disebabkan jumlah hasil produksinya berbeda.
6.2.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan ini terdiri dari pendapatan atas biaya
tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani ini dihitung berdasarkan pendapatan riil dan pendapatan per hektar. Besarnya pendapatan pada
masing-masing luas lahan cukup signifikan karena analisis ini dikategorikan berdasarkan luas lahan.
Hasil analisis pendapatan usahatani di atas menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan untuk diusahakan karena besarnya output produksi lebih
besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan per hektar lebih besar daripada pendapatan riil, hal ini karena luas lahan riil lebih kecil
dibandingkan kategori terhadap luas lahan untuk per hektarnya. Tetapi untuk luas lahan riil 1,6 hektar, pendapatan riil lebih kecil dibandingkan pendapatan per
hektar karena jumlah luas lahan riil lebih besar dibandingkan kategori luas lahan, dimana luas lahan riil mencapai 1,05 hektar sampai 2 hektar. Untuk dapat melihat
tingkat efisiensi usahatani padi dapat dilihat pada tingkat pendapatan yang ditunjukkan pada Tabel 12.