Kontribusi Air Irigasi terhadap Pendapatan Usahatani

Selain penerimaan, biaya usahatani juga akan mempengaruhi kontribusi air irigasi terhadap total pendapatan usahatani. Seperti yang sudah dijelaskan dalan analisis pendapatan usahatani, biaya usahatani padi merupakan pengeluaran yang harus dibayar untuk memenuhi kebutuhan produksi usahatani. Namun, didalam biaya produksi dalam water value, biaya pengairan tidak dimasukkan sehingga diperoleh rata-rata biaya produksi seperti yang disajikan pada Tabel 13. Secara keseluruhan, rata-rata dari biaya produksi menurut luas lahan riil yang dikeluarkan setiap petani adalah Rp 2.350.979luas lahantahun. Biaya produksi ini tidak merata berkisar antara Rp 451.340 hingga Rp 8.976.500, sedangkan rata-rata total biaya per hektar mencapai Rp 4.701.958. Rata-rata biaya produksi untuk usahatani tersebut cenderung berbeda pada setiap tingkat luas lahan garapan. Kondisi ini terjadi karena dengan luas lahan yang berbeda petani di Desa Ngemplak memberikan porsi yang berbeda untuk biaya sarana produksi, seperti benih, pupuk, dan obat-obatan disesuaikan dengan keadaan. Setelah diperoleh besarnya penerimaan dan biaya produksi usahatani menurut luas lahan riil dan per hektar, maka pada table 13 dapat dilihat besarnya water value terhadap pendapatan usahatani menurut lahan riil dan per hektar di setiap tingkat luas lahan garapan. Diatas ditunjukkan bahwa water value petani responden di Desa Ngemplak sebesar Rp 2.755.621luas lahantahun, sedangkan nilai water value per hektar sebesar Rp 5.511.242tahun. Hal ini berarti rata-rata water value pada usahatani padi akan cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya rata-rata luas lahan petani. Besarnya nilai water value tersebut bersifat objektif jika diterapkan pada penentuan iuran pengelolaan irigasi karena water value bernilai positif dan petani layak untuk dikenakan iuran pengelolaan irigasi pada saat musim tanam padi. Secara keseluruhan nilai water value tidak dipakai semua sebagai biaya pengairan yang seharusnya dibayar petani, nilai tersebut juga menunjukkan kontribusi air irigasi terhadap hasil produksi pertanian. Oleh karena itu, nilai rata- rata water value pada setiap luas lahan tersebut akan dibandingkan dengan nilai WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi, agar iuran yang ditetapkan tidak memberatkan petani.

BAB VII KESEDIAAN DAN KEMAUAN PETANI MEMBAYAR IURAN

PENGELOLAAN IRIGASI

7.1 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi

Kesediaan petani diambil berdasarkan respon dalam bentuk pilihan petani terhadap iuran pengelolaan irigasi yaitu untuk petani yang bersedia membayar iuran dan untuk petani yang tidak membayar iuran. Berdasarkan 45 responden terdapat 35 orang yang menyatakan bersedia membayar iuran karena jaringan irigasi yang ada dapat berfungsi dengan baik dengan adanya iuran untuk kebutuhan OP dan 10 orang menyatakan tidak bersedia untuk membayar iuran dengan beberapa alasan diantaranya karena air merupakan barang bebas sehingga tidak perlu membayar, pelayanan yang diterima kurang baik, ketidakpercayaan mereka terhadap pengurus P3A serta petani lebih menyukai langsung meminta air langsung kepada pengurus waduk untuk mengalirkan air ke sawah mereka. Untuk variabel penjelas terdiri dari dua variabel kontinyu dan empat variabel dummy dengan nilai rata-rata dan standar deviasi seperti pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Perhitungan Statistik Variabel Kontinyu Analisis Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi Variabel Nilai Rata- rata Std. Deviasi Petani yang Bersedia Membayar Iuran: Umur tahun Tingkat Pendidikan 51,4 5,1 9,5 2,9 Petani yang Tidak Bersedia Membayar Iuran: Umur tahun Tingkat Pendidikan 54,4 6,4 8,3 2,4 Berdasarkan Tabel di atas rata-rata umur petani responden yang bersedia membayar iuran adalah 51,4 tahun dengan umur terendah 28 tahun dan umur tertinggi 70 tahun, sedangkan untuk petani yang tidak bersedia membayar iuran adalah 54,4 tahun dengan umur terendah 40 tahun dan umur tertinggi 68 tahun. Untuk variabel tingkat pendidikan berkisar dari tingkat tidak tamat SD sampai dengan tamat SLTA. Rata-rata responden dalam menempuh pendidikan formal yaitu selama 5,1 tahun untuk petani responden yang bersedia membayar iuran dan 6,4 tahun untuk petani yang tidak bersedia membayar iuran, hal ini berarti sebagian besar petani responden tidak tamat SD. Mengenai deskripsi variabel penjelas yang bersifat dummy yaitu pengetahuan petani terhadap iuran irigasi 1 : tahu dan 0 : tidak tahu, tingkat pelayanan irigasi 1 : baik dan 0 : tidak baik, peranserta petani dalam operasi dan pemeliharaan irigasi 1 : aktif dan 0 : tidak aktif, serta kepercayaan petani terhadap P3A 1 : percaya dan 0 : tidak percaya dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengetahuan Iuran Irigasi Pada umumnya petani responden telah mengetahui informasi iuran irigasi yang meliputi tujuan diterapkannya iuran pengelolaan irigasi pada setiap musim tanam padi dan bagaimana alokasi dana yang telah terkumpul. Namun, ada sebagian kecil yang tidak mengetahui, mereka langsung membayar tanpa mengetahui prosesnya. Informasi iuran tersebut biasanya disampaikan sebelum awal musim tanam dan besarnya berdasarkan kesepakatan. Pada Tabel 15 terlihat bahwa dari total responden, 40 orang 89 persen mengetahui tentang informasi iuran pengelolaan irigasi dan hanya lima orang 11 persen yang tidak mengetahuinya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa informasi iuran irigasi yang telah sampai kepada petani sedapat mungkin dapat menghindari kesalahpahaman dari petani mengenai iuran irigasi, sehingga diharapkan tidak muncul kecurigaan dan keraguan. Petani akan paham mengenai tentang iuran irigasi pada saat akan diminta untuk membayar iuran. Tabel 15. Deskripsi Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi Respon terhadap Iuran Irigasi No. Variabel Penjelas Bersedia Tidak Bersedia Jumlah orang Persentase 1. Pengetahuan Iuran Irigasi Tidak Tahu Tahu 5 30 10 5 40 11 89 2. Tingkat Pelayanan Tidak Baik Baik 8 27 1 9 9 36 20 80 3. Peranserta dalam OP Tidak Aktif Aktif 5 30 4 6 9 36 20 80 4. Kepercayaan Terhadap P3A Tidak Percaya Percaya 9 26 1 9 10 35 22 78 2. Tingkat Pelayanan Pelayanan sering dijadikan masalah apabila kondisinya tidak adil. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani, dijelaskan bahwa terdapat sekelompok petani yang tidak mendapatkan air sehingga muncul konflik di antara mereka yang menyebabkan kecurangan dalam pengambilan air oleh petani. Oleh karena itu, pihak P3A mencoba bersikap tegas dalam pengelolaan distribusi air irigasi. Dalam penelitian ini tidak semua responden menyatakan baik terhadap tingkat pelayanan irigasi yang telah diterimanya. Indikator dari tingkat pelayanan