Pencadangan Kawasan HPT Untuk Hutan Tanaman Rakyat HTR

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Laju deforestasi hutan pada areal HPT yang menjadi focus penelitian meningkat dari 231,3 hektar per tahun pada periode 1990-2000 menjadi 619,3 hektar per tahun periode 2000-2009. Sedangkan laju degradasi hutan memperlihatkan penurunan dimana pada periode 1990-2000 adalah sebesar 1.160 hektar per tahun menjadi 289.6 hektar per tahun pada rentang periode 2000-2009. Meningkatnya laju deforestasi yang terjadi disebabkan oleh maraknya konversi hutan menjadi perkebunan rakyat yaitu perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet monokultur dan perkebunan karet agroforest. Penurunan laju degradasi hutan disebabkan oleh sudah tidak beroperasinya HPH di areal HPT-KPHP Unit 16. Semenjak tahun 2001 PT. Hatma Hutani yang merupakan HPH terakhir yang beroperasi di areal HPT-KPHP Unit 16 sudah tidak beroperasi sehingga sudah tidak ada lagi kegiatan ekspolitasi kayu yang menyebabkan tingginya degradasi hutan. Hutan yang telah mengalami degradasi pada periode tahun 1990-2000 dimana periode dengan laju degradasi hutan tertinggi pada areal HPT-KPHP Unit 16 dikonversi oleh masyarakat melalui proses jual beli lahanhutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet sehingga menyebabkan naiknya laju deforestasi hutan. 2. Proses jual beli lahan informal land market institution terbentuk akibat desakan kebutuhan akan lahan yang dihadapi oleh masyarakat pendatang migrant dan adanya keinginan untuk meperjual belikan lahanhutan yang telah diklaim oleh masyarakat lokal karena menganggap tanah yang mereka kuasai tidak aman secara tenurial. Para pihak yang terlibat dala proses jual beli lahanhutan ini adalah pembeli, penjual, makelar, saksi jual beli dan kepala desaperangkat desa lainnya. 3. Skema HTR yang ditawarkan oleh pemerintah dalam menjembatani pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan dan untuk menjagamemulihkan kondisi tutupan hutan akan sulit untuk diterapkan mengingat hak yang ditawarkan adalah hak pengelolaan sementara tanpa dilengkapi hak untuk diperjual-belikan, dipindah-tangankandiwariskan, dan untuk dijadikan agunan. Dengan kata lain hak kepemilikan atas lahan yang ditawarkan dalam skema ini tidak dapat menjamin kelangsungan pengelolaan lahanhutan yang dapat dijadikan sandaran penghidupan bagi pengelolanya. Dengan tidak diberikannya hak untuk dialihkandipindah- tangankan, skema HTR cenderung hanya akan menemui kegagalan dalam implementasinya. Hal ini kemudian akan berimplikasi kepada ditetapkan peraturan yang rumit dalam penerapan skema HTR itu sendiri. Implikasi berikutnya adalah rendahnya minat masyarakat dalam berinvestasi dalam pengembangan skema HTR itu sendiri.

6.2. Saran

Penelitian ini hanya menitik beratkan kepada aspek tenurial dan terbentuknya institusi informal jual-beli lahanhutan yang berdampak kepada laju deforestasi dalam kaitannya dengan pra-kondisis penerapan skema pengelolaan hutan oleh masyarakat. Sementara aspek lainnya seperti ekonomi dan aspek demography lainnya belum dianalisis secara lebih mendalam dan perlu untuk dilakukan guna memperkuat hasil analisis yang telah dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Abdi. 2011. Pengembangan Institusi Pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat Pola Agroforestri Studi Kasus Lamban Sigatal, Kabupaten Sarolangun-Jambi. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan. Institut Pertanian Bogor. Araujo C, Bonjean CA, Comber JL, Motel PC, Reis EJ. 2009. Property Rights and Deforestation in the Brazilian Amazon. Ecological Economic 68 2009 2461-2468. Arnot CD, Luckert MK, Boxall C. 2011. What is Tenure Security? Conceptual Implications for Empirical Analysis. Land Economics. May 2011. 87 2: 297- 311. Benjamin EC. 2008. Legal Pluralism and Deventralization; Natural Resources Management in Mali. World Development, 2008. Vol. 36, issue 11, pp. 2255- 2276. Bouquet E. 2009. State Led Reform and Local Institutional Change; Land Titles, Land Market and Tenure Security in Mexican Communities. World Development. Vol. 37, No. 8, pp. 1390-1399. Colin JP, Ayouz M. 2006. The Development of a Land Market? Insights From Cote d`Ivoire. Land Economics. August 2006. 823: 404-423. Colfer CJ, Resosudarmo IA. editor. 2003. Ke Mana Harus Melangkah ? Masyarakat, Hutan dan Perumusan Kebijakan di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Deininger K, Ali DA, Alemu T. 2011. Impacts of Land Certification on Tenure Security, Investment and Land Market Participation; Evidence from Ethiopia. Land Economics. May 2011. 87 2: 312-334 Forest Watch Indonesia FWIGFW. 2003. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia. Irawan P. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi, FISIP, Universitas Indonesia. Kanninen M. et al. 2007. Do Tress Grows on Money?. Center for International Forestry Research CIFOR. Kartodihardjo H, Nugroho B, Putro HR. 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Jakarta. [Kememhut]. 2009. Identifikasi Desa Di Dalam dan Di Sekitar Kawasan Hutan. Kementerian Kehutanan. Jakarta.