1, diwajibkan membayar provisi sumber daya hutan PSDH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Didalam pelaksanaan HTR sudah bdarang tentu terdapat hak dan kewajiban penyelenggara HTR sebagaimana diatur didalam pasal 22 dan 23.
Pemegang IUPHHK-HTR berhak untuk melakukan kegiatan sesuai izin, mendapatkan pinjaman dana bergulir sesuai ketentuan, bimbingan dan penyuluhan
teknis serta mengikuti pendidikan dan latihan serta peluang mendirikan industry dan memperoleh fasilitasi pemasaran hasil hutan. Sedangkan pasal 23 mengatur
mengenai kewajiban pemegang IUPHHK-HTR, yaitu kewajiban untuk menyusun RKU PHHK-HTR dan RKT PHHK-HTR, melaksanakan pengukuran dan
perpetaan areal.
2.7. Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH
Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH merupakan keniscayaan karena merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan Nurrochmat dan Hasan, 2010. Terlepas dari hal tersebut diatas pada kenyataannya pembentukan KPH sampai dengan saat ini masih
terhambat oleh beberapa permasalahan terutama menyangkut kelembagaan, budgeting, pembagian kewenangan pemerintah pusat-daerah, sumberdaya
manusia dan lain sebagainya. Nurrochmat dan Hasan 2010 juga manyatakan bahwa pada dasarnya
pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH diharapkan dapat mendukung pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari dan mensejahterakan. KPH yang
didasari pada konsep “pemangkuan” diharapkan dapat menjamin dilakukannya penanganan hutan dan kawasan hutan dengan tanggung jawab penuh.
KPH diyakini dapat membuka akses yang lebih kepada masyarakat untuk sejajar dengan para pemangku kepentingan kehutanan lainnya dalam
memanfaatkan sumberdaya hutan. Namun hal tersebut tidak bisa lepas dari political will pemerintah terutama arah politik pemanfaatan sumberdaya hutan
ditingkat daerah. Akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan dapat terdiri dari berbagai bentuk dan tipologi yang disesuaikan dengan kondisi social budaya
masyarakat, sejarah interaksi masyarakat dengan hutan dan harapan ekonomi masyarakat untuk memperbaiki kehidupannya Kartodihardjo, Nugroho dan Putro,
2011 Lebih lanjut dijelaskan bahwa keberadaan KPH memungkinkan
identifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap manfaat sumberdaya hutan dengan lebih jelas dan cermat, sehingga proses-proses pengakuan hak, izin
maupun kolaborasi menjadi lebih mungkin untuk dilakukan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di areal dengan fungsi kawasan sebagai Hutan Produksi Terbatas HPT dengan luas kurang lebih 41.000 hektar. Kawasan ini
merupakan bagian dari wilayah kelola KPHP unit XVI kabupaten Tanjung Jabung Barat. Selain itu untuk mendapatkan data-data yang kualitatif yang dibutuhkan
dalam melakukan penelitian ini juga dilakukan di empat desa yang dijadikan sebagai desa sampel. Desa-desa tersebut adalah desa Lubuk Kambing dan desa
Lampisi yang merupakan bagian dari kecamatan Renah Mendaluh. Serta desa Lubuk Bernai dan Suban yang merupakan bagian dari kecamatan Batang Asam.
Desa Lubuk Kambing, Lubuk Bernai dan Suban dipilih guna mendapatkan keterwakilan dari desa-desa lokal yang banyak didatangi oleh migran untuk
membuka perkebunan rakyat baik itu perkebunan karet maupun kelapa sawit. Sedangkan desa Lampisi dipilih guna mendapatkan persespsi dari masyarakat
murni pendatang migrant terhadap kawasan hutan dan lahan. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan
preliminary research dan penelitian menyeluruh. Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan February sampai dengan April 2011 sedangkan penelitian
menyeluruh baru dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Desember 2011.