kesatuan pengelolaan hutan produksi KPHP propinsi Jambi, maka kawasan HPT yang sejak 2001 sudah tidak dikelola oleh pihak manapun termasuk sebagai
bagian didalam areal kerja KPHP unit XVI. Pada tabel berikut diperlihatkan pembagian wilayah kerja KPH di kabupaten Tanjung Jabung Barat berdasarkan
SK. Menhut No.77Menhut-II2010. Tabel 17. Wilayah Kerja KPH yang Terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Sumber: SK. Menhut No. 77Menhut-II2010
No Unit KPH
Fungsi Kawasan Hutan Ha
Luas Jenis KPH
HL HPT
HP
1 Unit XV 91.091
91.091 KPHP
2 Unit XVI 45.559
79.827 125.386
KPHP 3 Unit XVII
12.965 15.965
KPHL
Pada areal HPT-KPHP Unit 16 ini juga terdapat areal pencadangan Hutan Tanaman Rakyat HTR oleh Menteri Kehutanan. Pencadangan areal HTR ini
diputuskan melalui SK No. 70Menhut-II2009 pada tanggal 26 Februari 2009 seluas 2.280 ha. Dari hasil wawancara dengan informan kunci di Dinas Kehutanan
Tanjung Jabung Barat diketahui bahwa dari sejak awal dicadangkan yaitu pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 belum ada permohonan dari masyarakat
desa untuk mendapatkan izin pengelolaan areal HTR tersebut. Saat ini kondisi areal HPT di areal KPHP XVI sangat mengkhawatirkan.
Lebih dari sepertiga wilayahnya sudah beralih fungsi menjadi tanaman perkebunan rakyat. Hutan produksi terbatas yang bisa dikatakan “tidak bertuan”
tersebut telah diokupasi sebagian wilayahnya dan dikonversi menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit. Sebagian besar konversi yang terjadi berada pada bagian
utara dan selatan areal HPT-KPHP Unit 16 yang mana areal-areal okupasi tersebut sebagian besar masuk kedalam wilayah administrasi desa Lubuk Kambing dan
Suban.
5.2. Deforestasi dan Degradasi Hutan Pada Areal HPT-KPHP Unit 16
Analisis penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan sangat penting untuk identifikasi lebih lanjut mengenai penyebab hilangnya hutan dan konversi
lahan lainnya. Selain itu analisa perubahan penggunaan lahan juga dapat digunakan untuk menganalisa lebih jauh konsekuensi terhadap penggunaan lahan
itu sendiri Widayati et al, 2011. Dari hasil analisa terhadap data tutupan lahan tahun 1990, 2000 dan 2009
diwilayah HPT-KPHP Unit 16 diketahui bahwa terdapat sekitar 19 bentuk penutupan atau penggunaan lahan. Dari semua tipebentuk penutupanpenggunaan
lahan tersebut porsi tutupan lahan berupa hutan terus menurun dari periode waktu 1990 sampai dengan 2009. Secara lengkap penutupanpenggunaan lahan yang
terdapat pada areal penelitian disajikan pada table berikut. Tabel 18. Bentuk TutupanPenggunaan Lahan Beserta Luasannya Pada Areal
HPT-KPHP Unitn16
Tutupan Lahan Luas Ha
1990 2000
2009
Hutan Primer 35,576
22,962 22,067
Hutan Bekas Tebangan Dengan Kerapatan Tinggi 1,713
11,262 6,913
Hutan Bekas Tebangan Dengan Kerapatan Rendah 233
1,103 2,014
Hutan Rawa Primer 54
53 Hutan Rawa Bekas Tebangan
2 Karet Agroforest
458 1,525
2,371 Kopi Agroforest
15 103
60 Akasia
54 318
Karet Monokultur 2,726
1,985 3,201
Kelapa Sawit 4
1,526 2,931
Kelapa - Pinang Agroforest 4
19 1
Semak 7
141 287
Tanaman Lainnya 15
99 Sawah
7 61
303 Rumput
1 12
Lahan Terbuka 66
11 33
Permukiman 20
60 370
Tubuh Air 54
54 54
Tidak Ada Data 176
176 79
Grand Total 41,113
41,113 41,113
Dari data diatas dapat dilihat bahwa luas tutupan hutan primer dari semakin menurun dari 35.576 ha pada tahun 1990, turun menjadi 22.962 ha pada
tahun 2000 dan menjadi 22.067 ha pada tahun 2009. Tren penurunan luasan hutan primer paling besar terjadi pada periode tahun 1990 sampai tahun 2000 dengan
kehilangan tutupan hutan primer seluas 12.614 ha. Sedangkan luas hutan bekas tebangan dengan kerapatan tinggi meningkat
dari 1.713 ha pada tahun 1990 menjadi 11.262 ha pada tahun 2000 dan turun menjadi 6.913 ha pada tahun 2009. Peningkatan luasan hutan bekas tebangan
dengan kerapatan tinggi pada periode tahun 1990 sampai dengan 2000 sejalan dengan tingginya tingkat kehilangan hutan primer pada periode tahun yang sama.
Perubahan luasan tutupan hutan primer secara signifikan pada periode tahun 1990-2000 disebabkan karena aktivitas ekstraksi kayu yang dilakukan oleh
HPH pada periode waktu tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan dari hasil wawancara dengan masyarakat dapat diketahui bahwa pada periode
waktu tersebut aktivitas HPH di areal HPT-KPHP Unit 16 dilakukan oleh PT. Hatma Hutani. Hilangnya tutupan hutan primer ini berdampak kepada
meningkatnya luasan tutupan hutan bekas tebangan dengan kerapatan tinggi karena praktek selective logging yang dilakukan oleh HPH.
Analisa spasial yang dilakukan pada penelitian ini salah satunya bertujuan untuk mengetahui laju deforestasi dan degradasi lahan yang terjadi di areal HPT-
KPHP Unit 16. Untuk menghitung laju deforestasi dilakukan penjumlahan semua tutupan hutan baik itu hutan primer ataupun hutan bekas tebangan hutan dataran
tinggi maupun hutan rawa. Deforestasi didefinisikan sebagai hilangnya tutupan hutan akibat konversiperalihan pemanfaatan ke tutupan selain hutan. pada tabel
berikut diperlihatkan luas tutupan hutan pada periode tahun 1990, 2000 dan 2009 pada areal HPT-KPHP Unit 16.