II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai DAS adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan
kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya atau single outlet Departemen Kehutanan 2001. Terdapat berbagai komponen dalam DAS yang
salah satunya adalah sumberdaya alam. Pemanfaatan sumberdaya alam tersebut harus dilaksanakan dengan memperhatikan konsep keberlanjutan.
Daerah aliran sungai terdiri dari beberapa unsur, yaitu: unsur abiotik tanah, air dan iklim, biotik flora dan fauna dan manusia. Unsur-unsur tersebut saling
berinteraksi dan berinterelasi. Proses yang terjadi di dalam DAS terkait dengan karakteristik DAS yang meliputi: sifat-sifat tanah, topografi, tataguna lahan,
kondisi permukaan tanah, geomorfologi dan morfometri DAS. Daerah aliran sungai terbagi menjadi tiga daerah yaitu bagian hulu, bagian
tengah dan bagian hilir. Masing-masing daerah mempunyai karakteristik dan pengaruh tersendiri terhadap lingkungan ekosistem DAS. DAS bagian hulu
Upperstream mempunyai ciri-ciri: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng
besar 15, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase,
jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan, laju erosi lebih cepat daripada
pengendapan, pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “v”. Daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan
lerengnya kecil 8 dan daerah banjir. DAS bagian tengah merupakan transisi dari DAS hulu dan hilir Asdak 2002.
Dalam suatu DAS terdapat penggunaan lahan yang termasuk ke dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah, serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Perubahan fungsi
kawasan akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem yang ada. Perubahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya dapat mempunyai pengaruh insitu
dan exsitu. Pengaruh insitu terjadi karena sifat lingkungan yang mengalami kemunduran sehingga berpengaruh terhadap lingkungan lokal, sedangkan
pengaruh exsitu terjadi karena adanya transfer dampak dari hulu DAS ke bagian hilirnya.
Penyelenggaraan pengelolaan DAS secara umum bertujuan untuk mengatur sumberdaya dalam DAS sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dengan tetap mempertahankan kondisi kelestarian DAS. Pengelolaan DAS harus dilakukan secara terpadu yang bersandar pada partisipasi
berbagai sektor terkait. Pengelolaan DAS yang salah dapat menimbulkan kerusakan lingkungan di bagian hulu dan bagian hilir DAS. Konsep pengelolaan
DAS berbasis bioregion dapat diterapkan untuk mencegah kerusakan lingkungan. Dalam konsep bioregion, antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya saling
berinteraksi. Dalam pengelolaan DAS terdapat prinsip-prinsip dasar yaitu Departemen
Kehutanan 2001: 1 dilaksanakan secara terpadu, holistik, berkesinambungan, berwawasan lingkungan dengan pendekatan DAS yang diterapkan berdasarkan
sistem pemerintahan yang desentralistik, 2 berasas kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian dan akuntabilitas, 3 melibatkan stakeholders dalam
pengambilan keputusan, 4 prioritas berdasarkan DAS strategis, 5 meliputi management watershed conservation, water resources development
, pengelolaan lahan dan pengelolaan vegetasi serta pembinaan, 6 efektivitas dan efisiensi
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi, 7 peninjauan kembali secara berkala dan program lanjutan.
Aspek hidrologi perlu diperhatikan dalam pengelolaan DAS untuk menjaga keseimbangan proses yang berlangsung di dalam suatu DAS. Aspek hidrologi
berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan distribusi air yang cukup serta merata
sepanjang tahun. Parameter yang memegang peranan penting dalam neraca air DAS adalah presipitasi, evaporasi, akumulasi air dan aliran permukaan.
DAS yang lestari merupakan DAS yang dapat menunjang keberlangsungan lingkungan sekitarnya. DAS yang baik dan sehat dapat dicirikan oleh pengelolaan
sumberdaya yang ada yang dapat menjamin kehidupan yang layak serta terdapat kualitas, kuantitas dan distribusi air yang baik.
2.2 Konservasi Tanah
Teknik konservasi tanah berfungsi menjaga agar tanah dapat terlindungi dari kejadian erosi yang mengangkut partikel-partikel tanah di atas permukaan tanah
melalui aliran permukaan. Terdapat berbagai jenis teknik konservasi tanah yaitu teknik konservasi mekanik, teknik konservasi vegetatif, teknik konservasi kimia
dan teknik konservasi agronomi. Teknik konservasi tanah mekanik merupakan perlakuan fisik mekanis yang
diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi. Seringkali teknik konservasi tanah ini
disebut dengan teknik konservasi sipil teknis. Teknik konservasi mekanik meliputi pembuatan teras gulud, teras bangku, teras kredit, teras individu, rorak, barisan
batu, saluran drainase dan sebagainya. Pada Gambar 2 disajikan teknik konservasi mekanik teras bangku yang terdapat di lokasi penelitian.
Teknik konservasi tanah vegetatif meliputi tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan vegetasi, baik tanaman legum yang menjalar,
semak atau perdu, maupun pohon dan rumput-rumputan serta tumbuh-tumbuhan lain. Teknik konservasi vegetatif meliputi agroforestri, tumpang sari, tumpang
gilir, alley cropping budidaya lorong dan penanaman cover crop seperti mukuna, Centrocema Pubecens serta penanaman rumput. Teknik konservasi
vegetatif akan berpengaruh maksimum apabila dikombinasikan dengan teknik konservasi mekanik. Haryati et al. 1991 mengemukakan bahwa sistem budidaya
lorong dapat efektif menahan laju erosi.
Gambar 2 Teknik konservasi mekanik teras bangku Keefektifan praktek konservasi tanah pada skala DAS diteliti oleh Walker
dan Graczyk 1993. Penelitian Pengelolaan Lahan Terbaik PLT dilakukan pada dua DAS mikro di Wisconsin berdasarkan perlakuan penanaman strip menurut
kontur, pengolahan minimum dan rotasi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PLT dapat mengurangi sedimen dan NH
3
-N di satu DAS, sedangkan pengaruh PLT di DAS lainnya tidak menunjukkan pengurangan sedimen dan
NH
3
-N yang signifikan karena tidak lengkapnya data. Park et al. 1994 menyebutkan keefektifan PLT dapat diketahui dari faktor aliran permukaan, erosi
dan hara yang terkait parameter curve number, total konsentrasi padatan terlarut suspended solids dan keluaran jumlah N dan P sebelum dan sesudah aplikasi
PLT. Penelitian PLT skala DAS membutuhkan biaya besar dan waktu penelitian
yang cukup lama. Selain itu terdapat ketidakpastianerror yang menyangkut cara pengukuran di lapang. Penggunaan model untuk mengevaluasi PLT dapat
mengurangi biaya dan waktu serta dapat digunakan sebagai acuan penggunaan skenario penggunaan lahan yang dapat mengurangi nonpoint source pollution.
2.3 Aliran Permukaan
Air hujan yang jatuh dapat mengalami berbagai proses yaitu intersepsi ditangkap oleh tajuk tanaman, jatuh di permukaan tanah kemudian menjadi
aliran permukaan dan meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Pada proses infiltrasi, ada sebagian air yang menjadi aliran bawah permukaan dan yang
lainnya akan masuk ke lapisan tanah yang lebih dalam melalui proses perkolasi. Aliran permukaan berasal dari kelebihan infiltrasi infiltration excess
overland flow terjadi bila intensitas hujan yang besar melebihi laju infiltrasi. Laju
infiltrasi merupakan banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah, dinyatakan dalam mm jam
-1
atau cm jam
-1
Arsyad 2010. Konversi lahan dapat menimbulkan perubahan karakteristik hidrologi yang
berkaitan dengan kapasitas infiltrasi. Pengurangan kapasitas infiltrasi akan menyebabkan kenaikan bagian hujan yang beralih menjadi aliran permukaan.
Kondisi ini berpotensi mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat aliran permukaan
antara lain: a curah hujan: jumlah, intensitas dan distribusi, b temperatur, c tanah: tipe, jenis substratum dan topografi tanah berpasir akan mempunyai laju
aliran permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah berliat, d luas daerah aliran laju aliran permukaan akan lebih rendah pada lahan yang luas
penutupan tanahnya besar dibandingkan pada lahan yang luas penutupannya lebih kecil, e tanamantumbuhan penutup tanah dan f sistem pengelolaan tanah
Arsyad 2010. Aliran permukaan merupakan faktor hidrologi terbesar yang dapat
menyumbang debit pada saat terjadi banjir. Volume aliran permukaan dalam jumlah besar dan terus-menerus dapat mengakibatkan erosi yang mengangkut
partikel-partikel tanah dan mendeposisikan pada badan-badan air seperti sungai, danau, waduk dan sebagainya. Makin besar jumlah sedimen yang terbawa oleh
aliran menunjukkan kondisi DAS yang tidak sehat.
2.4 Erosi
Erosi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan sebagai akibat pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan aspek
konservasi tanah dan air. Erosi tanah merupakan pengangkutan bahan-bahan material tanah yang disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Indonesia
sebagai negara tropis yang memiliki curah hujan tinggi, maka penyebab erosi utama adalah air. Erosi dapat mengakibatkan merosotnya produktivitas dan daya
dukung tanah untuk produksi pertanian dan lingkungan hidup karena pada prosesnya terjadi pengangkutan tanah lapisan atas yang kaya hara. Erosi yang
berjalan intensif pada permukaan tanah dapat menyebabkan terangkutnya komplek liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara
yang diperlukan oleh tanaman. Erosi ini merupakan masalah yang serius sebab tidak hanya menurunkan kualitas fisik dan kimia tanah, tetapi juga menurunkan
kualitas air. Erosi itu bisa terjadi sangat lambat, atau dapat juga sangat cepat, tergantung
pada bentang alam, kemiringan lereng, sifat kepekaan tanah dan keadaan hujannya. Proses erosi dapat terjadi secara alamiah berpengaruh terhadap
pembentukan tanah atau dipercepat accelerated akibat aktivitas manusia yang dapat memindahkan sebagian atau seluruh tanah yang ada di bentang alam.
Terdapat empat jenis erosi air yang dipercepat sebagai akibat pemindahan bahan tanah oleh air yang mengalir, antara lain Balittanah 2004:
- erosi permukaan sheet erosion: lebih seragam dalam pemindahan bahan
tanah di suatu lahan tanpa pembentukan parit air yang jelas. Kalaupun terjadi parit-parit, akan berbentuk halus, terdapat menyeluruh di
permukaan dan tidak stabilberpindah-pindah. Gejala erosi permukaan ini biasanya tidak tampak pada awal kejadiannya, tetapi semakin curam
lereng suatu lahan, erosi makin serius. -
erosi alur rill erosion: berupa parit-parit erosi yang jelas, dari hasil pemotonganpertemuan alur, akibat aliran permukaan yang terkonsentrasi.
Alur-alur erosi ini cukup dangkal dan dapat terhapus oleh pengolahan tanah, sehingga setelah itu sukar dibedakan apakah disebabkan oleh erosi
permukaan atau oleh erosi alur.
- erosi parit gully erosion: berbeda dengan erosi alur, erosi parit tidak
dapat terhapus oleh pengolahan tanah. Pada umumnya parit-parit erosi tidak dapat dilintasi oleh alat-alat mekanis. Kedalaman dan bentuk parit
erosi bervariasi dan ditentukan oleh lapisan-lapisan bahan resisten di dasar parit. Sedangkan bentuk parit erosi V dan U masing-masing diakibatkan
oleh adanya peningkatan dan penurunan resistensi bahan dengan kedalaman tanah.
- erosi terowongan tunnel erosion: terutama dijumpai pada lahan dengan
kadar Na dapat tukar yang tinggi dengan pembentukan drainase internal, yang berakibat terhadap penerobosan air melalui rekahan atau pori
kasarbesar atau lubang fauna tanah. Selanjutnya secara berangsur di bagian dalam tanah terjadi pemindahan mencolok bahan tanah melalui
outlet , sehingga terbentuk terowongan-terowongan.
Kejadian erosi dapat mengakibatkan tanah kehilangan hara yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Sudirman et al. 1986
menyatakan bahwa hilangnya lapisan atas dapat menyebabkan penurunan kadar bahan organik, peningkatan pemadatan tanah, penurunan stabilitas agregat tanah,
peningkatan kejenuhan alumunium serta penurunan KTK tanah.
2.5 Nitrogen
Kandungan hara N pada suatu penggunaan lahan dapat terangkut oleh aliran permukaan dan erosi. Semakin tinggi aliran permukaan dan erosi yang terjadi
pada suatu penggunaan lahan maka diperkirakan hara N yang terangkut juga akan semakin tinggi. Sehingga dengan demikian diperlukan penerapan manajemen
lahan yang tepat agar dapat menghambat kehilangan hara N. Hara N sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya. Fungsi N
diantaranya adalah untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar, berperan penting dalam pembentukan
hijau daun, protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik. Nitrogen dapat dibedakan atas empat kelompok utama yaitu: nitrogen nitrat N-NO
3 -
, nitrogen amonium NH
4 +
, nitrogen molekuler N-N
2
, dan nitrogen organik N-org. Pada
umumnya tanaman memanfaatkan nitrat lebih banyak dibandingkan amonium karena konsentrasinya yang lebih besar Tisdale et al. 1990.
Sumber utama N adalah berasal dari bahan organik, atmosfir, fiksasi oleh mikroorganisme, pupuk kandang dan pupuk kimia urea dan ZA. Nitrogen
mudah hilang atau tidak tersedia bagi tanaman melalui proses pencucian NO
3 -
, denitrifikasi NO
3 -
menjadi N
2
, volatilisasi NH
3
, fiksasi oleh mineral liat dan digunakan oleh mikroorganisme tanah. Permodelan N dalam SWAT disajikan
pada Gambar 3.
Gambar 3 Model N dalam SWAT Neitsch et al. 2005 Sebagian besar N tanah adalah N-organik. Nitrogen organik tersebut
ditransformasikan secara lambat menjadi amonium dan akhirnya menjadi nitrat yang merupakan bentuk N yang dapat diserap oleh tanaman. Nitrat merupakan
bentuk terlarut dalam air, karena itu cenderung bergerak bersama air ke dalam profil, akibat proses pencucian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maryati 1999 pada DAS Ciliwung Gadog-Ciawi, hasil analisis kandungan N-
NO
3
adalah 0,23 mg l
-1
. Kandungan nitrat pada perairan kelas I dan II menurut PP 822001 yang diperbolehkan
≤ 10 mg l
-1
.
Zubaidah 2004 mengemukakan bahwa dalam aliran air sesudah hujan di DAS Ciliwung Hulu, kadar hara tertinggi adalah N yaitu 20,73 ppm yang berasal
dari penggunaan lahan hutan dan terendah adalah P yaitu 0,68 ppm yang berasal dari penggunaan lahan perkebunan. Dalam endapan, kadar hara tertinggi adalah
C-organik yaitu 96566,67 ppm 9,66 dan terendah adalah P yaitu 1,00 ppm yang berasal dari penggunaan lahan perkebunan Tabel 1.
Tabel 1 Kadar unsur hara dalam aliran air dan sedimen sesudah hujan menurut penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu
Parameter Kadar unsur hara sesudah hujan ppm
Aliran air Sedimen
Hutan Perkebunan Tegalan Hutan Perkebunan Tegalan
N 20,73 14,74 16,39
3200,00 3500,00
2900,00 P 0,68 0,65
2,14 14,10
1,00 1,90
K 0,93 0,80 1,00
39,00 58,50
158,60 Ca 10,43
4,50 7,30
190,00 478,00
1706,00 Mg 2,70 1,95
2,30 33,60
93,60 90,00
C-organik - -
- 96566,67
42700,00 21500,00
Kegiatan pertanian merupakan salah satu penyebab dari non point source pollution
. Suatu kegiatan pertanian secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan, yang diakibatkan oleh penggunaan bermacam-
macam pupuk buatan dan pestisida. Pupuk yang mengandung N dan P dapat larut oleh aliran permukaan dan terakumulasi di badan air sungai.
2.6 Model SWAT
Model merupakan replika sistem dengan perbandingan tertentu, suatu konsep, sesuatu yang mengandung hubungan empiris, atau suatu seri persamaan
matematis atau statistik yang menggambarkan sistem Indarto 2012. Model merupakan alat yang digunakan untuk mempelajari hubungan antar parameter di
dalam suatu sistem. Soil and Water Assessment Tool
SWAT adalah model prediksi untuk skala daerah aliran sungai DAS yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold untuk
USDA ARS Neitsch et al. 2005. SWAT dikembangkan untuk memprediksi dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen dan bahan kimia
pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang bermacam-macam
sepanjang waktu yang lama.
Model SWAT mempunyai beberapa keunggulan yaitu dibangun berdasarkan proses yang terjadi dengan menghimpun informasi mengenai iklim,
sifat tanah, topografi, tanaman dan pengelolaan lahan yang terdapat dalam DAS, mempunyai data input yang sudah tersedia, dapat dikerjakan secara efisien
menggunakan komputer sehingga hemat waktu dan biaya dan memungkinkan pengguna untuk mengevaluasi dampak jangka panjang dalam suatu DAS Neitsch
et al. 2005. Selain itu Model SWAT menggunakan hubungan deskripsi
matematika dan empiris dalam menghitung respon hidrologi. Dalam penggunaannya, model SWAT membutuhkan data input yang cukup banyak dan
kompleks. SWAT merupakan perkembangan dari model CREAMS Chemical, Runoff
and Erosion from Agriculture Management System Knisel 1980, GLEAMS
Groundwater Loading Effects on Agriculture Managements System Leonard et al
. 1987 dan EPIC Erosion-Productivity Impact Calculator Gassman et al. 2005. Dalam perkembangannya, SWAT telah dikembangkan dalam Windows
dan Microsoft Visual Basic. SWAT juga telah dikembangkan sebagai interface dalam software GIS ArcGIS.
Komponen model SWAT mencakup iklim, hidrologi, temperatur tanah, sifat-sifat tanah, pertumbuhan tanaman, hara, pestisida, bakteri dan manajemen
lahan. Untuk pemodelan, suatu DAS dibagi menjadi beberapa sub-basin atau sub- DAS. Sub-basin adalah pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan
penggunaan lahan dan tanah atau sifat lain yang berpengaruh terhadap hidrologi. Informasi input untuk setiap sub-basin dikelompokkan atau disusun ke dalam
katagori berikut: iklim, unit respon hidrologi HRUs, daerah basah, air bawah tanah dan saluran utama yang mendrainase sub-basin.
SWAT Editor merupakan suatu interface yang digunakan dalam melakukan pengeditan parameter, database SWAT, point source model, inlet, data reservoir,
menjalankan proses running model SWAT dan analisis kalibrasi serta sensitivitas Winchell dan Srinivasan 2007. SWAT Editor memerlukan parameter
geodatabase dan database yang sesuai dengan format SWAT.
2.7 SWATCUP
Model SWAT-CUP dapat membantu pemodel untuk melakukan kalibrasi, validasi dan analisis ketidakpastiaan pada model hidrologi SWAT. SWAT-CUP
dapat membantu pemakai model untuk mengurangi masalah dan error dalam proses kalibrasi. Dalam suatu model skala DAS terdapat banyak ketidakpastian
yang mencakup konsep yang digunakan, data input yang digunakan, dan penghitungan parameter. Abbaspour 2011 menyatakan bahwa ketidakpastian
konsep mencakup a penyederhanaan konsep yang digunakan, b proses yang terjadi dalam suatu DAS tidak terdapat dalam model erosi angin dan longsor, c
proses yang dihitung dalam suatu model akan tetapi pengguna tidak mengetahui proses yang terjadi dalam DAS misalnya irigasi, transfer air dan peternakan ayam
yang mempengaruhi kualitas air dan d adanya suatu proses yang tidak diketahui pembuatpengguna model dan tidak terdapat dalam model misalnya pembangunan
jalan, dam dan terowongan. Ketidakpastian input data mencakup kesalahan dalam memasukkan data input seperti data curah hujan. Ketidakpastian parameter
mencakup adanya beberapa parameter yang berpengaruh terhadap output sehingga tidak diketahui parameter yang paling dominan dan bersifat unik. Kondisi suatu
wilayah yang berbeda dengan wilayah lainnya menyebabkan parameter yang mempunyai pengaruh dalam suatu DAS juga berbeda. Parameter yang
menentukan dalam suatu DAS dapat berbeda dengan DAS lainnya. SWAT CUP merupakan program yang dapat digunakan dan disebarluaskan
secara bebas. Pada model SWAT-CUP terdapat empat program yaitu SUFI2, GLUE, ParaSol dan MCMC yang berhubungan dengan database SWAT. Model
SUFI2 merupakan model yang tingkat kesulitannya agak rendah dibandingkan dengan model GLUE, ParaSol dan MCMC.
Pada Gambar 4 disajikan langkah pengoperasian SWATCUP. Terdapat tiga bagian yang saling terkait yaitu model SWAT merah muda, input SWAT hijau
dan model SWATCUP-SUFI2 kuning.
Gambar 4 Langkah operasi penggunaan SWATCUP SUFI2 Abbaspour 2011
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di sub DAS Ciliwung Hulu yang terletak pada posisi 6º37’- 6º46’ LS dan 106º50’ - 107º0’ BT Gambar 5, yang secara administratif
meliputi 5 wilayah kecamatan yaitu Bogor Timur, Ciawi, Sukaraja, Megamendung dan Cisarua. Kegiatan penelitian lapang dilaksanakan mulai bulan
Juni 2011 sampai dengan Juni 2012.
Gambar 5 Peta lokasi penelitian
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Berikut data yang digunakan:
• Data iklim harian tahun 2006-2011 yang meliputi penyinaran matahari,
temperatur dan kecepatan angin Balai Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II Citeko
• Data curah hujan harian tahun 2006-2011 stasiun Citeko, Gunung Mas dan
Gadog yang diperoleh dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, dan Balai Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Darmaga •
Peta DEM Digital Elevasion Model dengan resolusi spasial 30 x 30 m •
Peta penggunaan lahan tahun 2010 •
Peta Tanah Semidetil skala 1:50.000 Pusat Penelitian Tanah 1992 dan data sifat tanah
• Data debit harian tahun 2006-2011 yang diperoleh dari Balai
Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. •
Pengukuran data sedimen dan N-NO
3
di outlet Katulampa dengan mengambil contoh air untuk masing-masing kejadian hujan
• Alat yang digunakan adalah komputer dengan software ArcSWAT ver
2009.93.7b, SWATCUP dan SWAT Plot and Graph.
3.3 Metode
Bagan alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Berbagai input yang dibutuhkan meliputi data iklim, peta DEM, peta penggunaan lahan, peta dan
data tanah serta data biofisik DAS dimasukkan ke dalam model SWAT sehingga dihasilkan suatu keluaran output. Pada hasil keluaran tersebut dilakukan
kalibrasi dan validasi untuk mengetahui tingkat keakuratan model. Berbagai teknik konservasi tanah disimulasikan untuk mengetahui Pengelolaan Lahan
Terbaik di sub DAS Ciliwung Hulu.
3.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan pengamatan di lapang. Data primer yang diambil meliputi data sifat fisik dan kimia tanah serta
pengukuran parameter di outlet Katulampa yang meliputi kadar hara nitrat N- NO
3
dan sedimen setiap kejadian hujan. Dilakukan ground cek lapangan untuk mengetahui topografi dan penggunaan lahan.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data iklim, data tanah, data penggunaan lahan dan data hidrologi. Data tersebut diperoleh dari berbagai
instansi seperti Balai Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah BMKG,
Balai Besar Pengembangan Sumberdaya Lahan BBSDLP dan Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane PSDA.
Data sekunder juga dikumpulkan melalui berbagai literatur khususnya data sifat fisik dan kimia tanah.
Gambar 6 Bagan alir tahapan penelitian
3.3.2 Pengolahan Data Input
• Pengolahan data input spasial membutuhkan data DEM dan batas DAS yang dilakukan menggunakan program ArcGIS. Data tersebut digunakan dalam
rangka untuk membuat watershed delineator delineasi DAS. • Pembuatan HRU membutuhkan data input penggunaan lahan, tanah dan
lereng. Penggunaan lahan tanaman yang terdapat di sub DAS Ciliwung Hulu pada tahun 2010 yaitu hutan primer, hutan sekunder, kebun campuran,
perkebunan, semak belukar dan tegalanladang. Penggunaan lahan urban yaitu permukiman dan tanah terbuka. Kemiringan lahan dibagi ke dalam 5
kelas yaitu: 0-8, 8-15, 15-25, 25-40 dan 40. Informasi sifat- sifat tanah dikumpulkan dari data sekunder dan data primer. Data tanah
diperoleh melalui pengambilan contoh tanah dan data sekunder Soekardi dan Djaenudin 1987, Subardja dan Buurman 1980. Sifat-sifat tanah yang
dibutuhkan meliputi infiltrasi mm.jam
-1
, permeabilitas mm.jam
-1
, kedalaman efektif mm, sifat tanah untuk setiap horizon meliputi ketebalan
horison mm, tekstur tanah, bulk density g.cm
3
, kapasitas menahan air mm H
2
O. mm tanah
-1
, saturated hydraulic conductivity mm.jam
-1
, kandungan fraksi batuan , nilai erodibilitas tanah, kandungan bahan organik tanah
dan moist soil albedo. • Pembuatan basis data iklim untuk membuat data generator iklim weather
generator data membutuhkan 14 parameter input yang harus dihitung
terlebih dahulu berdasarkan data iklim. Dalam Tabel 2 terlihat parameter input yang dibutuhkan dalam pembuatan data generator iklim. Selain itu juga
dibutuhkan pembuatan file input data curah hujan rainfall data dan temperatur. Data curah hujan yang dimasukkan berasal dari stasiun Citeko,
Gadog dan Gunung Mas 2006-2011. Kemudian dimasukkan data temperatur dari stasiun Citeko selama 6 tahun 2006-2011.
Tabel 2 Parameter input pembuatan data generator iklim No Parameter
Keterangan 1
TMPMX rata-rata temperatur maksimum ºC
2 TMPMN
rata-rata temperatur minimum ºC 3
TMPSTDMX standar deviasi suhu maksimum harian ºC
4 TMPSTDMN
standar deviasi suhu minimum harian ºC 5
PCPMM rata-rata curah hujan mm H
2
O 6
PCPSTD standar deviasi curah hujan harian mm H
2
O hari
-1
7 PCPSKW
koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan
8 PR_W1 perbandingan
kemungkinan hari basah ke hari kering
dalam satu bulan 9
PR_W2 perbandingan kemungkinan hari basah ke hari basah
dalam satu bulan 10
PCPD rata-rata jumlah hari hujan dalam satu bulan
11 RAINHHMX
curah hujan maksimum 0,5 jam mm H
2
O 12
SOLARAV rata-rata harian penyinaran matahari dalam satu bulan
MJ m
-2
hari
-1
13 DEWPT
rata-rata harian temperatur dew point dalam satu bulan ºC
14 WNDAV
rata-rata harian kecepatan angin dalam satu bulan m det
-1
3.3.3 Menjalankan model SWAT
a. Delineasi DAS
Delineasi DAS dilakukan dengan menggunakan menu Watershed Delineator
Gambar 7. Dalam membuat delineasi DAS terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: pemasukan data DEM grid add DEM grid,
penentuan jaringan sungai stream definition, penentuan outlet outlet definition, seleksi dan penentuan outlet DAS watershed outlet selection and definition dan
penghitungan parameter Sub DAS calculate subbasin parameter. b.
Analisis HRU Hidrology Response Unit Pembuatan HRU dilakukan dengan overlay data penggunaan lahan, tanah
dan kemiringan lahan. Setiap HRU yang terbentuk berisi informasi spesifik mengenai lahan tersebut yang mencakup penggunaan lahan, jenis tanah dan
kemiringan lereng. Langkah berikutnya setelah pembentukan HRU yaitu pendefinisian HRU. Melalui menu definisi HRU HRU definition maka dapat
dilakukan penentuan kriteria spesifik untuk diaplikasikan dalam HRU. Multiple
HRU merupakan opsi yang dipilih dalam tahap definisi HRU. Pada penggunaan threshold
, masing-masing penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan lereng menggunakan threshold sebesar 20, 10 dan 20.
Gambar 7 Delineasi DAS 3. Input Data Iklim
Input file untuk data generator iklim yang sudah dibuat lalu dimasukkan dalam weather data definition. Kemudian dilakukan pemasukan input data curah
hujan rainfall data dan temperatur. Input data iklim untuk pembuatan weather data definition
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Input data iklim
4. Membangun input data Setelah data iklim dimasukkan dan berhasil running maka dilanjutkan
dengan memasukkan informasi data input ke dalam basis data. Data input ini Tabel 3 secara otomatis terbentuk berdasarkan deliniasi DAS dan karakterisasi
dari penggunaan lahantanahlereng. Pembuatan input data dilakukan dengan memilih opsi Write All. Default input ini dapat diedit dengan menggunakan menu
Edit SWAT Input. Tabel 3 Data input dalam SWAT
No Input Fungsi
1 Configuration file .fig
Mendefinisikan DAS beserta parameternya
2 Soil Data .sol
Membuat data tanah 3
Weather Generator Data .wgn Data generator iklim
4 Subbasin General Data .sub
Membuat data tingkat sub DAS 5 HRU
General Data
.hru Membuat data umum HRU
6 Main Channel Data .rte
Membuat data saluran utama 7
Groundwater Data .gw Membuat data air bawah tanah
8 Water Use Data .wus
Membuat data penggunaan air 9
Management Data .mgt Membuat data pengelolaan lahan
10 Soil Chemical Data .chm
Membuat data kimia tanah 11
Pond Data .pnd Membuat data untuk badan air
12 Stream Water Quality Data .swq
Membuat data kualitas aliran air 13
Watershed General Data .bsn File berisi input proses fisik yang
dijalankan model 14
Watershed Water Quality Data .wwq
Membuat data umum kualitas air 15
Master watershed file .cio File data informasi DAS mengenai
pilihan modeling, database, cuaca, dan output specification
5. Run SWAT Run model Gambar 9 dapat dilakukan setelah mengisi tanggal mulai dan
tanggal akhir simulasi serta memilih distribusi curah hujan yang digunakan skewed normal. Dilanjutkan dengan klik Setup SWAT Run dan terakhir klik
tombol Run SWAT. Hasil dari simulasi run model dapat dilihat pada menu Read SWAT Output
atau menggunakan SWAT Plot and Graph.
Gambar 9 Simulasi model
3.3.4 Kalibrasi
Setiap unit penggunaan lahan, kemiringan, tanah dan iklim yang berbeda akan menghasilkan parameter yang berbeda. Suatu parameter dapat dipengaruhi
oleh beberapa proses yang beragam. Untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan dan parameter yang berpengaruh pada suatu DAS membutuhkan data pengukuran
dan teknik spasial analisis menggunakan fungsi pedotransfer, analisis geostatistik dan data penginderaan jauh.
Kalibrasi merupakan suatu pengujian model untuk mengetahui apakah model yang digunakan dapat menggambarkan kondisi sebenarnya. Kalibrasi
model dilakukan dengan cara membandingkan data hasil simulasi dengan data observasi. Kalibrasi model dilakukan dengan cara mengubah nilai parameter-
parameter yang bersifat sensitif dan mempunyai pengaruh besar terhadap proses hidrologi yang diukur.
Pada tahap kalibrasi, data yang digunakan yaitu data debit harian observasi dan simulasi bulan Februari-Maret tahun 2008 dan 2009. Analisis statistik yang
digunakan dalam kalibrasi yaitu dengan menggunakan korelasi koefisien Pearson R dan Nash–Sutcliffe coefficient of efficiency NSE. Nilai R berkisar antara 0
sampai dengan 1. Nilai R mendekati 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara data simulasi dengan data observasi. Kriteria nilai statistik untuk NSE disajikan pada Tabel 4 sedangkan rumus perhitungan nilai dapat dilihat pada
persamaan 1. Nash Sutcliffe efficiency NSE merupakan suatu model statistik yang
menunjukkan besar dari pengaruh hubungan data simulasi dan data observasi. Nilai NSE berkisar antara 0 dan 1, yang mana nilai mendekati 1 menunjukkan
bahwa performa dari suatu model yang baik. Model statistik NSE ini paling banyak dipakai untuk menunjukkan performa dari suatu model karena dapat
memberikan informasi yang lebih akurat mengenai nilai yang diberikan. Tabel 4 Kriteria nilai statistik NSE
Kriteria NSE
Sangat baik 0,75NSE1,00
Baik 0,65NSE0,75 Memuaskan 0,50NSE0,65
Kurang memuaskan NSE
≤0,50
sumber: Moriasi et al. 2007
1
Keterangan: Yi
obs
= data observasi pengukuran Yi
sim
= data simulasi Y
mean
= rata-rata data observasipengukuran
3.3.5 Validasi
Langkah validasi bertujuan untuk membuktikan bahwa suatu prosesmetode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan. Validasi dilakukan pada data debit dengan memasukkan parameter
yang sudah dikalibrasi pada data simulasi dan kemudian membandingkan data
observasi dengan hasil simulasi debit yang sudah dikalibrasi. Data yang digunakan yaitu data debit harian bulan Februari-Maret tahun 2009 dan 2011.
Metode statistik yang digunakan adalah korelasi koefisien Pearson R dan Nash– Sutcliffe coefficient of efficiency NSE. Kriteria statistik NSE pada validasi sama
dengan kalibrasi.
3.3.6 Aplikasi Model Untuk Mensimulasikan Pengelolaan Lahan Terbaik
Dilakukan beberapa skenario pengelolaan lahan yang mendukung terhadap kegiatan konservasi tanah. Pemilihan skenario dilakukan dengan memilih file .ops
Scheduled Management Operations. Terdapat 8 pilihan manajemen di dalam SWAT akan tetapi yang akan digunakan untuk simulasi hanya empat teknologi
konservasi yaitu penggunaan teras, penanaman menurut kontur, penanaman strip strip cropping dan agroforestri. Gambar 10 menunjukkan tampilan untuk
mengedit file.ops.
Gambar 10 Operasi manajemen lahan
IV. KONDISI WILAYAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum
Sub DAS Ciliwung Hulu terletak pada posisi 6º37’- 6º46’ LS dan 106º50’ - 107º0’ BT. Luasan Sub DAS Ciliwung Hulu adalah 14.325,8 ha, dan terdiri dari 7
sub sub DAS yaitu: sub sub DAS Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan dan Katulampa. Sub DAS Ciliwung Hulu mempunyai batas sebagai
berikut: 1
sebelah timur berbatasan dengan DAS Cikarang Gabah, DAS Citarum 2
sebelah barat berbatasan dengan DAS Cisadane 3
sebelah utara berbatasan dengan DAS Cikeas Bekasi 4
sebelah selatan berbatasan dengan DAS Cikundul
4.2 Iklim
Rata-rata curah hujan dari 3 stasiun hujan yaitu Citeko, Gunung Mas dan Gadog selama 6 tahun 2006-2011 menunjukkan bahwa curah hujan maksimum
terjadi pada bulan Februari sebesar 574 mm dan diikuti bulan Januari sebesar 499,5 mm. Curah hujan minimum terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 69,1 mm.
Grafik dari sebaran rata-rata curah hujan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Rataan curah hujan bulanan 2006-2011 dari stasiun Citeko, Gunung Mas dan Gadog
200 400
600 800
Jan Feb Mar
Apr Mei
Jun Jul
Agt Sep
Okt Nop Des
Curah Hujan
mm
Berdasarkan data dari stasiun iklim Citeko tahun 2006-2011, rata-rata kecepatan angin paling besar terjadi pada bulan September mencapai 1,77 m det
-1
dan sebaliknya rata-rata kecepatan angin yang kecil terjadi pada bulan Desember dan Nopember yaitu sebesar 1,45 m det
-1
dan 1,48 m det
-1
. Data dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kecepatan angin bulanan 2006-2011 Bulan
Kecepatan Angin m det
-1
Januari 1,73 Februari 1,57
Maret 1,68 April 1,61
Mei 1,56 Juni 1,59
Juli 1,73 Agustus 1,67
September 1,77 Oktober 1,66
Nopember 1,48 Desember 1,45
Rata-rata penyinaran matahari lebih besar terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober. Penyinaran matahari mencapai puncaknya pada
bulan September sebesar 18,59 MJ m
-2
hari
-1
. Selama periode bulan Nopember- Maret rata-rata penyinaran matahari yang terjadi lebih kecil. Bulan Februari
merupakan bulan yang mempunyai rata-rata penyinaran matahari paling kecil sebesar 12,94 MJ m
-2
hari
-1
Tabel 6. Temperatur rata-rata bulanan maksimum dari BMKG Citeko selama 6 tahun
2006-2011 menunjukkan sekitar 27,1 °C terjadi di bulan September dan 27,0 °C terjadi di bulan Oktober. Temperatur rata-rata mínimum bulanan terjadi di bulan
Juli sampai dengan Oktober. Pada bulan Agustus menunjukkan temperatur rata- rata minimum paling kecil sebesar 17,2 °C. Grafik sebaran rata-rata temperatur
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Penyinaran matahari bulanan 2006-2011 Bulan
Penyinaran matahari MJ m
-2
hari
-1
Januari 13,67 Februari 12,94
Maret 14,41 April 14,98
Mei 14,62 Juni 15,00
Juli 15,94 Agustus 17,44
September 18,59 Oktober 17,99
Nopember 14,90 Desember 13,07
Tabel 7 Temperatur bulanan 2006-2011 Bulan
Temperatur °C Maksimum Minimum
Januari 24,8 18,2 Februari 24,5 18,3
Maret 25,7 18,5 April 26,3 18,7
Mei 26,6 18,7 Juni 26,4 18,1
Juli 26,4 17,4 Agustus 26,7 17,2
September 27,1 17,4
Oktober 27,0 17,9 Nopember 26,3
18,3 Desember 25,5
18,7
4.3 Topografi
Topografi sub DAS Ciliwung Hulu bervariasi mulai dari datar 0-8, berombak 8-15, bergelombang 15-25, hingga berbukit dan bergunung 25-
40 serta bergunung curam 40. Daerah yang memiliki kelerengan lebih tinggi terletak pada elevasi yang lebih tinggi, yaitu pada daerah pinggiran sub
DAS Ciliwung Hulu bagian timur dan selatan. Kelerengan merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik aliran air karena dapat menentukan besar dan
kecepatan volume runoff.
4.4 Jenis Tanah
Jenis tanah yang terdapat di sub DAS Ciliwung Hulu berdasarkan peta tanah semidetil skala 1:50.0000 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1992 terdapat
10 jenis tanah. Jenis tanah tersebut yaitu Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts, Asosiasi Typic Hapludands-Typic Tropopsamments, Asosiasi Typic
Humitropepts-Typic Eutropepts, Kompleks Typic Tropopsamments-Lithic Troporthents, Kompleks Typic Troporthens-Typic Fluvaquents, Konsosiasi Typic
Dystropepts, Konsosiasi Typic Eutropepts, Konsosiasi Typic Hapludands, Konsosiasi Typic Hapludults dan Konsosiasi Typic Humitropepts.
Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh Asosiasi Typic Hapludands-Typic Tropopsamments 23,3, diikuti Asosiasi Andic Humitropepts-Typic
Dystropepts 19,1 dan Konsosiasi Typic Hapludands 15,9. Persentase sebaran luasan dapat dilihat pada Tabel 8 dan sebaran spasial jenis tanah dapat
dilihat pada Gambar 12. Tabel 8 Luas jenis tanah sub DAS Ciliwung Hulu
No Nama Luas
ha Persen 1
Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts 2.729,5
19,1 2
Asosiasi Typic Hapludands-Typic Tropopsamments
3.343,8 23,3 3
Asosiasi Typic Humitropepts-Typic Eutropepts 43,4
0,3 4
Kompleks Typic Tropopsamments-Lithic Troporthents
5,9 0,0 5
Kompleks Typic Troporthens-Typic Fluvaquents 237,4
1,7 6 Konsosiasi
Typic Dystropepts
1.827,9 12,8
7 Konsosiasi Typic
Eutropepts 2.072,8
14,5 8 Konsosiasi
Typic Hapludands
2.277,0 15,9
9 Konsosiasi Typic
Hapludults 1.628,0
11,4 10 Konsosiasi
Typic Humitropepts
160,2 1,1
Jumlah 14.325,8 100,0
Gambar 12 Peta jenis tanah sub DAS Ciliwung Hulu
4.5 Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan pada suatu DAS sangat mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Begitu pula perubahan penggunaan lahan juga dapat
mempengaruhi hidrologi khususnya mempengaruhi besar aliran permukaan dan debit sungai. Jenis penggunaan lahan tahun 2010 yang terdapat di sub DAS
Ciliwung Hulu berdasarkan proses delineasi Tabel 9 adalah hutan primer, hutan sekunder, kebun campuran, perkebunan teh, permukiman, semak belukar, tanah
terbuka dan tegalanladang. Kebun campuran merupakan jenis penggunaan lahan yang paling luas 38 dan diikuti oleh hutan sekunder 19,9, tegalanladang
17, perkebunan 15,5, permukiman 7,0, hutan primer 1,8, semakbelukar 0,7 dan tanah terbuka 0,1. Secara spasial kenampakan dan
penyebaran penggunaan lahan di wilayah penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 13.
Tabel 9 Luas penggunaan lahan sub DAS Ciliwung Hulu No
Penggunaan lahan Luas ha
Persen 1 Hutan
Primer 257,7
1,8 2 Hutan
Sekunder 2.855,3
19,9 3 Kebun
Campuran 5.444,2
38,0 4 Perkebunan
2.213,2 15,5
5 Permukiman 1.005,2
7,0 6 SemakBelukar
94,3 0,7
7 Tanah Terbuka
20,2 0,1
8 TegalanLadang 2.435,7
17,0 Jumlah
14.325,8 100,0
Gambar 13 Peta penggunaan lahan sub DAS Ciliwung Hulu Tahun 2010