Hutan Produksi Terbatas HPT Sebagai Bagian KPHP Unit XVI

harus memilki modal yang cukup besar, sehingga masyarakat lokal lebih cenderung memilih komoditi karet. Secara lengkap dinamika perubahan tutupanpenggunaan lahan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 11. Time Series Data TutupanPenggunaan Lahan Pada Areal HPT

5.4. Sejarah Desa dan Masyarakat Sekitar HPT

5.4.1. Sejarah Desa Lokal Lubuk Kambing, Lubuk Bernai dan Suban

Sejarah asal usul dan keberadaan serta masyarakat desa Lubuk Kambing, Lubuk Bernai dan Suban relatif sama. Masyarakat ketiga desa tersebut mengaku memiliki asal usul yang sama. Dimulai dengan kedatangan orang-orang dari kerajaan Pagaruyung Minang Kabau di Sumatera Barat. Masyarakat dari desa Lubuk Kambing menyakini bahwa pada awalnya dulu terdapat serombongan orang-orang dari Pagaruyung yang datang ketempat dimana sekarang desa Lubuk Kambing berada. Daerah Lubuk kambing pada awalnya dulu oleh rombongan yang berjumlah 99 orang tersebut sering dijadikan tempat persinggahan. Rombongan dari Pagaruyung tersebut dipimpin oleh Datuk Mandaliko yang dipercaya sebagai leluhur masyarakat di daerah Tungkal Hulu terutama bagi masyarakat kecamatan Renah Mendaluh dan Batang Asam. Datuk Mandaliko sendiri memiliki dua orang saudara lainnya. Mereka bertiga pada waktu itu akhirnya menetap di daerah hulu sungai Pengabuan dan mendirikan pemukiman. Datuk Mandaliko dan kedua orang saudaranya kemudian berpencar dan mulai mendirikan desa masing-masing. Dari hasil wawancara dengan masyarakat desa, diketahui bahwa Datuk Mandaliko kemudian mendirikan desa Lubuk Kambing, salah satu adiknya mendirikan desa Lubuk Bernai dan seorang lagi mendirikan desa Rantau Benar. Ketiga desa tersebut secara administratif pada saat ini berbatasan langsung satu sama lainnya.Pada waktu itu masing-masing dari ketiga kakak beradik tersebut menjadi pemimipin di desa yang mereka dirikan dengan sebutan Rio. Cerita mengenai tujuan kedatangan Datuk Mandaliko ke daerah Tungkal Hulu agak berbeda versi dengan apa yang disampaikan oleh masyarakat desa Lubuk Bernai. Masyarakat desa Lubuk Bernai berpendapat bahwa kedatangan Datuk Mandaliko beserta 99 orang lainnya disebabkan karena pada waktu itu Datuk Mandaliko kelah bersaing untuk mendapatkan posisijabatan di kerajaan Pagaruyung sehaingga Datuk Mandaliko dan pengikutnya pindah mencari tempat yang baru. Agak berbeda dengan desa Suban, dari hasil wawancara dengan masyarakat desa diketahui bahwa mereka mengaku berasal dari keturunan yang sama dengan desa Lubuk Kambing dan Lubuk Bernai namun hanya menyebutkan bahwa mereka adalah keturunan datuk Mandaliko.

5.4.2. Sejarah Desa Transmigrasi

Berbeda halnya dengan desa Lampisi. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa desa Lampisi merupakan desa pendatang murni dengan penduduk mayoritas hampir 100 adalah masyarakat transmigran dari Jawa. Program transmigrasi desa Lampisi dilakukan bertahap dalam beberapa gelombang dimulai pada tahun 1990. Peserta transmigrasi ke desa Lampisi pada gelombang pertama berasal dari DIY Yogyakarta, Sleman, Pandeglang dan Kuningan. Kemudian pada gelombang-gelombang berikutnya diikuti oleh transmigran dari daerah lain di pulau Jawa. Program transmigrasi desa Lampisi terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit PT. Asian Agri Group.

5.5. Pola Penguasaan LahanHutan LandForest Tenure Arrangement

5.5.1. Pola Penguasaan Yang Dilakukan Oleh Masyarakat Lokal

Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai pola-pola penguasaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Pengumpulan dan analisa data berdasarkan kepada hasil FGD dan wawancara dengan beberapa informan kunci pada tiga desa yaitu desa Lubuk Kambing, Lubuk Bernai dan Suban. Analisa deskriptif mengenai pola-pola penguasaan lahan oleh masyarakat lokal akan dibagi kedalam beberapa masaperiode waktu yaitu masa sebelum adanya konsesi HPH, masa dimana konsesi HPH sudah mulai beroperasi dari tahun 1970 dan masa setelah konsesi HPH. Periode Sebelum Adanya Konsesi HPH Pada awalnya dulu masyarakat desa Lubuk Kambing, Lubuk Bernai dan Suban mendapatkan lahan dengan cara melakukan klaim terhadap lahan dan hutan. Dari pengakuan masyarakat desa cara ini biasa dilakukan karena pada waktu itu ketersedian lahan disekitar desa sangat melimpah. Hal ini sangat erat