Keamanan Tenurial Tenure Security di Areal HPT
Menurut Libecap 2009 dalam Nugroho 2011, property right yang jelas pada areasumberdaya alam dengan akses terbuka open-access arearesources akan
dapat mereduksi eksploitasi berlebihan, meningkatkan investasi dan perdagangan sehingga dapat memberikan kompensasi ekonomi bagi penggunanya.
Tidak diberikannya
hak untuk
diperjual-belikan, dipindah-
tangankandiwariskan, dan untuk dijadikan agunan bisa saja berangkat dari pola pikir Negara bahwa apabila hak tersebut diberikan maka akan terjadi proses jual
beli kawasan hutan, eksploitasi yang berlebihan sehingga meningkatkan laju deforestasi dan kerusakan hutan atau bahkan hilangnya kewenangan negara atas
penguasaan lahanhutan. Namun tidak demikian pada kenyataannya seperti apa yang terjadi di
Pulau Jawa dan beberapa tempat lainnya seperti di China. Dengan kejelasan hak kepemilikan terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan bahkan
meningkatkan luas tutupan hutan. Dengan hak kepemilikan yang jelas clear property right luasan hutan rakyat di Pulau Jawa terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dari sektor produksi kehutanan yang juga meningkat. Hal serupa juga dapat dilihat dari pengalaman reformasi tenurial
sumberdaya alam dan lahan yang terjadi di China. Lin 2010 menyatakan bahwa perubahan pola penguasaan lahan untuk pertanian dan kehutanan di China
semenjak tahun 1979 dengan terciptanya Household Responsibility System HRS terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan yang signifikan dalam produktivitas
pertanian. Dengan system ini pemerintah China memberikan lahan-lahan pertanian dan kehutanan dengan system kontrak sampai kepada tingkat
pengelolaan rumah tangga. System insentif yang diberikan ini diciptakan dan terbukti berhasil dalam meningkatkan hasil, me-relokasi lahan-lahan penguasaan
komunal dan Negara menjadi lahan-lahan dengan penguasaan rumah tangga private, dan memberikan otonomi atas penggunaan lahan dan pemilihan
tanamankomoditas Tilt, 2007. System tenurial seperti yang diberikan pada skema HRS dapat
memberikan hasil yang nyata dalam meningkatkan ekonomi pada tingkat rumah tangga dikarenakan kejelasan hak kepemilikan yang jelas yang diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakat pengelola lahan. Sumberdaya Lahanhutan yang
masuk kedalam skema HRS dengan system kontrak dengan pemerintah diberikan hak untuk diakses, dimanfaatkan, dikelola, eksklusi dan dialihkandipindah-
tangankan transferable. Melihat contoh diatas semestinya skema pengelolaan hutan oleh
masyarakat atas hutan Negara di Indonesia juga dapat dilakukan dengan hal yang serupa, atau setidaknya mencoba untuk mencari bentuk pengelolaan lahanhutan
kolaboratif yang dapat menjamin kelangsungan pengelolaan lahanhutan tersebut. Skema pengelolaan hutan oleh masyarakat seperti HTR semestinya dapat
menjawab permasalahan hak kepemilikan lahan-lahan hutan Negara yang sudah terlanjur dikuasai oleh masyarakat dengan pemberian hak kepemilikan yang
lengkap yaitu hak untuk diakses, dimanfaatkan, dikelola, eksklusi dan dialihkan. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nugroho 2011 bahwa skema
HTR yang diterapkan di Indonesia tidak bisa berjalan dengan baik dan cenderung akan gagal dalam penerapannya jika tidak dilengkapi dengan hak untuk diperjual-
belikan, dipindah-tangankandiwariskan, dan untuk dijadikan agunan. Skema HTR yang ditawarkan oleh Negara pada saat ini tidak mampu menjamin
kelangsungan pengelolaan dan tidak mampu memberikan kepastian insentif ekonomi yang jelas bagi pengelolanya.