Sejarah Desa Lokal Lubuk Kambing, Lubuk Bernai dan Suban
Dengan keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dan menambah modal berupa lahan garapan land capital maka secara tidak langsung berdampak
kepada tekanan terhadap lahahhutan. Masyarakat pendatang terpaksa harus membeli lahanhutan dikarenakan statusnya sebagai pendatang sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan klaim terhadap kawasan hutanlahan yang ada. Lahanhutan yang diperjual belikan merupakan kawasan yang diklaim oleh
individukelompok masyarakat lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Li 2002, menjelaskan bahwa privatisasi lahanhutan oleh masyarakat lokal menjadi
landasan yang membuat lahanhutan menjadi komoditas yang dapat diperjual- belikan kepada masyarakat pendatang.
Terbentuknya institusi informal jual-beli lahanhutan informal land market institution merupakan rangkaian proses interaksi antara masyarakat lokal
yang memiliki klaim lahanhutan dengan masyarakat pendatang. Masyarakat transmigran yang mulai datang pada awal tahun 1990 pada kenyataannya dengan
berjalannya waktu sampai dengan saat ini sudah jauh lebih mapan secara ekonomi apabila dibandingkan dengan masyarakat lokal. Dengan kondisi ekonomi yang
jauh lebih mapan maka tercipta motif untuk menambah lahan garapan baru. Tingginya kebutuhan akan lahan tidak serta merta terjadi begitu saja.
Meningkatnya kebutuhan akan lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah dengan adanya program transmigrasi yang membawa dampak kepada
pengenalan komoditas dan teknologi pertanian tertentu. Program transmigrasi memperkenalkan system bercocok tanampertanian yang baru dan menciptakan
proses jual beli lahan Koczberski et al., 2009, dimana para transmigran dan pendatang lainnya membeli lahan dari masyarakat lokal.
Hal tersebut diatas ditemukan di desa Suban, dimana komoditas unggulan masyarakat sudah bergeser dari karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Dari hasil
FGD yang dilakukan diketahui bahwa banyak lahan-lahan perkebunan karet masyarakat dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dan tidak sedikit juga
lahan klaim yang sudah ditanami karet diperjual belikan kepada pendatang. Mayoritas pendatang di desa Suban adalah masyarakat etnis Batak yang banyak
mengusahakan perkebunan kelapa sawit di daerah Suban dengan membeli lahanhutan dari masyarakat lokal.
Institusi jual beli lahanhutan juga merupakan rangkaian proses interaksi antara pola-pola penguasaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dengan
pola-pola penguasaan lahan yang dibawa oleh pendatang. Contohnya, di desa Lubuk Kambing dan Lubuk Bernai banyak dijumpai pola-pola penguasaan lahan
dengan sistem mawah. Sistem mawah ini sendiri merupakan pola penguasaan lahan yang diperkenalkan oleh etnis Jawa dan Bugis. Untuk mendapatkan lahan
garapan baru di desa Lubuk Kambing dan Lubuk Bernai masyarakat pendatang mayoritas etnis Jawa dilakukan dengan proses bagi hasil tanah ketika kelapa
sawit sudah mulai menghasilkan. Selain itu pola hutan gilir yang diterapkan di desa Lubuk Kambing dan
Lubuk Bernai juga berimplikasi kepada maraknya jual beli lahan. Hutan gilir sejatinya adalah aturan yang mengatur pemanfaatan lahan dimana seseorang akan
kehilangan hak kelola dan penguasaan atas sebidang lahanhutan apabila tidak diusahakan dalam tiga tahun. Hak kelola dan penguasaan akan berpindah kepada
orang yang mengelola dan menguasai tanah yang ditinggalkan tersebut. Dan juga menjadi hak pengelola dan penguasa berikutnya untuk memperjualkan lahan yang
pada umumnya sudah berbentuk semak atau ditanami dengan tanaman hortikultura sebagai bagian dari pola perladangan berpindah. Setelah tanah dijual
kepada pendatang maka hasil dari jual beli tersebut merupakan hak si penjual dan ada kalanya dibagi dengan orang yang mengelola dan menguasai tanah tersebut
untuk pertama kalinya sebagai upah jerih payah dalam membuka hutan. Jual beli lahanhutan dilakukan dengan serangkaian proses dan melibatkan
beberapa pihak yang memiliki perannya masing-masing. Pihak-pihak yang terkait dengan proses jual beli lahanhutan yang dapat ditemui dilapangan adalah
pembeli, penjual, makelar, saksi jual beli orang yang memiliki kebun yang berbatasan langsung dengan kebun yang diperjual-belikan, ketua RT, ketua RW,
kepala dusun dan perangkat desa serta kepala desa. Pihak-pihak yang terlibat dan peran masing-masing pihak dalam proses
jual beli lahanhutan dijelaskan sebagai berikut: