Budaya Masyarakat Dayak Desa
dalam keseharian maupun upacara lain sehingga pengetahuan dan penguasaan semayan hanya terbatas pada para semanang yang bertugas memimpin upacara
tersebut.
Bekandu’ berasal dari kata kandu’ yang dalam bahasa Desa berarti cerita sehingga bekandu’ berarti bercerita secara lisan tentang berbagai kisah atau
dongeng. Bekandu’ biasa dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak, atau kepada sesama saat beraktivitas di sawah. Adapun bejereh-bebantah adalah rangkaian
senandung yang merupakan bagian dari penegakan hukum adat yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bejereh yang menjelaskan asal mula perkara adat yang
diperselisihkan antara dua pihak, dan bebantah menjelaskan yang berisi pembelaan dari pihak tergugat. Prosesi bejereh-bebantah sama-sama berupa
senandung yang berisi kesaksian dan doa kepada Jubata tuhan agar memilihnya sebagai pemenang perkara. Keputusan pemenang perkara ditentukan oleh sabung
ayam yang disaksikan oleh seorang Lit atau hakim.
Masyarakat Dayak Desa di lokasi studi telah mengenal musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah bersama yang disebut baum
rapat kampung. Beberapa baum dilakukan secara rutin untuk memutuskan kesepakatan dalam kegiatan beduru’ sistim arisan tukar bantuan tenaga dalam
berladang dan nyelapat taun. Ada pula baum yang membahas tentang inovasi penting bagi kehidupan mereka seperti dalam memutuskan bertahan di rumah
betang karena keterbatasan lahan, kesepakatan dalam memodifikasi dan memanfaatkan ruang rumah betang sesuai kebutuhan masa kini, kesepakatan
untuk menurunkan ketinggian lantai, menambah ruang pada bilik, memodifikasi tanju, membuat lumbung padi yang terpisah dari betang sebagai upaya
mempertahankan rumah betang, kesepakatan mengandangkan babi
dan kesepakatan penting dan sebagainya. Pelaksanaan baum mencerminkan sikap
masyarakat yang terbuka pada saran dan menghargai kaum terpelajar namun tetap menghormati pemimpin adat dan para tetua dalam mengambil keputusan.
Dayak Desa di Ensaid Panjang masih menjaga identitas desa Dayak, yaitu rumah betang. Rumah betang merupakan permukiman tradisional suku Dayak
dengan bentuk panggung dan memanjang yang dihuni secara komunal. Upacara betenung diperlukan untuk memilih lokasi rumah betang. Dalam upacara tersebut
dilakukan pengundian nama untuk menentukan 3 orang untuk menjadi juru piara rumah yang terdiri dari pun, nekop, dan ngapit. Penentuan pun, nekop, dan ngapit
dilakukan dengan ritual menjampi telur ayam yang sudah diwarnai dengan 3 warna yaitu kuning dari kunyit, putih dari kapur sirih dan hitam dari arang
yang mewakili ketiga orang yang telah diundi sebelumnya. Pada bagian atas telur diberi lubang kecil, dibacakan jampi oleh tetua adat yang berisi doa kepada petara
lalu dipanaskan di atas api dengan lubang berada di atas. Telur yang matang akan keluar dan mengenai cangkang telur yang berwarna. Warna yang dilalui telur
ditetapkan sebagai pun sedangkan dua lainnya sebagai penguat rumah nekop dan ngapit. Namun jika telur meluber melewati batas antar warna maka ketiga orang
tersebut dianggap bahwa ketiganya dianggap tidak layak oleh petara sehingga perlu diundi 3 orang yang berbeda. Jika juru piara rumah sudah ditentukan, pun
akan menempati bilik yang terletak di tengah rumah sedangkan nekop dan ngapit menempati bilik yang mengapit bilik milik pun. Bilik milik nekop berada di
sebelah kanan bilik milik pun dengan arah bukaan daun pintu berlawanan dengan arah bukaan daun pintu bilik pun; sedangkan bilik milik ngapit terletak di sebelah
kiri bilik milik pun dengan arah bukaan daun pintu searah dengan arah bukaan pintu bilik milik pun Santoso, 2008.
Tiang untuk bilik milik pun merupakan tiang pertama dan utama yang dipancangkan saat pembangunan rumah. Pada tiang ini dipasang sesajian selama
sepekan dan dibacakan mantra untuk memanggil burung-burung tertentu yang dipercaya membawa pertanda. Jika burung berbunyi indah maka prosesi
pembangunan dapat dilanjutkan namun jika tidak maka harus memilih tempat baru. Selain itu pembatalan pembangunan pada lokasi yang sudah dipilih dapat
terjadi jika dalam waktu 3, 5, atau 7 hari menunggu sesaji, terdapat warga yang meninggal, sehingga harus memilih lokasi baru. Hal ini disebut teraka bangkai.
Dalam budaya Dayak Desa, ada perbedaan sebutan untuk rumah tradisional, yaitu berdasarkan jumlah bilik. Rumah dengan bilik kurang dari 6
bilik disebut langkau, rumah dengan jumlah bilik antara 6 sampai 10 disebut terata’, sedangkan rumah yang memiliki lebih dari 10 bilik disebut sebagai
betang. Pada lokasi studi, bilik rumah berjumlah lebih dari 20 dan seluruhnya mencapai panjang kurang lebih 130 meter sehingga disebut sebagai rumah betang.
Secara arsitektur, rumah betang dapat dikelompokkan dalam rumah deret karena satu kediaman sebuah keluarga bersebelahan langsung dengan kediaman
keluarga di sebelahnya. Rumah betang di lokasi studi terdiri dari beberapa ruang penting, yaitu sadau bilik, sadau tingka’, sadau empelengu’, tanju’, padong, ruai,
teluk, bilik baruh, serambi’, tingka’, dan baruh Tabel 10. Berdasarkan filosofi ruang, rumah betang terdiri atas ruang atas, ruang tengah dan ruang bawah
sedangkan berdasarkan pemanfaatan ruang, rumah betang terdiri atas ruang privat dan ruang publik Gambar 21.
Ruang privat terdiri dari bilik dan serambi’, sedangkan ruang publik terdiri dari ruai, padong, teluk dan tanju’ Santoso, 2008. Pembagian ruang tengah, atas
dan bawah dipengaruhi oleh kepercayaan setempat bahwa terdapat dunia yang berbeda antara tuhan, manusia, dan binatang Santoso, 2008. Tuhan berada di
ruang tertinggi, manusia di ruang tengah dan binatang di ruang bawah. Ruang atas digunakan untuk meletakkan sesajian yang disebut pedara’ sebagai ucapan syukur
atas keberhasilan yang dicapai atau sebagai permohonan agar dihindarkan dari malapetaka. Tempat menyimpan pedara’ disebut ranca’ yaitu anyaman bambu
berbentuk keranjang kecil. Di samping ranca’ biasanya digantung beram, yaitu bambu berisi tuak beras. Selain untuk sesajian, ruang atas digunakan untuk tempat
penyimpanan barang keluarga sadau bilik, tempat penyimpanan barang milik bersama sadau ruai, dan tempat mengintai musuh pada masa kayau sadau
emplengu’.
Pada kehidupan sehari-hari manusia beraktifitas di ruang tengah dan bawah diperbolehkan ke ruang atas hanya pada keadaan tertentu sedangkan
hewan harus dibunuh jika sampai naik ke ruang atas. Beberapa hewan mamalia yang dapat menapaki tangga, seperti anjing dan kucing, boleh naik sampai ruang
tengah sedangkan mamalia lain yang tidak bisa menpaki tangga, seperti babi, harus dibunuh.
Tabel 10 Bagian dan fungsi ruang pada rumah betang di lokasi studi
No Nama lokal
Fungsi Penggunaan
Masa lalu Sekarang
1. Baruh kolong
- Tempat memelihara babi - Ruang penyimpanan
Ya Ya
2. Tanju
- Tempat menadah air hujan - Tempat menjemur padi
- Tempat alas kaki Ya
Ya dengan modifikasi
3. Padong
- Tempat menerima tamu bersama yang tidak menginap
- Ruang kegiatan santai dan berkumpul
- Tempat menyimpan alat penangkap ikan
- Jalur sirkulasi Ya
Ya
4. Ruai
- Tempat mengolah padi sebelum ditumbuk
- Tempat melakukan aktivitas di siang hari
- Jalur sirkulasi - Tempat menyimpan padi
sebelum ditumbuk Ya
Ya
5. Telu’
- Jalur sirkulasi - Tempat menumbuk padi
- Tempat meletakkan alas kaki Ya
Ya 6.
Bili’ baruh - Tempat masak dan makan
- Tempat menerima tamu yang menginap
- Ruang tidur tamu - Tempat menyimpan barang
tikar, alat tenun, dll Ya
Ya
7. Serambi’
- Tempat tidur penghuni rumah Ya
Ya 8.
Tingka’ - Tempat makan
- Tempat menyimpan peralatan pertanian yang sering
digunakan Tidak
Ya
9. Dapo’
- Tempat memasak - Tempat menyimpan air
minum - Tempat menyimpan kayu
bakar Tidak
Ya
10. Sadau Bili’
- Tempat menyimpan peralatan pertanian yang jarang
digunakan - Tempat menyimpan padi
Ya Ya
11. Sadau Ruai
- Tempat menyimpan barang tikar, alat pertanian, alat
penangkap ikan, dll Ya
Ya 12.
Sadau Punggu’ Sadau Empelengu’
- Tempat mengawasi musuh - Tempat menggantung pedarak
sesajen Ya
Ya
Lanjutan Tabel 10 Bagian dan fungsi ruang pada rumah betang di lokasi studi
No Nama lokal
Fungsi Penggunaan
Masa lalu Sekarang
13. Samai Induk
Samai Ulu - Jalan masuk rumah dari arah
punggung ulu selatan Ya
Ya 14.
Samai Laki Samai Ili’
- Jalan masuk rumah dari arah punggung ili’ utara
Ya Ya
15. Tangga’ Tanju
- Jalan masuk rumah dari arah tanju timur
Tidak Ya
Sumber: Santoso 2008, Pengamatan Lapang 2013
Pada masa lalu, lantai bidang dasar rumah berjarak jauh dari permukaan tanah, yakni sekitar 5-8 meter tidak ada dokumentasi foto. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan keamanan. Bidang dasar yang tinggi berguna dalam melindungi suku dari bencana banjir, serangan hewan liar, dan terutama untuk
perlindungan perang antar suku saat budaya kayau masih dilakukan. Sejak budaya mengayau resmi dilarang oleh Belanda pada tahun 1924, peperangan antar suku
dan praktik mengayau semakin jarang McKinnon et al, 2000. Perasaan aman mempengaruhi ketinggian bidang dasar rumah betang yang dibangun setelah
tahun tersebut. Saat ini ketinggian bidang dasar rumah kurang lebih 1,5 meter.
Gambar 21 Skema melintang rumah betang di lokasi studi Bentuk rumah betang yang khas dari Dayak Desa asli tetap dipertahankan
dengan beberapa modifikasi atau penambahan sesuai kebutuhan misalnya tingka’ dan dapo’ Santoso, 2008. Di masa lalu, dapur yang berupa tungku, para-para,
dan tempat mencuci tangan dari kayu jengger yang disusun jarang, terletak di dekat pintu masuk bilik. Sisa makanan yang dibuang dari dapur langsung dimakan
babi yang dibiarkan lepas di baruh rumah. Tingka’ dan dapo’ baru ada setelah masyarakat dihimbau oleh pemerintah untuk memindahkan kegiatan memasak
dari bilik baruh demi alasan kenyamanan ketika tamu berkunjung ke betang. Modifikasi fisik dilakukan dengan merendahkan bidang dasar kedua ruang
tambahan tersebut agar perubahan yang dilakukan tidak mengubah atap. Selain itu babi mulai dipelihara di kandang.
Penyesuaian lain terjadi pada bagian tanju. Menurut informan kunci, rumah betang Dayak Desa sebelumnya memiliki tanju yang lapang tidak ada
dokumentasi foto. Tanju digunakan untuk keperluan menjemur padi dan kegiatan luar ruangan lain untuk mencegah pengayauan. Sebagai kerabat Dayak Iban yang
terkenal sebagai pengayau, tanju merupakan salah satu ciri masyarakat yang bersifat agresif menyerang, namun atas pertimbangan berhentinya budaya kayau
maka tanju ditiadakan saat pembangunan rumah tahun 1986. Saat ini tanju dibangun di sisi timur rumah betang dengan ukuran kecil dan terpisah-pisah.
Sisi utara Sisi selatan
Sisi timur
Sisi timur
Gambar 22 Akses masuk rumah betang di lokasi studi Penyesuaian lain adalah pada tangga Gambar 22. Pada masa lalu hanya
terdapat 2 akses masuk betang, yaitu melalui tangga moa samai di selatan ulu dan utara ili’. Samai ulu dan ili’ adalah tangga tunggal tinggi dari kayu besi pada
sisi utara dan selatan rumah betang yang dapat dilepas-pasang dan sengaja dibuat tanpa pegangan, untuk mempersulit suku lawan naik ke rumah pada masa kayau.
Saat ini, akses masuk betang tidak hanya melalui samai ulu dan ili’ melainkan
juga melalui tangga-tangga tanju pada sisi timur rumah. Saat ini samai ulu dan ili’ masih dipertahankan. Tangga tersebut dapat dinaik-turunkan, namun di
pinggirannya diberi pegangan namun anak tangga.
Keberadaan baruh rumah kolong dipertahankan. Pemanfaatan baruh rumah hingga tahun 2011 adalah untuk memelihara babi namun saat ini
pemeliharaan babi tidak dilepaskan melainkan dipelihara di dalam kandang- kandang kecil terpisah yang terletak di belakang rumah betang. Hal ini didorong
oleh anjuran pemerintah dalam rangka mendukung program pariwisata serta kesadaran masyarakat mengenai kebersihan lingkungan. Saat ini kolong rumah
dimanfaatkan untuk menyimpan persediaan kayu bakar dan kayu persediaan renovasi rumah atau untuk menyimpan sepeda motor Gambar 23.
Gambar 23 Pemanfaataan baruh rumah betang saat ini Pada masa lalu, masyarakat Dayak Desa Ensaid Panjang hidup nomaden
karena secara rutin melakukan pindah rumah setiap 5 sampai 10 tahun sekali. Perpindahan dilakukan terutama jika masyarakat di rumah betang yang lama
mengalami musibah seperti kematian tidak wajar secara berurutan atau bila ada anggota masyarakat yang mendapat petunjuk bahwa mereka harus pindah.
Petunjuk pindah rumah dapat berupa mimpi maupun petunjuk alam seperti terdengarnya suara jenis burung tertentu yang diyakini membawa pertanda buruk.
Pengetahuan mengenai jenis-jenis burung yang memberi petunjuk kepindahan rumah saat ini terbatas dan sulit dilacak karena masyarakat yang memiliki
pengetahuan tersebut semakin sedikit dan habitat burung berkurang.
Saat ini masyarakat Dayak Desa di lokasi studi tidak lagi hidup nomaden melainkan telah menetap selama kurang lebih 29 tahun terakhir. Rumah betang di
Dusun Rentap Selatan merupakan satu-satunya rumah betang di Kabupaten Sintang yang masih terjaga. Keberadaan rumah betang sangat penting bagi budaya
Dayak Desa karena berbagai kegiatan umumnya dilakukan di rumah betang Tabel 11. Lingkungan di sekitar rumah betang seperti telaman halaman,
sungai, dan kebun menjadi tempat aktivitas masyarakat Dayak Desa Gambar 24.
Tabel 11 Ruang aktivitas budaya masyarakat di lokasi studi
Jenis Aktivitas Budaya Ruang
R um
ah B
et ang
H al
am an
S unga
i L
ada ng
S aw
ah K
ebun T
aw ang
B uki
t
Tata Cara Hidup a.
Kelahiran √
b. Pernikahan √
c. Interaksi sosial
√ √
d. Membersihkan diri √
e. Musyawarah baum
√ f.
Kematian √
Aktivitas Harian a.
Menanam padi √
√ b. Menjemur padi
√ c.
Menumbuk padi √
d. Menyimpan padi √
√ e.
Mengambil buah √
√ f.
Menyadap noreh √
g. Mengambil kayu bakar √
h. Mengambil madu √
√ i.
Menangkap ikan √
j. Berburu
√ √
k. Menenun √
l. Membuat kerajinan anyaman
√ m. Mambuat perkakas kayu dan besi
√ √
Upacara Adat a.
Penyambutan tamu √
√ b. Memandikan bayi
√ c.
Tusuk telinga √
d. Asah gigi √
e. Gunting rambut
√ f.
Nanam ayu dan patah ayu √
g. Pengobatan belian √
h. Menebang kayu
untuk betang
meramu √
√ i.
Nyelapat taun √
√ √
j. Bekana
√
Sumber: wawancara, pengamatan lapang 2013
Meskipun telah hidup menetap, masyarakat Dayak Desa masih memiliki ketergantungan erat dengan hutan. Mereka secara rutin memperbaiki bagian-
bagian rumah yang rusak dengan mengandalkan bahan bangunan yang berasal dari hutan Tabel 12. Kegiatan memperbaiki rumah dilakukan secara beduru’
bergotong royong, diawali dengan upacara meramu yang dilakukan sebelum pemanenan kayu.
Gambar 24 Ragam aktivitas masyarakat di lingkungan rumah betang Terdapat beberapa aturan penting terkait pembangunan dan perbaikan
rumah misalnya tiang pertama tiang mun harus berasal dari kayu belian Eusideroxylon zwageri yang masih hidup sedangkan kayu lainnya terutama
kayu durian Durio sp sebaiknya dari pohon yang sudah mati atau tersambar petir. Kayu yang disambar petir dianggap sebagai kayu terbaik untuk bahan
bangunan. Kayu kumpang Horsfieldia polyshperula digunakan untuk atap rumah karena dipercaya dapat melindungi dari roh jahat. Selain itu kayu ini juga
digunakan untuk upacara adat lain, dengan cara menancapkan batang yang telah diukir di sekeliling tempat upacara.
Tabel 12 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Fungsi
1. Bambu
Gigantochloa latifolia Tiang sementara
2. Bekakal
- Lantai
3. Belian
Eusideroxylon spp. Tiang mun, tangga
4. Bengkal
Albizia procera Lantai
5. Bungkang
Eugenia sp. Lantai
6. Durian
Durio zibethinus Lantai
7. Durian burung
Durio sp. Atap, lantai
Lanjutan Tabel 12 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangusnan No
Nama Lokal Nama Ilmiah
Fungsi 8.
Empetir Copaifera pallustris
Atap, lantai 9.
Emperpat Combretocarpus rotundatus
Lantai 10.
Empili’ Lithocarpus dactastayhus
Atap 11.
Entemau Cratoxylum glaucum
Atap 12.
Entungan Bluneodendron sp.
Lantai 13.
Jaung Nicolaia speciosa
Atap lumbung 14.
Kayu Geronggang Cratoxylum arborescens
Atap 15.
Kayu Jengger Ploiarium alternifolium
Lantai, Dinding
ruai pagar ai’ 16.
Kelampu’ Sandoricum koetjape
Atap 17.
Kelansau Dryobalanops oblongifolia
Dinding bilik 18.
Keleban leban Vitex pubescens
Lantai 19.
Kesia’ -
Lantai 20.
Kumpang Horsfieldia polyspherula
Atap 21.
Mabang Shorea sp.
Atap, dinding 22.
Medang Diliasia caesia
Lantai 23.
Melingkatentuyut Nepenthes spp.
Tali pengikat 24.
Mengeris Koompassia malaccensis
Lantai 25.
Menyatu’ Palaquium sp.
Atap 26.
Meranti’ Shorea sp.
Atap, dinding bilik 27.
Merbung Dactylocladus stenostachys
Lantai 28.
Merkulat Tijsmanniodendron pteropodum
Lantai 29.
Pelam babi Mangifera spp
Lantai 30.
Pendu’ Polyalthia glauca
Tali pengikat 31.
Ramin Gonytylus bancanus
Lantai 32.
Rengas Gluta renghas
Lantai 33.
Resa’ Dipterocarpus borneensis
Atap 34.
Snaga Calophyllum sp
Lantai 35.
Terentang Campnosperma auriculata
Lantai 36.
Terinju’ -
Lantai 37.
Ubah Eugenia spp
Lantai 38.
Uwi antu’ Calamus zonatus
Tali pengikat 39.
Uwi batu Calamus sp
Tali pengikat Sumber: Wawancara 2012, PRCF 2013
Artefak budaya penting lain bagi budaya Dayak Desa adalah kain tenun ikat Gambar 25. Kain tenun ikat memiliki nilai sakral karena sebelum
pembuatan kain, para penenun harus berpuasa, mengamati lingkungan, meminum ramuan, dan berdoa agar memperoleh inspirasi motif yang akan dibuat. Motif
pada kain tenun Tabel 13 memiliki simbol yang berkaitan dengan kekuatan supranatural, seperti motif burung dianggap sebagai perwakilan dunia atas yang
membawa kabar baik atau buruk sedangkan reptil merupakan simbol dunia bawah Huda, 2008. Kompleksitas motif pada kain tenun menjadi indikator usia
penenun. Secara umum, semakin tua seorang penenun maka perbendaharaan motif yang diketahui akan semakin banyak, demikian sebaliknya. Motif tenun ikat
Dayak Desa selama ini hanya mengandalkan ingatan. Di satu sisi, hal ini menyebabkan setiap helai kain tenun ikat memiliki keunikan tersendiri, namun di
sisi lain, hal ini meningkatkan probabilitas kehilangan motif khas Dayak Desa dari generasi ke generasi.
Gambar 25 Kain tenun ikat Dayak Desa sumber: www.tenunikat.blogspot.com Di masa lalu, proses pembuatan kain tenun wajib dikuasai oleh kaum
wanita karena pakaian keluarga hanya mengandalkan buatan sendiri. Oleh karena itu keahlian menenun merupakan salah satu syarat kelayakan menikah bagi
seorang wanita, sedangkan bagi pria dilihat dari keahlian membuat perahu dan menangkap ikan. Seiring zaman, kain tenun tidak digunakan sebagai pakaian
sehari-hari dan digantikan oleh produk sandang dari luar. Hal ini membuat nilai ekonomi kain tenun meningkat. Kain tenun saat ini tidak hanya digunakan untuk
keperluan upacara bagi anggota keluarga melainkan juga untuk menambah penghasilan keluarga.
Tabel 13 Motif tradisional Dayak Desa
Motif Keterangan
Leku’ Melambangkan ular.
Titidan Melambangkan buah-buahan.
Jelu Melambangkan binatang hutan seperti babi, rusa,
kijang. Pelangka’
Melambangkan alat kerja pertanian. Ruit
Melambangkan senjata tombak. Sisik langit
Melambangkan awan yang berarak di langit. Bandung berumpa’
Melambangkan sampan perompak. Kucing kelait
Melambangkan perkelahian kucing. Kelapa rurut
Melambangkan buah kelapa yang dipetik. Cicak rawa
Melambangkan cicak yang menempel di pohon. Patah paku’
Melambangkan tanaman pakis. Pucuk rebung
Melambangkan rebung di hutan.
Sumber: Wawancara 2013
Pembuatan kain tenun ikat melalui proses yang panjang, meliputi pembuatan alat tenun, pembuatan benang dan penenunan kain. Alat tenun dapat
digunakan selama bertahun-tahun. Pada pembuatan bagian-bagian alat tenun Tabel 14, salah satu bahan penting yang digunakan untuk pembuatan alat tenun
adalah kayu belian Eusideroxylon zwageri. Kayu ini dipilih karena sifatnya yang ringan dan tahan lama. Proses pembuatan alat tenun ikat meliputi tahap pemilihan
bahan, pengeringan, pembersihan, pengukuran, pemotongan dan perakitan kayu dengan pasak Arisma, 2009.
Tabel 14 Bagian-bagian alat tenun
No Bagian
Fungsi Terbuat dari
1. PautSabu’
Tali pengaman dan penyeimbang yang berada di antara alat tenun dan
penenun Rotan
Calamus sp,
kepuak, tulang keladi 2
Apit Kayu untuk memasang benang,
sebagai pengikat benang Kayu belian
Eusideroxylon zwageri, kayu suluh
3. Belia’
Alat penyusun benang berbentuk pedang, untuk membuat motif tenun
Kayu belian Eusideroxylon zwageri
4. Senggang
Penyangga agar benang tidak kusut dan alat tenun tidak roboh
Kayu senggang Hornstedtia scyphifera
5. Letan
Penahan senggang Kayu belian
Eusideroxylon zwageri 6.
Gulunan Kupap Penyimpan benang dalam membuat
motif tenun,
untuk benang
berjumlah minimum, terletak di atas Bambu
Gigantochloa sp. 7.
Gulunan Besay Penyimpan benang dalam membuat
motif tenunan
untuk benang
berjumlah dominan, terletak di bawah
Piring
8. Sau’
Penarik benang
yang akan
dimasukkan ke dalam susunan benang-benang yang akan ditenun
Enau Arenga pinata 9.
Tumpu’ Penahan kaki pada waktu menarik
benang tenun -
10. Karap
Pemisah benang sebelum membuat motif
- 11.
Kalungan Alat penggulung benang
- Sumber: Arisma 2009, Sudarto tanpa tahun
Masyarakat tradisional Dayak Desa di masa lalu memanfaatkan serat alam dari pohon kapas Gossypium barbadense untuk membuat kain tenun ikat. Proses
pembuatan dari kapas menjadi benang melewati tahapan panjang. Kapas dipetik dari pohon kemudian dibersihkan dan dijemur, dipukul berkali-kali untuk
menghilangkan serbuk yang dapat merusak benang, lalu dilipat dan dibagi menjadi beberapa bagian, baru kemudian dipintal menjadi benang. Seiring
perubahan zaman, pembuatan benang tidak lagi dilakukan sendiri. Benang yang digunakan oleh sebagian besar penenun saat ini adalah benang siap pakai yang
dibeli di pasar. Penggunaan benang siap pakai meningkatkan produktifitas penenun dalam menghasilkan kain, namun di sisi lain menyebabkan penurunan
keahlian para wanita dalam membuat benang sebagai bagian dari budaya lokal.
Proses selanjutnya adalah penenunan Gambar 26, meliputi tahap merentangkan benang, mengikat benang sesuai motif ngebat tahap 1 dan
merendam benang tahap 1, dilanjutkan dengan ngebat tahap 2 dan merendam benang tahap 2, lalu membuka ikatan benang, dan terakhir tahap menenun kain.
Di masa lalu, cairan celupan pewarna diperoleh dengan cara merebus bagian tanaman tertentu. Penggunaan pewarna alami Tabel 15 menghemat biaya
produksi karena mudah diperoleh dan tidak mengeluarkan biaya tambahan. Saat ini banyak penenun yang beralih menggunakan pewarna tekstil sintetik dengan
alasan kepraktisan, dan warna yang lebih cerah. Meskipun demikian, masih ada sebagian penenun yang tetap menggunakan pewarna alami. Kain yang dicelup
pewarna alami cenderung kurang cerah dibandingkan kain yang dicelup dengan pewarna sintetik, namun warnanya lebih tahan lama sehingga dihargai lebih tinggi
di pasar internasional dibandingkan kain tenun serupa yang diwarnai dengan pewarna buatan.
Merentang benang Mengikat ngebat
Menenun benang yang telah diwarnai
Gambar 26 Proses pembuatan kain tenun ikat Dayak Desa Tabel 15 Jenis Tumbuhan Penghasil Zat Warna
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Bagian
Warna yang dihasilkan
1. Emari’ jirak
Antidesma sp. Daun
Merah gelap, coklat 2.
Empait Clerodendrum
adenophysum Daun
Merah 3.
Engkerbang engkrabai
Psychotria vividifloria
Daun tua Merah bata, coklat
4. Engkudu mengkudu
Morinda citrifolia Akar
Merah, coklat 5.
Entemu’ Curcuma domestica
Umbi Kuning
6. Kunyit
Curcuma longa Umbi
Kuning 7.
Lengkar sebangki Neesia spp.
Kulit batang
Kuning, merah 8.
Melingkat besar
kantong semar Nepenthes spp
Batang Hitam
9. Rambutan
Nephelium lappaceum
Daun Hitam
10. Tarum padi rengat
Indigofera arrecta Daun
Biru, hitam 11.
Tarum jawa rengat Marsdenia tinctoria
Daun Biru, hitam
Sumber: Huda 2006 dan wawancara 2013
Peralihan penggunaan bahan mentah alami ke barang setengah jadi pada dasarnya disebabkan oleh faktor kepraktisan serta ketersediaan bahan baku di
alam yang tidak mampu memenuhi kebutuhan para penenun Arisma, 2009. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kain tenun ikat tidak hanya bernilai
ekonomi namun juga mencerminkan budaya lokal dan kualitas lingkungan. Penggunaan barang setengah jadi meningkatkan produktifitas penenun namun
berpotensi meningkatkan ketergantungan masyarakat akan persediaan bahan dari luar dan menurunkan pengetahuan lokal bagi generasi muda.
Selain kain tenun ikat dan rumah betang, kerajinan anyaman merupakan artefak budaya lain yang tergantung kepada hasil hutan Gambar 27. Hasil hutan
bukan kayu yang digunakan sebagai bahan baku kerajinan anyaman antara lain bambu Bambusa sp, rotan Calamus sp, resam Dicranopteris linearis danan
Korthalsia flagellaris, dan senggang Hornsstedtia scyphifera. Hasil kerajinan anyaman yang umum dibuat adalah tikar, takin wadah untuk membawa barang,
tampi’ alat menampi padi, gelang, cupai takin kecil, tungkingengkalang takin tinggi, pelaya’ tikar untuk menjemur padi, empajang keranjang besar untuk
tempat padi, bubu alat perangkap ikan, tengkalang wadah untuk mengambil padi, dan renjong keranjang. Anyaman-anyaman tersebut dibuat untuk
digunakan sehari-hari. Hanya sedikit masyarakat yang memanfaatkan kemampuan menganyam untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Mengupas kulit ari rotan Bahan yang siap dianyam
Menganyam Beberapa produk anyaman
Gambar 27 Kegiatan menganyam yang dilakukan oleh masyarakat Secara umum, masyarakat Dayak Desa di lokasi studi memiliki
pengetahuan lokal dan inovasi ekologis yang memadai dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengkonsumsi beras lokal
yang dihasikan dari kegiatan pertanian di lahan kering atau ladang uma munggu’ maupun dari pertanian lahan basah atau sawah uma paya’. Pengolahan ladang
dan sawah dilakukan secara bergotong royong beduru’ dan bergiliran Gambar 28. Pada pengolahan uma munggu’, persiapan lahan dilakukan dengan
pembakaran terkendali untuk melepaskan fosfor yang tersimpan di tanaman sebelumnya Setyawan, 2010. Adapun pengolahan uma paya’ tidak melalui
proses penggemburan tanah atau pembajakan karena jenis tanah peka terhadap erosi. Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat menyiapkan lahan sawah yang
akan ditanami dengan cara menggelindingkan batang kayu berdiameter kurang lebih 20 cm di atas rumput yang menutupi permukaan sawah. Dengan demikian
struktur tanah tidak terganggu dan unsur hara dari rumput dapat digunakan untuk tanaman padi.
Bergotong royong atau beduru’
Uma munggu’ ditanami setelah dibakar
Proses perebahan gulma di uma paya’
Gambar 28 Pengolahan lahan pertanian di Desa Ensaid Panjang Hasil pertanian disimpan dalam bentuk gabah kering yang masih
menempel di tangkai padi. Menurut masyarakat, cara penyimpanan tersebut membuat padi lebih tahan lama. Padi yang akan dikonsumsi dalam waktu dekat,
dimasukkan ke dalam karung besar dan diletakkan di dapo’. Pada masa lalu persediaan padi disimpan di sadau bilik, namun dengan pertimbangan konservasi
rumah betang, persediaan padi disimpan di lumbung yang dibangun di sisi timur rumah betang.
Sebelum dikonsumsi, padi harus diolah terlebih dahulu Gambar 29. Secara tradisional, hal yang dilakukan adalah melepaskan padi dari tangkai
dengan cara menginjak dan menggosok menggunakan kaki yang bersih. Padi yang telah lepas dari tangkai dijemur, ditumbuk dan ditampi agar padi bersih dari kulit.
Alu dan lesung yang digunakan terbuat dari kayu bunyau Shorea sp. sedangkan alat tampi terbuat dari anyaman. Saat ini ada satu warga sudah memiliki alat
penggiling padi yang ditempatkan di samping rumah betang. Dengan alat ini, proses memisahkan padi dengan kulit dapat dilakukan dengan cepat. Meski
demikian, masyarakat masih menggunakan alu dan lesung untuk mengolah berbagai makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras dan ketan. Tepung
dibuat dengan cara menumbuk beras atau ketan dengan alu dan lesung secara bersama-sama oleh para wanita. Tumbukan yang silih berganti dari beberapa alu
menghasilkan bunyi yang menarik.
Melepaskan tangkai padi Menampi padi
Menumbuk beras
Gambar 29 Aktivitas pengolahan padi
Cara unik lain dalam memasak adalah dengan pansuh dan pais. Pansuh adalah memasak dengan menggunakan wadah bambu Gigantochloa sp.. Bahan
utama yang akan dimasak biasanya protein hewani dicampur dengan rempah- rempah, dimasukkan ke bambu garam, kunyit, asam kandis, daun sengkubak dan
ditutup, lalu dibakar di atas bara api. Cara masak seperti ini dapat menghasilkan makanan yang lebih manis. Adapun pais adalah memasak tanpa minyak dan
menggunakan daun simpur Dillenia sp. muda untuk membungkus. Bahan utama yang akan dimasak biasanya ikan sungai dicampur dengan bumbu garam, daun
salam, asam kandis, daun sengkubak lalu dibungkus dengan daun simpur muda dan dibakar di atas bara api.
Peralatan pertanian dan perkakas besi yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari maupun kegiatan ritual dibuat oleh pandai besi Gambar 30. Kegiatan
pandai besi dilakukan secara tradisional Peralatan yang digunakan oleh pandai besi adalah tabung pompa udara, tungku pembakaran, besi, dan palu penempa
sedangkan bahan bakar yang digunakan adalah kayu ulin. Pembuatan perkakas tidak dilakukan setiap hari melainkan menunggu jika ada yang memerlukan. Saat
ini kegiatan pandai besi yang menguras tenaga kurang diminati oleh kaum muda. Mandau, parang, dan perkakas besi lain yang dihasilkan oleh pandai besi
dilengkapi dengan gagang dan sarung yang terbuat dari kayu entemau Cratoxylum glaucum, kayu suluh, atau kayu kumpang
Horsfieldia polyspherula. Ukiran pada sarung mandau, parang dan ukiran lain dibuat oleh
pemahat dengan inspirasi dari alam.
Menempa besi Membuat bara api menyala dengan pompa sederhana
untuk memanaskan besi yang akan ditempa
Gambar 30 Aktivitas pandai besi