karena berbagai faktor seperti faktor kedekatan dengan ladang pertanian dan sungai, faktor bencana wabah penyakit, dan sebagainya. Pada tahun 1986, koloni
masyarakat tradisional Dayak Desa tersebut membangun rumah betang di dekat muara Sungai Kebiau dan menetap hingga saat ini.
4.3.2 Spiritual Masyarakat Dayak Desa
Masyarakat Dayak Desa merupakan penganut kepercayaan animisme – dinamisme, yaitu kepercayaan kepada kekuatan alam dan roh nenek moyang yang
telah meninggal. Masyarakat Dayak Desa memuja Petara penguasa langit, Puyang Gana penguasa daratantanah dan Raja Juata penguasa air dalam
setiap ritual adat. Selain itu mereka juga memuja orang bunga kana orang bunian yang dipercaya sebagai nenek moyang mereka. Orang bunga kana
memiliki ilmu kebatinan tinggi, berparas tampan atau cantik, panjang umur, dan merupakan titisan khayangan.
Seiring waktu, penyebaran agama besar dunia mempengaruhi kepercayaan masyarakat Dayak Desa. Saat ini seluruh masyarakat Dayak Desa di Desa Ensaid
Panjang merupakan penganut agama Khatolik yang dibawa oleh misionaris Belanda yang memasuki pedalaman Pulau Kalimantan. Meski demikian, sebagian
masyarakat adat tetap melakukan ritual dan upacara adat yang mencerminkan kepercayaan animisme – dinamisme.
4.3.3 Budaya Masyarakat Dayak Desa
Budaya khas masih dimiliki oleh Dayak Desa dan tergambar dalam berbagai artefak budaya maupun jenis kegiatan adat yang dilakukan oleh
masyarakat setempat, seperti acara pe’gawai dan gawai. Pengertian gawai oleh masyarakat Dayak Desa berbeda dengan masyarakat umum. Menurut masyarakat
umum, gawai merupakan acara pesta besar sebagai tanda syukur atas hasil panen; sedangkan menurut masyarakat Dayak Desa,
gawai merupakan ajang
penyelesaian perkara adat dalam masyarakat yang meliputi prosesi bejereh- bebantah, bejereh-sabung adat, dan lain-lain. Adapun pesta besar sebagai tanda
syukur atas hasil panen disebut oleh masyarakat Dayak Desa sebagai nyelapat taun pesta tutup tahun.
Acara nyelapat taun merupakan prosesi penting dari acara pe’gawai. Dalam rangkaian acara pe’gawai, masyarakat menggunakan alat musik berupa
gendang yang masih digunakan hingga saat ini. Bunyi gendang dipercaya dapat mengusir roh jahat. Alat musik lain yang disebutkan masyarakat adalah gong,
ketebung alat musik pukul berukuran kecil, ruding alat musik tiup dengan 6 lubang, kahotong, keledi’, teleli’ dan bedau’ yang semuanya sudah punah sejak
tahun 1970-an karena pembuat alat musik tradisional sudah tidak ada.
Acara pe’gawai, rutin dilaksanakan setiap tahun selepas musim panen adalah yaitu antara bulan April-Juli. Pe’gawai meliputi rangkaian upacara adat
seperti tanam bunga-patah bunga, gunting rambut, ngansah gigi, nyelapat taun, dan lainnya. Upacara-upacara adat tersebut sekaligus untuk merayakan nyelapat
taun yang wajib dilakukan setiap tahun karena masyarakat Dayak Desa percaya bahwa mereka tidak boleh berladang sebelum melaksanakan nyelapat taun
sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, namun jika terjadi gagal panen maka acara nyelapat taun tidak digelar. Adapun pe’gawai selain nyelapat taun dapat
dilaksanakan selain waktu tersebut, jika memang diperlukan.
Acara penyambutan tamu dapat menjadi bagian dari pe’gawai nyelapat taun atau dilakukan secara terpisah. Acara ini dilakukan sebagai bentuk
penghormatan dan sambutan kepada tamu yang datang ke rumah betang. Pada masa lalu penyambutan tamu dilakukan setiap ada tamu yang datang. Adapun saat
ini penyambutan tamu hanya dilakukan pada saat tertentu seperti pada acara pembukaan nyelapat taun untuk menyambut orang penting dan terhormat yang
berkunjung, atau jika ada tamu yang minta disambut. Hal ini karena biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat untuk penyambutan tamu cukup besar.
Acara pe’gawai memandikan anak bayi di sungai dilaksanakan oleh keluarga yang memiliki bayi yang baru lahir dengan ramuan tradisional. Ritual ini
bertujuan agar bayi yang dimandikan mendapat keberkatan dan kemudahan rejeki di kemudian hari. Tujuan yang sama pada pe’gawai gunting rambut yang
dilaksanakan oleh keluarga anak kecil yang pertama kali potong rambut. pe’gawai ngansah gigi dilaksanakan bagi para remaja putra maupun putri sebagai lambang
memasuki kedewasaan dan siap berumah tangga sedangkan pe’gawai tusuk telinga hanya dilakukan pada anak perempuan saat memberi lubang untuk anting
di telinga sebagai simbol keanggunan . Pe’gawai tanam bunga dan patah bunga merupakan acara ritual yang dilakukan oleh seorang dukun semanang kepada
anak yang sakit dengan tujuan agar anak yang sakit tersebut segera sembuh. Adapun ritual pernikahan dan upacara kematian masyarakat Dayak Desa saat ini
banyak dipengaruhi agama Khatolik yang dianut oleh masyarakat Dayak Desa di lokasi studi. Pelaksanaan kedua upacara tersebut umumnya dilakukan di gereja.
Pada saat nyelapat taun dilaksanakan, acara pe’gawai menjadi ramai karena karib kerabat dan masyarakat dari berbagai kampung di sekitar desa datang
berkunjung untuk gaok temu kangen dan mempererat persahabatan. Sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu, masyarakat menyuguhkan makanan dan
minuman kepada orang-orang yang berkunjung ke rumah panjang. Hal ini dimaksudkan agar hasil panen yang mereka dapatkan pada tahun itu ikut
dirasakan oleh orang lain yang berkunjung ke rumah mereka.
Seperti pada keseharian, upacara adat masyarakat Dayak Desa tidak lepas dari budaya lisan. Budaya lisan bagi masyarakat Dayak Desa merupakan tradisi
sekaligus seni yang menghibur. Terdapat beberapa jenis seni tutur dalam budaya Dayak Desa, seperti bekana, bekandu’, bedara’, semayan, dan bejereh-bebantah.
Sebagian seni tutur yang disebutkan merupakan ritual semireligius.
Bekana merupakan budaya lisan paling terkenal dari sub suku Dayak Desa karena merupakan salah satu bagian sari ritual upacara adat. Dalam bahasa Dayak
Desa, kana berarti manusia-manusia suci yang berasal dari langit. Bekana selalu berbentuk senandung dengan syair kiasan yang mengandung makna yang dalam.
Ada tiga jenis bekana yaitu bekana basa yang merupakan senandung doa dilakukan pada upacara adat, bekana tangi yang merupakan sindiran atau pujian
kepada seseorang dapat dilakukan di keseharian, dan bekana umum yang merupakan nasihat kehidupan dalam bentuk cerita asal-usul kehidupan. Selain
bekana, budaya lisan yang digunakan dalam ritual upacara adat adalah bedara’ dan semayan. Bedara’ adalah senandung berisi puji-pujian kepada Jubata tuhan
yang penyampaiannya harus disertai dengan sesajian sebagai bentuk terima kasih atas rejeki yang diperoleh.
Semayam adalah senandung khusus yang bersifat religius dan hanya dilakukan dalam upacara belian menyembuhkan orang sakit dan tidak dilakukan