Lain  APL sehingga  perubahan  lahan  hutan  adat  untuk  peruntukan  lain  sulit dicegah, berdampak  pada  lingkungan,  perekonomian,  dan  sosial  budaya
masyarakat di sekitar perusahaan.
Kegiatan pengelolaan wisata dan perlindungan cagar budaya memerlukan wilayah  kelola  yang  jelas.  Batas  desa  di  lokasi  studi  tumpang  tindih  antara
administrasi  negara  dan  kesepakatan  masyarakat  setempat.  Berdasarkan  RTRW kawasan  Desa  Ensaid  Panjang  memiliki  luas  4905,75  ha  sedangkan  berdasarkan
kesepakatan  masyarakat adat, Desa  Ensaid  Panjang  meliputi  wilayah  seluas 2960,69 ha selisih seluas 1945,06  ha. Wilayah  administratif  yang  luas  dan
berkekuatan hukum memiliki potensi pengembangan dan pengelolaan yang besar bagi  kepentingan  masyarakat,  namun kesepakatan adat mengenai  batas  wilayah
perlu  perhatian karena  berpotensi  menimbulkan  konflik  antara  masyarakat  Desa Ensaid Panjang dan desa-desa di sekitarnya.
4.5 Karakterisasi Lanskap Budaya Dayak Desa Ensaid Panjang
Tatanan lanskap budaya Dayak Desa Gambar 35 terbentuk sebagai hasil interaksi masyarakat Dayak  Desa dengan alam dan lingkungan. Tatanan tersebut
menyerupai  mozaik  lanskap  dayak  yang  ditemukan  di  DAS  Mendalam  tipe  D Arifin et al, 2009 dimana permukiman rumah betang menghadap sungai, dekat
dengan  ladang,  dikelilingi  kebun  karet  rakyat dan  hutan. Karakter lanskap ini dipengaruhi  oleh  aspek ekologi atau  sumber  daya  alam, kondisi sosial-ekonomi,
dan aspek spiritual-budaya  yang  khas. Aspek  ekologi  terdiri  dari  jenis  tanah, topografi,  hidrologi,  iklim,  vegetasi  dan  satwa  serta  pola  penggunaan  lahan.
Aspek  sosial  ekonomi  mencakup  kependudukan,  sistem  mata  pencaharian,  dan infrastruktur.  Aspek  spiritual  budaya  terdiri  dari  unsur  sejarah,  kepercayaan,  dan
budaya  masyarakat  adat.  Selain  itu,  faktor  luar  berupa  intervensi  kebijakan pemerintah memiliki peran yang penting.
Jenis tanah aluvial merupakan jenis tanah dataran rendah  yang subur dan cocok untuk pertanian sawah dan palawija sedangkan jenis tanah podsolik merah
kuning  merupakan  jenis  tanah  dengan  tingkat  kesuburan  sedang  yang  umum ditemukan pada wilayah pada ketinggian antara 50 – 350 mdpl yang datar sampai
agak landai. Baik jenis tanah aluvial maupun podsolik merah kuning sangat peka terhadap erosi sehingga pengelolaan yang memperhatian keterkaitan antara tanah
dan air perlu dilakukan.
Bentuk  lahan  landform  yang  menyusun  topografi  di  lokasi  studi  relatif datar, kecuali pada daerah Bukit Rentap. Pencegahan erosi pada lahan yang curam
perlu  diperhatikan  karena  air  hujan  akan  mudah  hilang  pada  topografi  landai hingga  curam  namun  menggenang  pada  permukaan  yang  cekung  atau  datar.
Kecepatan  tanah  menyerap air  dan  mengalami  erosi  berkaitan  erat  dengan keberadaan  vegetasi  yang  memperkuat  struktur  tanah  dan  menyerap  air.  Pada
lokasi  studi,  hutan  di  kawasan  bukit  dan tawang dilindungi sebagai  bentuk kesadaran masyarakat akan peran hutan yang menyediakan hasil hutan, air bersih
dan  mencegah  banjir.  Di  masa  lalu  bagian  bukit  yang  cekung  digunakan  untuk perladangan,  namun  seiring  kesadaran  akan  lahan  hutan  yang  berkurang
mempengaruhi  ketersediaan  air  tanah,  bukit  tidak  lagi  digunakan  sebagai  lahan pertanian.
Gambar 35 Tatanan lanskap budaya di lokasi studi Kawasan  kaki  bukit  dimanfaatkan  untuk  area  persawahan  uma  paya’
karena  memiliki  air  dari  bukit  yang  memadai  untuk  pertanian.  Masyarakat mengkonservasi  tanah  pada uma  paya’ dengan melakukan  pengelolaan  tanah
tanpa  pembajakan,  yaitu  dengan  menggilas  tanaman  lama  sampai  rebah  dengan batang kayu sehingga unsur hara dari tanaman sebelumnya menjadi pupuk alami
untuk  tanaman  padi.  Adapun  lahan  kering  pada  area  datar  dimanfaatkan  sebagai ladang  uma  munggu’  atau  kebun  karet.  Perladangan  merupakan  sistem  yang
sesuai  sebagai  sistem  pertanian  untuk  lahan  yang  miskin  air  permukaan  karena tidak tergantung pada keberadaan air, terutama ketika musim kemarau.
Iklim  sebagai  unsur  alami  dan  sulit  direkayasa  memiliki  peranan  vital. Curah  hujan  dan  jumlah  hari  hujan  mempengaruhi  pertumbuhan  tanaman  yang
merupakan  bagian  dari  keanekaragaman  hayati  yang  berperan  penting  dalam keberlangsungan  ekosistem.  Selain  untuk  dimanfaatkan  hasilnya,  tanaman  juga
berfungsi  dalam  konservasi  air  dan  tanah.  Keberadaaan  tanaman,  terutama  jenis pohon, berfungsi sebagai penstabil tanah untuk mencegah erosi dan menyerap air
permukaan menjadi air tanah, mencegah banjir pada musim hujan dan kekeringan berlebih saat musim kemarau.
Air menjadi isu penting karena menurut budaya Dayak Desa, air merupakan salah  satu  sumber  alam  utama  yang  dipercaya  masyarakat  sebagai  sumber
kehidupan, di samping hutan dan tanah. Rumah betang dibangun di dekat sungai agar  dekat  dengan  sumber  daya  dan  memudahkan  transportasi  yang
menggerakkan  aktivitas  sosial-ekonomi.  Kehidupan  masyarakat  tidak  berjalan optimal  tanpa  didukung  sumber  daya  air  yang  optimal.  Sumber  daya  air  seperti
sungai dan mata air di bukit memiliki keterkaitan erat dengan fungsi hutan dalam menyimpan air di musim hujan dan menyediakan air di musim kemarau. Luasan
hutan yang menurun setiap tahun meskipun telah hukum adat diberlakukan. Oleh
karena  itu  intervensi  pemerintah  menjadi  salah  satu  faktor  penting  yang menentukan keberlanjutan lanskap budaya Dayak Desa di lokasi studi.
Kawasan permukiman tradisional Dayak Desa Ensaid Panjang berkembang secara organik seiring waktu organically evolved landscape. Sebagaimana suku
Dayak  pada  umumnya,  masyarakat  Dayak  Desa  selalu  membangun  rumah  di dekat sungai dan hidup berkelompok untuk mempertahankan hidup. Aktivitas dan
artefak  budaya  menyiratkan  nilai  dan  filosofi  masyarakat.  Aktivitas  budaya  dan berbagai upacara adat  yang mayoritas dilakukan  di rumah betang mencerminkan
posisi  penting  rumah  betang  bagi  kehidupan  masyarakat  Dayak  Desa.  Rumah betang  mencerminkan  kekeluargaan,  kebersamaan,  persatuan,  dan  kebanggaan
Santoso, 2008. Hal ini karena semua penghuni rumah betang memiliki hubungan darah  sehingga  rasa  kekeluargaan  antar  penghuni  erat.  Persamaan  hak  dalam
memanfaatkan  sumberdaya  alam  dan  tenggang  rasa  yang  tinggi  mendorong kegiatan gotong royong  untuk kepentingan bersama  yang menciptakan persatuan
dan rasa bangga. Persatuan dan kebanggaan membuat masyarakat bertahan dalam memelihara dan mempertahankan budaya kehidupan rumah betang.
Gambar 36 Peta karakteristik lanskap budaya Dayak Desa di lokasi studi Berdasarkan karakterisasi yang  telah  dilakukan, karakteristik lanskap
budaya  Dayak  Desa  menunjukkan  pola  unit  lanskap  perdesaan  dataran  rendah yang  berkembang  secara  organik  seiring  waktu.  Peta  karakter  lanskap Gambar
36 diperoleh  dari overlay peta  zonasi  biofisik  dan  zonasi  budaya,  menunjukkan bahwa hutan, sungai dan betang termasuk dalam zona karakter tinggi dari lanskap
budaya  Dayak  Desa,  didukung  oleh  pertanian  dataran  rendah dan  perkebunan karet  pada  zona  karakter  sedang. Dengan  melihat  hasil  kajian  karakteristik
elemen-elemen pembentuk lanskap budaya Dayak Desa, dapat ditentukan bahwa