W9. Perlindungan budaya kurang terpadu Perlindungan cagar  budaya oleh  masyarakat  saat  ini kurang  terpadu
karena terpisah antara benda  kain  tenun,  bangunan  rumah  betang, dan kawasan hutan adat, kawasan adat penting lainnya cagar budaya.
W10. Keterbatasan hukum adat Hukum  adat memiliki  keterbatasan dalam  penegakannya terhadap
pelaku  pelanggaran  yang  berasal  dari  desa  luar  atau  dari  masyarakat bukan  Dayak  Desa. Hukum  adat  hanya  mengikat  masyarakat
setempat.
4.7.2 Identifikasi Faktor Eksternal
1. Peluang Opportunities O1. Pembangunan sarana dan infrastruktur
Adanya  pembangunan  sarana  dan  infrastrukur oleh  pemerintah  daerah berpeluang mendorong kesejahteraan masyarakat setempat.
O2. Dukungan kelompok peduli lingkungan Adanya  kelompok  masyarakat yang peduli terhadap lingkungan dapat
menjadi peluang yang baik bagi perlindungan hutan adat. O3. Dukungan lembaga swadaya masyarakat LSM
Dukungan  LSM yang  memberdayakan  masyarakat setempat  dapat membantu masyarakat mencapai kesejahteraan secara mandiri.
O4. Dukungan dari budayawan Perhatian  dari pemerhati budaya dari dalam  dan  luar  negeri  terhadap
budaya  setempat  dapat  menjadi  peluang  pendokumentasian  dan penggalian sejarah dan budaya lokal yang lebih baik.
O5. Perkembangan teknologi Perkembangan  teknologi membuka  peluang  kemudahan  penyebaran
informasi  dan  isu-isu lokal penting sehingga  dapat  meningkatkan ketertarikan berbagai pihak mendukung masyarakat setempat.
O6. Otonomi daerah Otonomi  daerah
memberi  kesempatan  bagi  masyarakat untuk
menyampaikan aspirasi kepada pemerintah bottom-up. 2. Ancaman Threats
T1. Perkebunan monokultur kelapa sawit Perkebunan monokultur kelapa sawit menjanjikan keuntungan ekonomi
yang  besar  namun kurang sesuai  dengan  lingkungan  dan  budaya setempat.  Konversi  lahan untuk  perkebunan  monokultur  kelapa sawit
mengorbankan  hutan sehingga  pertambahan luasan perkebunan  sawit yang  pesat  mengancam  keutuhan  dan  keberlanjutan  lanskap  budaya
Dayak Desa.
T2. Pelanggaran dari pihak luar Kasus  pembalakan kayu,  penyerobotan  tanah,  dan  pembakaran  hutan
tanpa  kendali  oleh  pihak  luar  masih  terjadi dan  sulit  ditangani  secara adat.
T3. Perbedaan batas desa Adanya  perbedaan  batas  desa
antara  administrasi  negara  dan kesepakatan  masyarakat  yang  saling  berbatasan  dapat  berpotensi
konflik,  terutama dengan pengusaha  yang  mendapat  izin  konsesi pemerintah  yang  mengabaikan  batas  adat kesepakatan  masyarakat
dengan desa tetangga.
T4. Harga hasil perkebunan karet tidak stabil Harga  jual  hasil  kebun  karet  cenderung  tidak  stabil sehingga
mempengaruhi pendapatan masyarakat.
4.7.3 Penilaian Faktor Internal dan Eksternal
Penentuan tingkat kepentingan faktor internal dan eksternal Lampiran 3 dan  pembobotan faktor  internal  dan  eksternal Lampiran  4 dilakukan untuk
menghasilkan total skor IFE dan EFE Tabel 17. Berdasarkan nilai bobot, faktor internal  terbesar  yang  menjadi  pendorong  keberlanjutan  lanskap  budaya  Dayak
Desa  berasal  dari  aspek ekologi  jasa  lingkungan  hutan  dan  aspek budaya budaya  masyarakat  yang  terbuka dan  keberadaan  lembaga  adat,  sedangkan
faktor  eksternal  terbesar berasal dari  aspek  budaya  perhatian  budayawan. Adapun faktor internal yang menjadi penghambat keberlanjutan berasal dari aspek
budaya rekam budaya yang rendah, keterbatasan hukum adat, dan rumah betang yang  hampir  hilang  dan  aspek ekonomi pendapatan  kurang  stabil,  sedangkan
faktor eksternal  yang menjadi penghambat keberlanjutan berasal dari aspek legal pelanggaran dari pihak luar dan perbedaan batas desa dan aspek ekonomi harga
komoditas perkebunan yang tidak stabil. Hasil pembobotan menunjukkan bahwa aspek  budaya berperan  penting  sebagai  pendorong  sedangkan  aspek  ekonomi
berperan dalam menghambat keberlanjutan lanskap budaya di lokasi studi.
Berdasarkan skor hasil  kali bobot dan rating setiap faktor, kekuatan S berupa jasa lingkungan dan keberadaan lembaga adat serta kelemahan W berupa
rumah  betang  yang  terancam  hilang  dan  keterbatasan  hukum  adat  adalah  faktor internal terkuat. Sementara untuk faktor eksternal, peluang O berupa keberadaan
LSM dan otonomi daerah serta ancaman T berupa perkebunan monokultur dan ketidakstabilan  harga  komoditas  perkebunan  merupakan  faktor  eksternal  terkuat.
Total skor matriks IFE adalah 2,35 dan skor total matriks EFE adalah 2,42.
Total skor faktor internal yang kurang dari 2,5 nilai tengah menunjukkan bahwa  respon  terhadap  faktor-faktor  internal  cenderung  lemah  namun  masih
dalam kategori sedang. Adapun total skor faktor eksternal mendekati nilai tengah menunjukkan  bahwa  respon  terhadap  faktor-faktor  eksternal  mendekati  rata-rata
atau secara efektif memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman.
Berdasarkan  matriks  IE  Gambar 44,  lanskap  budaya  di  Desa  Ensaid Panjang berada pada kuadran V yang menunjukkan bahwa lanskap budaya Dayak
Desa  berada  pada  posisi  mempertahankan  dan  memelihara  hold  and  maintain. Pada  kuadran  ini,  strategi  pengelolaan  yang  paling  sesuai  adalah  strategi  taktis
yang  berfokus  pada  perlindungan  lanskap  budaya  dan  pengembangan  potensi kawasan.
Tabel 17 Total skor IFE Internal Factor Evaluation dan EFE Eksternal Factor Evaluation
Faktor Strategis Bobot
Rating Skor
Kekuatan S1. Hutan memiliki jasa lingkungan
0,06 4
0,26 S2. Lahan sesuai untuk pertanian
0,04 3
0,13 S3. Hutan berpotensi ekonomi tinggi
0,05 4
0,21 S4. Hutan berperan penting bagi budaya lokal
0,05 4
0,21 S5. Budaya masyarakat yang terbuka
0,06 3
0,19 S6. Adanya lembaga adat
0,06 4
0,24 S7. Lahan pertanian luas
0,04 3
0,13
Kelemahan W1. Perubahan tata guna lahan
0,05 2
0,10 W2. Integritas lanskap rendah
0,05 2
0,10 W3. Kehidupan subsisten terkait pemanfaatan lahan
0,05 2
0,10 W4. Variasi mata pencaharian rendah
0,06 1
0,06 W5. Hasil pertanian dan perkebunan karet
dipengaruhi cuaca 0,07
1 0,07
W6. Rumah betang hampir hilang 0,07
2 0,14
W7. Perhatian generasi muda rendah 0,06
2 0,13
W8. Rekam budaya rendah 0,08
1 0,08
W9. Perlindungan budaya kurang terpadu 0,06
1 0,06
W10. Keterbatasan hukum adat 0,07
2 0,14
Total faktor internal 2,35
Peluang O1. Pembangunan daerah
0,09 3
0,28 O2. Dukungan kelompok peduli lingkungan
0,10 2
0,20 O3. Dukungan LSM
0,11 3
0,33 O4. Dukungan budayawan
0,12 2
0,23 O5. Perkembangan teknologi
0,08 1
0,08 O6. Otonomi daerah
0,11 3
0,32
Ancaman T1. Perkebunan monokultur kelapa sawit
0,09 4
0,38 T2. Pelanggaran dari pihak luar
0,10 2
0,20 T3. Perbedaan batas desa
0,10 1
0,10 T4. Harga hasil perkebunan karet tidak stabil
0,10 3
0,30 Total faktor eksternal
2,42 Perumusan  strategi  pengelolaan  dituangkan  dalam  matriks  SWOT
Lampiran  5  kemudian  dilakukan  perangkingan  atau  penyusunan  peringkat strategi  pengelolaan  kawasan  dengan  menjumlahkan  skor  setiap  faktor  internal
dan  eksternal  yang  memiliki  keterkaitan  dengan strategi  tersebut.  Peringkat pertama  memiliki  total  skor  tertinggi  dan  peringkat  terakhir  memiliki  total  skor
terkecil.