3.6.2 Peran Hutan terhadap Ekonomi Masyarakat
Menurut Hardjanto et.al. 2010, nilai ekonomi hutan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu nilai guna use value dan nilai bukan
guna non use value. Nilai guna terdiri dari nilai guna langsung seperti kayu, nilai guna tak langsung seperti pengendalian banjir, dan nilai guna pilihan
seperti keanekaragaman hayati; sedangkan nilai bukan guna terdiri dari nilai keberadaan dan nilai bukan guna lainnya. Sebagian besar nilai ekonomi hutan
berasal dari nilai guna tak langsung dan nilai bukan guna yang bersifat tidak komersiil, abstrak, dan baru dirasakan dalam rentang waktu jangka panjang
sehingga dalam menilai peran hutan secara ekonomi perlu dilakukan penelitian yang komprehensif. Pada penelitian ini, keuntungan ekonomi hutan adat dibahas
secara umum.
Dua syarat suatu kawasan bernilai penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal adalah: 1 kawasan hutan atau ekosistem alam lain
memberikan sumberdaya penting bagi masyarakat lokal yang tidak dapat tergantikan dan 2 sumberdaya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara
berkelanjutan atau mereka secara aktif berusaha melindungi sumberdaya tersebut, dengan tidak mengancam kawasan lainnya HCVN, 2008.
Berdasarkan toolkit hasil konsorsiun HCVN 2008, identifikasi dan penilaian peran dan fungsi kawasan hutan untuk pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat lokal dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penilaian awal pendahuluan dan penilaian menyeluruh. Penilaian awal banyak menggantungkan
ketersediaan data sekunder karena dapat membantu menentukan rencana pengambilan data di lapang pada tahap penilaian menyeluruh. Analisis yang tepat
dari data sekunder bermanfaat dalam mengidentifikasi kawasan hutan yang berpotensi dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Setelah menentukan keberadaan nilai penting hutan untuk kebutuhan masyarakat lokal, dilakukan penilaian menyeluruh yang akan menentukan apakah
suatu kawasan mempunyai nilai konservasi tinggi untuk pemenuhan kebutuhan komunitas lokal keluarga, masyarakat atau tidak. Penilaian menyeluruh akan
selalu membutuhkan konsultasi wawancara, baik pada komunitas yang terkait dengan hutan tersebut maupun tokoh informal masyarakat setempat, instansi
pemerintahan dan ilmuwan yang pernah melakukan penelitian di lokasi tersebut.
Langkah yang dilakukan pada analisa peran dan fungsi penting hutan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal berdasarkan HCVN 2008 adalah
sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sub-kelompok masyarakat berdasar faktor yang dianggap
penting, seperti suku, agama, atau jenis pemanfaatan hutan yang dapat digunakan untuk menggambarkan profil desa,
2. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan subkelompok terhadap hasil hutan, 3. Mengidentifikasi ketersediaan sumber alternatif dalam pemenuhan kebutuhan
keluarga, 4. Menilai apakah pemanfaatan hutan dilakukan secara lestari dan tidak
bertentangan dengan kawasan lain. Penilaian peran hutan terhadap perekonomian masyarakat setempat
dilakukan dengan pemberian skor pada tiap hutan berdasarkan kriteria Tabel 4 Skor total kurang dari 5 dikategorikan bernilai ekonomi rendah, skor antara 5
sampai 7 dikategorikan bernilai ekonomi sedang, dan skor lebih dari 7 dikategorikan bernilai ekonomi tinggi. Hasil penilaian dipetakan ke dalam peta
peran ekonomi hutan.
Tabel 4 Kriteria penilaian kepentingan hasil hutan bagi perekonomian masyarakat
Indikator Skor
1 rendah 2 sedang
3 tinggi Frekuensi
masyarakat dalam memanfaatkan
hutan Sementara dan
sewaktu-waktu hanya pada masa
sulit Periodik hanya
pada musim tertentu
Sepanjang tahun aktifitas sehari-
hari
Peranan hutan bagi kehidupan
Menurun karena kurang
menguntungkan Dibatasi resiko
subsisten pada masa sulit
Fundamental untuk memenuhi
kebutuhan sehari- hari
Dampak jika akses terhadap hutan
dikurangi Minimal sudah
tersedia alternatif sumber yang lebih
baik Transisional sulit
namun kebutuhan dapat digantikan
sumber daya lain Kritis dan sulit
berpengaruh secara permanen
maupun temporal
Sumber: Byron dan Arnold 1999 dengan modifikasi
3.6.3 Peran Hutan terhadap Budaya Lokal
Indikator suatu kawasan mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya komunitas lokal adalah: 1 komunitas lokal masih mengakui adanya pembagian
wilayah hutan di sekitar kampungnya berdasarkan fungsinya pada komunitas, 2 secara nyata masih ada sebaran dalam lanskap ataupun ekosistem dari kawasan
yang diakui sebagai kawasan tersebut, baik sebarannya rendah, sedang atau tinggi, danatau 3 tingkat kepentingan dari kawasan yang diakui oleh masyarakat masih
memberikan makna kepentingan terhadap komunitas lokal tersebut, baik makna yang rendah, sedang atau tinggi HCVN, 2008.
Tabel 5 Kriteria penilaian kepentingan hutan terhadap pemenuhan kebutuhan
budaya
Indikator Skor
1 rendah 2 sedang
3 tinggi Zonasi kawasan
sakral atau situs arkeologi terkait
budaya lokal Tidak ada
Memiliki satu kawasansitus
Memiliki beberapa kawasansitus lebih
dari 1
Spesies tumbuhan hewan yang bernilai
bagi budaya lokal Tidak memiliki
spesies yang bernilai budaya
Memiliki spesies yang bernilai
budaya namun tidak menjadi sumber
utama pemenuhan kebutuhan budaya
Memiliki spesies bernilai budaya dan
menjadi sumber utama pemenuhan
kebutuhan budaya
Lokasi upacara adat atau aktivitas ritual
Tidak pernah menjadi lokasi ritual
Pernah menjadi lokasi upacara adat
namun tidak sering Pernah dan sering
menjadi lokasi upacara adat
Sumber: HCVN 2008 dengan modifikasi
Penilaian kepentingan hutan terhadap budaya lokal dilakukan dengan pemberian skor pada tiap hutan berdasarkan kriteria Tabel 5. Skor total yang
kurang dari 5 dikategorikan sebagai hutan bernilai budaya rendah, skor 5 sampai 7 dikategorikan hutan bernilai budaya sedang, dan skor lebih dari 7 dikategorikan
sebagai hutan bernilai budaya tinggi. Hasil penilaian dipetakan ke dalam peta peran budaya hutan.
3.7 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberlanjutan Lanskap Budaya Dayak Desa
Metode SWOT digunakan untuk mengetahui kondisi sebuah lanskap budaya secara sistematik dengan membandingkan faktor internal yang terdiri dari
kekuatan strengths dan kelemahan weaknesses dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang opportunities dan ancaman threats Rangkuti, 1997.
Faktor pendorong merupakan perpaduan kekuatan dan peluang sedangkan faktor penghambat merupakan perpaduan antara kelemahan dan ancaman. Kerangka
kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT adalah 1 identifikasi faktor internal dan faktor eksternal berdasarkan isu strategis terkait keberlanjutan,
2 penentuan bobot setiap variabel, 3 penentuan peringkat rating, 4 penyusunan alternatif strategi , dan 5 pembuatan tabel rangking alternatif
strategi.
Identifikasi faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap budaya dilakukan dengan focus group disscussion FGD. Setelah faktor internal dan
eksternal diketahui, dilakukan penentuan rating tingkat kepentingan berdasarkan respon keefektifan strategi yang telah dijalankan terhadap faktor-faktor tersebut.
Nilai kepentingan setiap faktor berkisar pada angka 1 hingga 4. Untuk faktor internal, nilai 1 mewakili kelemahan mayor, 2 mewakili kelemahan minor, 3
mewakili kekuatan minor dan 4 mewakili kekuatan mayor. Sedangkan untuk faktor eksternal, nilai 1 hingga 4 dapat berada pada peluang maupun ancaman.
Nilai 1 mewakili respon rendah, 2 mewakili respon rata-rata, 3 mewakili respon di atas rata-rata, dan 4 mewakili respon tinggi David, 2008.
Selanjutnya dilakukan pembobotan dengan membandingkan setiap faktor dengan faktor lainnya teknik komparasi. Menurut David 2008, penentuan
bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4, yaitu: 1: jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada indikator faktor
vertikal 2: jika indikator faktor horizontal sama penting dengan indikator faktor
vertikal 3: jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada indikator faktor
vertikal 4: jika indikator faktor horizontal jauh lebih penting daripada indikator faktor
internal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel
terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus Kinnear Taylor 1991: