Spiritual Masyarakat Dayak Desa
dalam keseharian maupun upacara lain sehingga pengetahuan dan penguasaan semayan hanya terbatas pada para semanang yang bertugas memimpin upacara
tersebut.
Bekandu’ berasal dari kata kandu’ yang dalam bahasa Desa berarti cerita sehingga bekandu’ berarti bercerita secara lisan tentang berbagai kisah atau
dongeng. Bekandu’ biasa dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak, atau kepada sesama saat beraktivitas di sawah. Adapun bejereh-bebantah adalah rangkaian
senandung yang merupakan bagian dari penegakan hukum adat yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bejereh yang menjelaskan asal mula perkara adat yang
diperselisihkan antara dua pihak, dan bebantah menjelaskan yang berisi pembelaan dari pihak tergugat. Prosesi bejereh-bebantah sama-sama berupa
senandung yang berisi kesaksian dan doa kepada Jubata tuhan agar memilihnya sebagai pemenang perkara. Keputusan pemenang perkara ditentukan oleh sabung
ayam yang disaksikan oleh seorang Lit atau hakim.
Masyarakat Dayak Desa di lokasi studi telah mengenal musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah bersama yang disebut baum
rapat kampung. Beberapa baum dilakukan secara rutin untuk memutuskan kesepakatan dalam kegiatan beduru’ sistim arisan tukar bantuan tenaga dalam
berladang dan nyelapat taun. Ada pula baum yang membahas tentang inovasi penting bagi kehidupan mereka seperti dalam memutuskan bertahan di rumah
betang karena keterbatasan lahan, kesepakatan dalam memodifikasi dan memanfaatkan ruang rumah betang sesuai kebutuhan masa kini, kesepakatan
untuk menurunkan ketinggian lantai, menambah ruang pada bilik, memodifikasi tanju, membuat lumbung padi yang terpisah dari betang sebagai upaya
mempertahankan rumah betang, kesepakatan mengandangkan babi
dan kesepakatan penting dan sebagainya. Pelaksanaan baum mencerminkan sikap
masyarakat yang terbuka pada saran dan menghargai kaum terpelajar namun tetap menghormati pemimpin adat dan para tetua dalam mengambil keputusan.
Dayak Desa di Ensaid Panjang masih menjaga identitas desa Dayak, yaitu rumah betang. Rumah betang merupakan permukiman tradisional suku Dayak
dengan bentuk panggung dan memanjang yang dihuni secara komunal. Upacara betenung diperlukan untuk memilih lokasi rumah betang. Dalam upacara tersebut
dilakukan pengundian nama untuk menentukan 3 orang untuk menjadi juru piara rumah yang terdiri dari pun, nekop, dan ngapit. Penentuan pun, nekop, dan ngapit
dilakukan dengan ritual menjampi telur ayam yang sudah diwarnai dengan 3 warna yaitu kuning dari kunyit, putih dari kapur sirih dan hitam dari arang
yang mewakili ketiga orang yang telah diundi sebelumnya. Pada bagian atas telur diberi lubang kecil, dibacakan jampi oleh tetua adat yang berisi doa kepada petara
lalu dipanaskan di atas api dengan lubang berada di atas. Telur yang matang akan keluar dan mengenai cangkang telur yang berwarna. Warna yang dilalui telur
ditetapkan sebagai pun sedangkan dua lainnya sebagai penguat rumah nekop dan ngapit. Namun jika telur meluber melewati batas antar warna maka ketiga orang
tersebut dianggap bahwa ketiganya dianggap tidak layak oleh petara sehingga perlu diundi 3 orang yang berbeda. Jika juru piara rumah sudah ditentukan, pun
akan menempati bilik yang terletak di tengah rumah sedangkan nekop dan ngapit menempati bilik yang mengapit bilik milik pun. Bilik milik nekop berada di
sebelah kanan bilik milik pun dengan arah bukaan daun pintu berlawanan dengan arah bukaan daun pintu bilik pun; sedangkan bilik milik ngapit terletak di sebelah