Sejarah Masyarakat Dayak Desa Ensaid Panjang
Acara penyambutan tamu dapat menjadi bagian dari pe’gawai nyelapat taun atau dilakukan secara terpisah. Acara ini dilakukan sebagai bentuk
penghormatan dan sambutan kepada tamu yang datang ke rumah betang. Pada masa lalu penyambutan tamu dilakukan setiap ada tamu yang datang. Adapun saat
ini penyambutan tamu hanya dilakukan pada saat tertentu seperti pada acara pembukaan nyelapat taun untuk menyambut orang penting dan terhormat yang
berkunjung, atau jika ada tamu yang minta disambut. Hal ini karena biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat untuk penyambutan tamu cukup besar.
Acara pe’gawai memandikan anak bayi di sungai dilaksanakan oleh keluarga yang memiliki bayi yang baru lahir dengan ramuan tradisional. Ritual ini
bertujuan agar bayi yang dimandikan mendapat keberkatan dan kemudahan rejeki di kemudian hari. Tujuan yang sama pada pe’gawai gunting rambut yang
dilaksanakan oleh keluarga anak kecil yang pertama kali potong rambut. pe’gawai ngansah gigi dilaksanakan bagi para remaja putra maupun putri sebagai lambang
memasuki kedewasaan dan siap berumah tangga sedangkan pe’gawai tusuk telinga hanya dilakukan pada anak perempuan saat memberi lubang untuk anting
di telinga sebagai simbol keanggunan . Pe’gawai tanam bunga dan patah bunga merupakan acara ritual yang dilakukan oleh seorang dukun semanang kepada
anak yang sakit dengan tujuan agar anak yang sakit tersebut segera sembuh. Adapun ritual pernikahan dan upacara kematian masyarakat Dayak Desa saat ini
banyak dipengaruhi agama Khatolik yang dianut oleh masyarakat Dayak Desa di lokasi studi. Pelaksanaan kedua upacara tersebut umumnya dilakukan di gereja.
Pada saat nyelapat taun dilaksanakan, acara pe’gawai menjadi ramai karena karib kerabat dan masyarakat dari berbagai kampung di sekitar desa datang
berkunjung untuk gaok temu kangen dan mempererat persahabatan. Sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu, masyarakat menyuguhkan makanan dan
minuman kepada orang-orang yang berkunjung ke rumah panjang. Hal ini dimaksudkan agar hasil panen yang mereka dapatkan pada tahun itu ikut
dirasakan oleh orang lain yang berkunjung ke rumah mereka.
Seperti pada keseharian, upacara adat masyarakat Dayak Desa tidak lepas dari budaya lisan. Budaya lisan bagi masyarakat Dayak Desa merupakan tradisi
sekaligus seni yang menghibur. Terdapat beberapa jenis seni tutur dalam budaya Dayak Desa, seperti bekana, bekandu’, bedara’, semayan, dan bejereh-bebantah.
Sebagian seni tutur yang disebutkan merupakan ritual semireligius.
Bekana merupakan budaya lisan paling terkenal dari sub suku Dayak Desa karena merupakan salah satu bagian sari ritual upacara adat. Dalam bahasa Dayak
Desa, kana berarti manusia-manusia suci yang berasal dari langit. Bekana selalu berbentuk senandung dengan syair kiasan yang mengandung makna yang dalam.
Ada tiga jenis bekana yaitu bekana basa yang merupakan senandung doa dilakukan pada upacara adat, bekana tangi yang merupakan sindiran atau pujian
kepada seseorang dapat dilakukan di keseharian, dan bekana umum yang merupakan nasihat kehidupan dalam bentuk cerita asal-usul kehidupan. Selain
bekana, budaya lisan yang digunakan dalam ritual upacara adat adalah bedara’ dan semayan. Bedara’ adalah senandung berisi puji-pujian kepada Jubata tuhan
yang penyampaiannya harus disertai dengan sesajian sebagai bentuk terima kasih atas rejeki yang diperoleh.
Semayam adalah senandung khusus yang bersifat religius dan hanya dilakukan dalam upacara belian menyembuhkan orang sakit dan tidak dilakukan
dalam keseharian maupun upacara lain sehingga pengetahuan dan penguasaan semayan hanya terbatas pada para semanang yang bertugas memimpin upacara
tersebut.
Bekandu’ berasal dari kata kandu’ yang dalam bahasa Desa berarti cerita sehingga bekandu’ berarti bercerita secara lisan tentang berbagai kisah atau
dongeng. Bekandu’ biasa dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak, atau kepada sesama saat beraktivitas di sawah. Adapun bejereh-bebantah adalah rangkaian
senandung yang merupakan bagian dari penegakan hukum adat yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bejereh yang menjelaskan asal mula perkara adat yang
diperselisihkan antara dua pihak, dan bebantah menjelaskan yang berisi pembelaan dari pihak tergugat. Prosesi bejereh-bebantah sama-sama berupa
senandung yang berisi kesaksian dan doa kepada Jubata tuhan agar memilihnya sebagai pemenang perkara. Keputusan pemenang perkara ditentukan oleh sabung
ayam yang disaksikan oleh seorang Lit atau hakim.
Masyarakat Dayak Desa di lokasi studi telah mengenal musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah bersama yang disebut baum
rapat kampung. Beberapa baum dilakukan secara rutin untuk memutuskan kesepakatan dalam kegiatan beduru’ sistim arisan tukar bantuan tenaga dalam
berladang dan nyelapat taun. Ada pula baum yang membahas tentang inovasi penting bagi kehidupan mereka seperti dalam memutuskan bertahan di rumah
betang karena keterbatasan lahan, kesepakatan dalam memodifikasi dan memanfaatkan ruang rumah betang sesuai kebutuhan masa kini, kesepakatan
untuk menurunkan ketinggian lantai, menambah ruang pada bilik, memodifikasi tanju, membuat lumbung padi yang terpisah dari betang sebagai upaya
mempertahankan rumah betang, kesepakatan mengandangkan babi
dan kesepakatan penting dan sebagainya. Pelaksanaan baum mencerminkan sikap
masyarakat yang terbuka pada saran dan menghargai kaum terpelajar namun tetap menghormati pemimpin adat dan para tetua dalam mengambil keputusan.
Dayak Desa di Ensaid Panjang masih menjaga identitas desa Dayak, yaitu rumah betang. Rumah betang merupakan permukiman tradisional suku Dayak
dengan bentuk panggung dan memanjang yang dihuni secara komunal. Upacara betenung diperlukan untuk memilih lokasi rumah betang. Dalam upacara tersebut
dilakukan pengundian nama untuk menentukan 3 orang untuk menjadi juru piara rumah yang terdiri dari pun, nekop, dan ngapit. Penentuan pun, nekop, dan ngapit
dilakukan dengan ritual menjampi telur ayam yang sudah diwarnai dengan 3 warna yaitu kuning dari kunyit, putih dari kapur sirih dan hitam dari arang
yang mewakili ketiga orang yang telah diundi sebelumnya. Pada bagian atas telur diberi lubang kecil, dibacakan jampi oleh tetua adat yang berisi doa kepada petara
lalu dipanaskan di atas api dengan lubang berada di atas. Telur yang matang akan keluar dan mengenai cangkang telur yang berwarna. Warna yang dilalui telur
ditetapkan sebagai pun sedangkan dua lainnya sebagai penguat rumah nekop dan ngapit. Namun jika telur meluber melewati batas antar warna maka ketiga orang
tersebut dianggap bahwa ketiganya dianggap tidak layak oleh petara sehingga perlu diundi 3 orang yang berbeda. Jika juru piara rumah sudah ditentukan, pun
akan menempati bilik yang terletak di tengah rumah sedangkan nekop dan ngapit menempati bilik yang mengapit bilik milik pun. Bilik milik nekop berada di
sebelah kanan bilik milik pun dengan arah bukaan daun pintu berlawanan dengan arah bukaan daun pintu bilik pun; sedangkan bilik milik ngapit terletak di sebelah