Infrastruktur Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Ensaid Panjang

Desa Ensaid Panjang memiliki dua buah gereja sebagai fasilitas peribadatan bagi masyarakat yang mayoritas memeluk agama Katholik, yaitu satu bangunan gereja terletak di Dusun Ensaid Baru dan satu gereja di Dusun Ensaid Pendek. Bagi masyarakat yang memeluk agama Islam, tersedia masjid yang terletak di Dusun Ensaid Baru. Adapun bagi masyarakat yang memeluk agama Protestan, peribadatan umumnya dilaksanakan di gereja yang terletak di luar desa. Pembangunan fasilitas penyaluran energi listrik di ketiga dusun dilakukan pada tahun 2012-2013. Sebelumnya masyarakat menggunakan lampu minyak untuk penerangan dan mesin generator yang hanya dinyalakan pada malam hari. Saat ini keberadaan listrik dapat memenuhi kebutuhan listrik setiap saat, namun pembangunan tiang listrik kurang mempertimbangkan estetika lingkungan dan menghalangi pemandangan khas perdesaan tradisional. Secara umum, prasarana sosial ekonomi masyarakat di Desa Ensaid Panjang perlu perbaikan dan penambahan fasilitas penting seperti pos keamanan dan lembaga keuangan yang belum tersedia di lokasi studi. Kondisi infrastruktur permukiman yang mendominasi di lokasi studi adalah bangunan rumah tunggal Gambar 18. Seluruh bangunan rumah di Dusun Ensaid Pendek dan Ensaid Baru merupakan rumah tunggal yang terbuat dari kayu atau beton sedangkan sebagian besar masyarakat Dusun Rentap Selatan tinggal di rumah betang. Hanya beberapa keluarga kecil tinggal di rumah tunggal dari kayu yang berada di dekat rumah betang. 1 2 3 Gambar 18 Rumah tunggal di lokasi studi yang terbuat dari 1 kayu, 2 beton, 3 perpaduan antara beton dan kayu Gambar 19 Rumah tradisional di lokasi studi Bahan bangunan rumah kayu tunggal sebagian besar diperoleh dari hutan sedangkan bahan bangunan rumah beton seperti batu bata, pasir, batu, semen, dan sebagainya diperoleh dari luar desa. Adapun rumah betang yang menjadi tempat tinggal masyarakat Dayak Desa di Dusun Rentap Selatan Gambar 19 terbuat dari bahan bangunan yang terdapat di hutan. Hasil pengamatan lapang menunjukkan saat ini rumah betang tersebut masih mempertahankan penggunaan bahan alam seperti kayu mabang Shorea sp dan kayu empetir Copaifera pallustris untuk atap, kayu belian Eusideroxylon sp untuk tiang dan tangga, dan kayu rengas Gluta renghas untuk lantai. Bahan-bahan tersebut tersedia di hutan, terutama di Tawang Mersibung.

4.2.4 Tata Guna Lahan

Berdasarkan data tahun 2013, penggunaan lahan di wilayah Desa Ensaid Panjang secara umum terdiri dari lahan terbangun dan lahan terbuka. Masyarakat menggunakan lahan terbangun sebagai permukiman yang terdiri dari rumah penduduk, rumah ibadah gereja, balai pertemuan, sekolah, dan fasilitas umum lainnya; sedangkan lahan terbuka digunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan, pemakaman, dan hutan tawang dan hutan lindung. Pola perkembangan Desa Ensaid Panjang terutama pada Dusun Ensaid Baru mengikuti alur sirkulasijalan strip development, kecuali pada kawasan Dusun Rentap Selatan yang pembangunan jalan disesuaikan dengan keberadaan rumah betang. Perubahan tata guna lahan di Desa Ensaid Panjang cukup signifikan Gambar 20. Pada tahun 1991, masyarakat Desa Ensaid Panjang memanfaatkan kawasan bukit yang subur sebagai ladang pertanian. Kawasan kaki bukit dimanfaatkan untuk sawah tadah hujan sedangkan lahan untuk perladangan kering dan perkebunan tersebar di wilayah lain selain tawang dan permukiman. Tawang banyak berada pada area rawa yang tergenang dan berfungsi sebagai daerah serapan air yang penting. Gambar 20 Peta perubahan tata guna lahan di lokasi studi

4.3 Analisis Kondisi Budaya dan Spiritual Masyarakat Dayak Desa

4.3.1 Sejarah Masyarakat Dayak Desa Ensaid Panjang

Secara umum, masyarakat sub-suku Dayak Desa telah menempati wilayah Kabupaten Sintang sejak berabad lalu. Keberadaan bukti sejarah seperti yang dituturkan oleh informan kunci tentang asal mula terbentuknya permukiman Dayak Desa tidak dapat ditemukan dan dilacak, namun berdasarkan cerita turun- temurun yang diperoleh dari informan kunci, masyarakat Dayak Desa yang tersebar di Kabupaten Sintang memiliki kekerabatan dekat dengan Dayak Iban dari Sarawak Malaysia. Hal ini sesuai dengan Mackinnon et al 2003 yang menyatakan bahwa dari segi budaya, bahasa, dan sejarah, Dayak Iban berkerabat dengan beberapa golongan yang tinggal di daerah aliran Sungai Kapuas di Kalimantan Barat, termasuk suku Kantu’, Seberuang, Bugau, Mualang, dan Desa. Kehidupan yang berpindah-pindah mendorong koloni kecil Dayak Iban menyusuri sungai dalam usaha mencari tempat hidup baru. Koloni yang tiba di daerah Sintang kemudian membentuk koloni-koloni yang lebih kecil. Salah satu koloni kecil tersebut menempati Kampung Siju’ yang lokasinya diperkirakan terletak di daerah utara Bukit Rentap saat ini termasuk dalam wilayah Desa Sungai Maram. Seiring waktu, populasi di Kampung Siju’ bertambah sehingga koloni kembali menyebar, ada yang menetap dan ada yang pindah ke lokasi baru. Adapun masyarakat Dayak Desa di lokasi studi merupakan koloni kecil yang pindah dari Kampung Siju’ membentuk pemukiman baru di hulu Sungai Ensaid daerah selatan Bukit Rentap. Pemukiman mengalami perpindahan berkali-kali karena berbagai faktor seperti faktor kedekatan dengan ladang pertanian dan sungai, faktor bencana wabah penyakit, dan sebagainya. Pada tahun 1986, koloni masyarakat tradisional Dayak Desa tersebut membangun rumah betang di dekat muara Sungai Kebiau dan menetap hingga saat ini.

4.3.2 Spiritual Masyarakat Dayak Desa

Masyarakat Dayak Desa merupakan penganut kepercayaan animisme – dinamisme, yaitu kepercayaan kepada kekuatan alam dan roh nenek moyang yang telah meninggal. Masyarakat Dayak Desa memuja Petara penguasa langit, Puyang Gana penguasa daratantanah dan Raja Juata penguasa air dalam setiap ritual adat. Selain itu mereka juga memuja orang bunga kana orang bunian yang dipercaya sebagai nenek moyang mereka. Orang bunga kana memiliki ilmu kebatinan tinggi, berparas tampan atau cantik, panjang umur, dan merupakan titisan khayangan. Seiring waktu, penyebaran agama besar dunia mempengaruhi kepercayaan masyarakat Dayak Desa. Saat ini seluruh masyarakat Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang merupakan penganut agama Khatolik yang dibawa oleh misionaris Belanda yang memasuki pedalaman Pulau Kalimantan. Meski demikian, sebagian masyarakat adat tetap melakukan ritual dan upacara adat yang mencerminkan kepercayaan animisme – dinamisme.

4.3.3 Budaya Masyarakat Dayak Desa

Budaya khas masih dimiliki oleh Dayak Desa dan tergambar dalam berbagai artefak budaya maupun jenis kegiatan adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat, seperti acara pe’gawai dan gawai. Pengertian gawai oleh masyarakat Dayak Desa berbeda dengan masyarakat umum. Menurut masyarakat umum, gawai merupakan acara pesta besar sebagai tanda syukur atas hasil panen; sedangkan menurut masyarakat Dayak Desa, gawai merupakan ajang penyelesaian perkara adat dalam masyarakat yang meliputi prosesi bejereh- bebantah, bejereh-sabung adat, dan lain-lain. Adapun pesta besar sebagai tanda syukur atas hasil panen disebut oleh masyarakat Dayak Desa sebagai nyelapat taun pesta tutup tahun. Acara nyelapat taun merupakan prosesi penting dari acara pe’gawai. Dalam rangkaian acara pe’gawai, masyarakat menggunakan alat musik berupa gendang yang masih digunakan hingga saat ini. Bunyi gendang dipercaya dapat mengusir roh jahat. Alat musik lain yang disebutkan masyarakat adalah gong, ketebung alat musik pukul berukuran kecil, ruding alat musik tiup dengan 6 lubang, kahotong, keledi’, teleli’ dan bedau’ yang semuanya sudah punah sejak tahun 1970-an karena pembuat alat musik tradisional sudah tidak ada. Acara pe’gawai, rutin dilaksanakan setiap tahun selepas musim panen adalah yaitu antara bulan April-Juli. Pe’gawai meliputi rangkaian upacara adat seperti tanam bunga-patah bunga, gunting rambut, ngansah gigi, nyelapat taun, dan lainnya. Upacara-upacara adat tersebut sekaligus untuk merayakan nyelapat taun yang wajib dilakukan setiap tahun karena masyarakat Dayak Desa percaya bahwa mereka tidak boleh berladang sebelum melaksanakan nyelapat taun sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, namun jika terjadi gagal panen maka acara nyelapat taun tidak digelar. Adapun pe’gawai selain nyelapat taun dapat dilaksanakan selain waktu tersebut, jika memang diperlukan.