tidak dipraktekkan. Saat ini Dayak Desa mengoptimalkan lahan mereka menjadi kebun karet yang berperan dalam peningkatan ekonomi keluarga. Kegiatan
pertanian tetap dilakukan untuk subsisten atau bertahan hidup.
2.4 Pengelolaan Lanskap Budaya Berkelanjutan
Lanskap maupun budaya merupakan hal yang dinamis, selalu berubah, dan perubahan tersebut dapat terjadi dengan sangat cepat maupun lambat sehingga
dinamika keduanya perlu dipelajari agar arah perubahan dapat diprediksi. Prinsip- prinsip dalam menuju masyarakat yang berkelanjutan adalah 1 menghormati dan
memelihara komunitas kehidupan, 2 memperbaiki kualitas hidup manusia, 3 melestarikan daya hidup dan keragaman bumi, meliputi melestarikan sistem-
sistem penunjang kehidupan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menjamin agar penggunaan sumber-sumber daya yang dapat diperbaharui berkelanjutan, 4
menghindari pemborosan sumber-sumber daya yang tak terbarukan, 5 tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi, 6 mengubah sikap dan gaya hidup
orang per orang, 7 mendukung kreatifitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri, 8 menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan
upaya pembangunan dan pelestarian, dan 9 menciptakan kerja sama global Bumi Wahana, 1993.
Pendekatan ekologi lanskap dapat membantu dalam menghubungkan perbedaan yang samar antar situs, lokasi, dan lanskap. Hal ini diharapkan dapat
memudahkan para ahli dalam membuat pedoman, ukuran, dan model pelestarian lanskap budaya Haber, 1995. Melalui ekologi lanskap, pengelola hutan dan
perencana lanskap dapat memperkuat sinergi dan merancang strategi jangka panjang dalam penggunaan dan pengelolaan sumber daya lanskap hutan. Ekologi
lanskap harus dipertimbangkan sebagai cara untuk mengintegrasikan ekologi manusia dan perilaku manusia ke dalam konteks yang lebih luas, seperti pola dan
proses dalam skala lanskap, namun juga kondisi skala global dan dampaknya. Aplikasi dari prinsip ekologi lanskap dapat menjadi aset dalam menciptakan
mosaik lanskap yang seimbang dan self-sustaining untuk memberikan jasa dan barang bagi komunitas lokal pada khususnya dan populasi global pada umumnya
Lafortezza dan Sanesi, 2008.
Kegiatan pelestarian adalah kegiatan konservasi. Konservasi diartikan sebagai segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Pelestarian
lanskap sejarah dan budaya dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah
terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keadaannya dan nilai yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda dan juga suatu
kawasan yang bernilai budaya dan sejarah ini, pada hakekatnya bukan hanya untuk melestarikannya, tetapi terutama untuk menjadi alat dalam mengolah
transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut.
Tujuan pelestarian lanskap terkait dengan aspek budaya dan sejarah secara lebih spesifik adalah untuk mempertahankan warisan budayasejarah yang
memiliki karakter spesifik suatu kawasan, menjamin terwujudnya ragam dan
kontras yang menarik dari suatu areal, memenuhi kebutuhan psikis manusia, memotivasi ekonomi terutama bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan
wisata cultural and historical type of tourism, dan menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu
Nurisjah dan Pramukanto, 2001.
Tujuan dari peningkatan penggunaan berkelanjutan atas sumberdaya hutan tidak dapat dicapai tanpa memperhatikan latar belakang sosial ekonomi wilayah
sasaran praktik pengelolaan Lafortezza dan Sanesi, 2008. Kegiatan konservasi membutuhkan upaya lintas sektoral, multi dimensi dan disiplin, serta
berkelanjutan. Untuk itu, pengelolaan lanskap hutan perlu mempertimbangkan kekuatan budaya dan alam yang mengontrol pola dan proses lintas dimensi waktu
dan ruang, misalnya perubahan pola dan proses pada skala berbeda.
Lintas disiplin ilmu dan latar belakang budaya menjadi syarat yang mengawal pengelolaan lanskap hutan dengan tujuan penggunaan berganda dan
keberlanjutan. Dengan arah pengelolaan ini, ekologi lanskap dapat menjadi bahasa penghubung antara ekologi, pengelolaan sumber daya, dan perencanaan tata guna
lahan. Ekologi lanskap merupakan ilmu yang berhubungan dengan manusia, mempelajari struktur lanskap, fungsi lanskap dan dinamika lanskap. Ekologi
lanskap terkait dengan konsep dan bingkai kerja operasional yang memperhatikan triple bottom line benefit tiga sisi berkelanjutan, yakni konservasi lingkungan
ekologi, kenyamanan dan keamanan hidup masyarakat sosial budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ekonomi. Menurut Arifin et.al. 2009,
konsep yang berorientasi pada ekologi dilakukan dengan misi konservasi yang berprinsip penuh pada pemanfaatan namun tetap peduli terhadap lingkungan.
Konsep yang berpihak kepada masyarakat diacu pada aspek sosial budaya, yaitu kesejahteraan secara rohani dan jasmani masyarakat tersebut. Sedangkan konsep
dalam bidang ekonomi dapat direalisasikan melalui praktik jasa lingkungan dengan memberikan rasa kenyamanan yang rela ditukar dengan imbal jasa materi.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian merupakan desa Dayak yang masih menjalankan aktivitas kehidupan berdasarkan adat istiadat budaya Dayak. Lokasi dipilih
berdasarkan pendekatan sejarah, etimologi, dan eksistensi rumah betang sebagai artefak budaya Dayak. Berdasarkan hal tersebut, dipilih Desa Ensaid Panjang
yang terdiri dari tiga dusun Dayak yang memiliki keterkaitan erat dengan budaya Dayak Desa, yaitu Dusun Ensaid Pendek, Rentap Selatan, dan Ensaid Baru
Gambar 4. Penelitian dilaksanakan selama sepuluh bulan mulai bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Desember 2013.
Gambar 4 Peta orientasi lokasi studi
3.2 Ruang Lingkap dan Batasan Penelitian
Penelitian difokuskan pada kajian karakteristik lanskap budaya, nilai penting hutan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap
budaya pada lokasi penelitian. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan etimologi, sejarah, dan eksistensi artefak budaya Dayak yang masih dipertahankan hingga
saat ini. Desa Ensaid Panjang merupakan satu-satunya desa Dayak Desa di Kabupaten Sintang yang masih mempertahankan hutan dan rumah betang panjang
sebagai ciri khas masyarakatnya. Keberadaan rumah betang dianggap penting dalam kajian karena pada masa lalu bahan bangunan untuk membangun rumah
betang hanya berasal dari hutan sehingga rumah betang diasumsikan memiliki kaitan erat dengan lanskap di sekitarnya. Penelitian dibatasi pada Desa Ensaid
Panjang sedangkan data lokasi di sekitarnya digunakan sebagai data pendukung dalam membentuk lanskap budaya tersebut
Analisis karakteristik lanskap budaya yang dikaji dalam penelitian ini didasari pada aspek karakter biofisik lanskap ekologi dan karakter masyarakat
sosial-ekonomi dan spiritual-budaya. Kajian aspek ekologi dibatasi pada kondisi unsur pembentuk lahan yaitu tanah, topografi, hidrologi, iklim, serta vegetasi dan
satwa. Kajian aspek sosial-ekonomi dibatasi pada kondisi sistem sosial-ekonomi masyarakat dengan meninjau tingkat kesejahteraan secara kualitatif. Kajian aspek
sistem spiritual-budaya dibatasi pada sejarah, kepercayaan, dan aktivitas budaya.
Analisis peran hutan bagi kehidupan masyarakat Dayak Desa dikaji berdasarkan nilai ekologi, ekonomi, dan budaya. Kajian nilai ekologi dibatasi
pada hasil hutan yang memberi manfaat lingkungan berupa keanekaragaman hayati maupun fungsi ekologi hutan lainnya. Kajian nilai ekonomi dibatasi pada
hasil hutan kayu dan non-kayu yang memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat