Pembiayaan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

27 lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

2.4.2.2 Belanja Daerah

Komponen berikutnya dari APBD adalah belanja daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten kota yang terdiri dari atas, urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: 1 belanja pegawai, 2 belanja barang dan jasa, 3 belanja modal, 4 bunga, 5 subsidi, 6 hibah, 7 bantuan sosial, 8 belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, serta 9 belanja tidak terduga.

2.4.2.3 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 2 .5.Tinjauan Studi Terdahulu 2.5.1. Peran Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian, dengan landasan teori ekonomi yaitu ketidaksempuranaan pasar, eksternalitas, skala ekonomi, resiko, dan ketidak pastian, distorsi dan distribusi, Poque and Sgontz, 197; Stiglitz; 2000. 28 Penelitian tentang kebijakan fiskal telah banyak dilakukan baik di manca negara maupun di Indonesia. Beberapa hasil penelitian terdahulu, diuraikan dalam sub bab ini, dan diharapkan menunjang penelitian yang dilakukan. Kuttner dan Posen 2002 mengkaji tentang efektivitas kebijakan fiskal di Jepang, menggunakan data periode tahun 1976-1999, dengan analisis struktural VAR, menemukan bahwa kebijakan fiskal ekspansif, baik dalam bentuk pemotongan pajak maupun dalam bentuk pengeluaran belanja pemerintah, memiliki efek stimulasi yang signifikan. Sejalan dengan hal tersebut, Shaheen dan Paul 2009 melakukan studi tentang dampak dinamis dari guncangan kebijakan fiskal di Pakistan, menggunakan data triwulan dari tahun 1973:1-2008:4, dengan model SVAR, penulis menemukan bahwa, pertama kebijakan fiskal mampu mendorong kegiatan ekonomi melalui ekspansi pengeluaran, meningkatkan inflasi, dan defisit publik, akan tetapi menghasilkan output yang lebih rendah dalam jangka menengah. Kedua, upaya untuk mencapai konsolidasi fiskal dengan meningkatkan beban pajak tampaknya berhasil dalam jangka pendek dan menengah, tetapi kebijakan ini dapat memperlambat aktivitas ekonomi dalam jangka panjang. Sementara itu, Mountford dan Uhlig 2005 mengkaji dampak guncangan kebijakan fiskal di Amerika Serikat, dengan menggunakan data kuartalan dari tahun 1955-2000, menggunakan model VAR, penulis menyimpulkan bahwa ekspansi fiskal yang dibiayai dengan pajak yang tinggi, maupun pemotongan pajak yang dilakukan tanpa mengurangi pengeluaran pemerintah, dapat menstimulasi perekonomian dalam jangka pendek, akan tetapi kedua jenis guncangan tersebut memiliki efek crowding out investasi. Gemmell, at al. 2006 menganalisis dampak kebijakan fiskal di negera-negara EOCD. Dengan menggunakan model dynamic fixed effects DFE pada 16 negara- negara EOCD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan fiskal memiliki dampak dalam pertumbuhan jangka panjang yang dapat dicapai dengan cepat dalam beberapa tahun. Juga ditemukan bahwa dampak kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan jangka pendek adalah signifikan. Lebiih lanjut Ducanes, at al. 2006 melakukan studi tentang dampak makroekonomi atas kebijakan fiskal pada empat negara di Asia; yaitu Cina, 29 Bangladesh, Indonesia dan Philipina, dengan menggunakan model simulasi structural macroeconometric, penulis menemukan bahwa, ekspansi fiskal melalui penurunan tarif pajak memiliki multiflier efek yang jauh lebih kecil daripada melalui pengeluaran pemerintah. Lendvai 2007 mengkaji tentang dampak kebijakan fiskal di Hungaria selama periode tahun 1997-2005 dengan menggunakan model structural vector autoregression SVAR untuk mengidentifikasi guncangan fiskal, penulis menemukan bahwa kebijakan ekspansi fiskal mempengaruhi secara signifikan terhadap konsumsi rumah tangga, dan tidak signifikan terhadap investasi. Ramos dan Oriol 2007 mengkaji dampak jangka panjang kebijakan fiskal atas distribusi pendapatan di Inggris. Dengan menggunakan model vector autoregression VAR, penulis menemukan bahwa pemotongan pajak meningkatkan output, akan tetapi peningkatan belanja publik menurunkan output. Juga ditemukan bahwa peningkatan dalam pengeluaran publik mengurangi ketimpangan pendapatan. Claeys 2008 menganalisis dampak kebijakan fiskal di Swedia, selama kurung waktu tahun 1970-2006. Dengan menggunakan generalised method of moments GMM, penulis menemukan bahwa kebijakan fiskal tidak memiliki kendala dalam merespon ketidakstabilan ekonomi dengan meningkatkan pengeluaran dan menaikkan pajak. Reformasi kelembagaan tidak dapat mengendalikan kenaikan belanja pemerintah, konsumsi masyarakat dan transfer sosial. Forni, at al. 2008 mengkaji dampak kebijakan fiskal pada negara-negara Uni Eropa, selama periode tahun 1980-2005, dengan menggunakan model keseimbangan dinamis, menemukan bahwa belanja pegawai serta belanja barang dan jasa kurang berpengaruh terhadap konsumsi swasta, sementara pengeluaran pemerintah berupa transfer kepada rumah tangga, memberi dampak yang lebih besar dan permanen, penulis juga menemukan bahwa penurunan pajak pendapatan dan konsumsi, memiliki dampak yang lebih besar terhadap konsumsi dan output. Park 2010 mengkaji peran kebijakan fiskal dalam rebalancing pertumbuhan di Asia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kebijakan fiskal dalam proses rebalancing di Asia. Penulis mengkaji empat negara yang 30 sangat berbeda wilayah di Asia, yaitu Cina, Korea, Philipina dan Singapura. Penulis menemukan bahwa kebijakan fiskal yang paling tepat dan efektif untuk rebalancing sangat bervariasi diantara beberapa negara, dan sangat ditentukan oleh sifat dari masing-masing negara. Cina misalnya, harus menggunakan kebijakan fiskal terutama untuk memperkuat permintaan domestik, khususnya konsumsi. Republik Korea menggunakan kebijakan fiskal untuk mempromosikan suatu keseimbangan yang lebih baik antara manufaktur. Philipina, kebijakan fiskal harus mengatasi iklim investasi yang buruk. Sementara Singapura fokus pada kebijakan fiskal untuk merangsang konsumsi. Guimaraes 2010 mengkaji dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian India selama periode tahun 1996-2009 , dengan menggunakan model VAR, menemukan bahwa kebijakan fiskal dapat memainkan peran yang cukup efektif terhadap perekonomian di India. GalĂ­, at al. 2007 dengan memperhatikan model newkeynesian penulis mengkaji dampak pengeluaran pemerintah terhadap konsumsi, dan menemukan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan konsumsi . Nurudeen dan Abdullahi 2010 menganalisis pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria, penulis menggunakan data tahun 1977-2007, dengan menggunakan model error corection model ECM, menemukan bahwa belanja operasional dan belanja pendidikan pemerintah, berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara pengeluaran untuk transportasi, komunikasi dan kesehatan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Negeria. Karena itu penelitian ini merekomendasikan untuk tetap meningkatkan belanja pendidikan, dengan melakukan pengendalian secara ketat untuk memastikan bahwa dana yang dikeluarkan benar-benar dikelola dengan baik. Tondl 2005 menganalisis dampak makroekonomi dari kebijakan fiskal di negara-negara Eropa Timur, dengan menggunakan data panel, penulis menemukan bahwa, dalam jangka pendek konsolidasi anggaran di negara-negara Eropa Timur pada tahun 1990-an, memberi dampak pada pertumbuhan output, dan pengeluaran konsumsi sensitif terhadap kenaikan pajak pendapatan. Hal tersebut mirip dengan temuan di empat negara anggota Uni Eropa Yunani, Spanyol, Irlandia, dan Portugal. 31 Seok, at al. 2010 mengkaji kebijakan fiskal dan crowding out, dengan menggunakan data panel pada 24 negara di Asia, dengan menggunakan model simple panel regression dan structural vector autoregression SVAR, menemukan bahwa, pemerintah negera-negara berkembang di Asia, cepat dan berani mengeluarkan paket stimulus fiskal yang cukup besar pada paket-paket stimulus fiskal, dimana paket stimulus fiskal tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang sehat dan bertanggung jawab memberikan ruang fiskal yang memungkinkan respon terhadap pengendalian krisis global. Kitao 2010 mengkaji kebijakan fiskal jangka pendek dalam kaitannya dengan kesejahteraan, redistribusi, dan dampak agregat dalam jangka panjang maupun jangka pendek di Amerika Serikat. Dengan menggunakan model general equilibrium, penulis menemukan bahwa pemotongan pajak secara efektif memberikan insentif kepada rumah tangga untuk bekerja lebih giat dan meningkatkan output. Sementara kebijakan pemotongan pajak tidak memiliki efek insentif terhadap konsumsi, karena sebagian besar tambahan pendapatan disimpan. Penulis juga menemukan bahwa apabila kebijakan stimulus fiskal diimplementasikan dalam lingkungan resesi yang dipicu oleh penurunan produktivitas dan peningkatan risiko pengangguran, maka pemotongan pajak dapat memberi insentif untuk bekerja dan menyimpan, serta mengurangi dampak negatif dari guncangan agregat. Costa dan Dixon 2011 mengkaji kebijakan fiskal dalam pasar persaingan tidak sempurna, dengan menggunakan general equilibrium models, menemukan bahwa efektifitas kebijakan fiskal tergantung pada tingkat persaingan dalam pasar. Hal tersebut disebabkan karena mark-up mendistorsi harga relatif untuk konsumsi dan liburan, serta efek multiplier meningkat pada tingkat persaingan sempurna. Arin, at al. 2011 mengkaji tentang pertumbuhan tarif pajak di negara- negara Scandinavian, dengan menggunakan analisis panel data tahun 1969-2001, penulis meyimpulkan bahwa kenaikan marjinal tarif pajak memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara Afonso dan Ricardo 2009 mengkaji dampak makroekonomi terhadap kebijakan fiskal pada empat negara yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Italia. Penulis menggunakan model 32 SVAR, dengan data kuartalan, menemukan bahwa guncangan belanja pemerintah, umumnya, memiliki dampak yang kecil terhadap produk domestik bruto, dan memilik efek crowding-out. Penelitian yang sama dilakukan oleh Motlaleng 2011 menganalisis efektivitas kebijakan fiskal dalam konteks crowding out atau crowding in dalam kasus Namibia. Penulis menggunakan data kuartalan terhadap produk domestik bruto, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, tingkat suku bunga pinjaman dan defisit anggaran pemerintah dari tahun 1990; Q1 ke 2005; Q2. Dengan menggunakan vector error correction model VECM, penulis menemukan bahwa ada hubungan jangka panjang yang positif antara investasi swasta dan produk domestik bruto. Selanjutnya, ada hubungan negatif antara investasi swasta dan tingkat suku bunga pinjaman. Sementara kenaikan belanja pemerintah ditemukan adanya crowding out investasi swasta. Ogbole, at al. 2011 menggunakan data time series 1970-2006, dengan menggunakan model ekonometrika dalam menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Penulis menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam efektivitas kebijakan fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi selama dan setelah periode regulasi tahun 1986, namun perbedaan itu secara statistik tidak nyata. Lebih lanjut, Adefeso dan Mobolaji 2010 menggunakan data tahun 1970-2007 dalam mengkaji kebijakan fiskal dan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi Nigeria, penulis menemukan bahwa kebijakan moneter lebih efektif dibanding dengan kebijakan fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Safdari, at al. 2011 menggunakan data time series tahun 1973-2008, dengan menggunakan vector autoregressive model VAR dalam mengkaji dampak kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi Iran. Penulis menemukan bahwa pertumbuhan indeks harga barang dan jasa, pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara variabel pertumbuhan pajak pendapatan dan pertumbuhan pengeluaran investasi pemerintah memiliki efek positif pada pertumbuhan ekonomi Iran. 33 Allers dan Paul 2010 melakukan studi tentang model persamaan simultan atas interaksi kebijakan fiskal, penulis menggunakan data cross-sectional dari 496 kota pada tahun 2002. Penulis menemukan bahwa, pengeluaran pemerintah dan atau pajak, dapat menjelaskan perilaku saling ketergantungan fiskal antar pemerintah daerah. Selajan dengan hal tersebut; Afonso, Gruner, dan Kolerus, 2010 mengkaji dampak pengeluaran pemerintah terhadap output selama terjadinya krisis keuangan mencakup 127 negara untuk periode 1981-2007. Dengan menggunakan analisis panel, penulis menemukan bahwa pengeluaran pemerintah pada dasarnya memiliki dampak yang sama pada pertumbuhan ekonomi dengan atau tanpa krisis keuangan. Disebabkan karena pengeluaran pemerintah yang lebih besar cenderung kurang ditargetkan, sehingga kurang mendorong pertumbuhan ekonomi. Temuan tersebut sejalan dengan temuan Mehmood dan Sadiq 2010 menggunakan data time series 1976-2010, dengan error correction model ECM, dalam menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pengeluaran pemerintah dan kemiskinan di Pakistan. Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan terbalik antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat kemiskinan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ditemukan pula bahwa pengeluaran pemerintah pada bidang ekonomi yang efektif dan efisien dapat meningkatkan investasi swasta, perluasan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan. Sementara itu, Kakar 2011 menggunakan data time series periode 1980- 2009, dalam menganalisis dampak variabel fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Pakistan, ditemukan bahwa kebijakan fiskal sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Pakistan. Dalam perkembangan jangka pendek ekonomi dapat dirangsang dengan mengendalikan suku bunga dan belanja pemerintah, tetapi kebijakan ini dapat mempengaruhi kecepatan proses pertumbuhan ekonomi. Penelitian tentang dampak sitimulus fiskal terhadap pemulihan ekonomi dilakukan oleh Hong 2010 menganalisis isu kebijakan fiskal di Korea Selatan setelah krisis, menggunakan data tahun 1961-2008. Penulis menemukan bahwa 34 stimulus fiskal Korea pada tahun 2008, memiliki kontribusi besar terhadap pemulihan ekonomi dengan cepat, dan luar biasa besar dibandingkan dengan respon fiskal selama kemerosotan ekonomi. Penelitian ini juga menemukan bahwa, hutang fiskal Korea masih dapat dikelola, walaupun kecenderungan rasio utang terhadap PDB Korea dalam beberapa tahun terakhir terus mingkat. Penelitian yang sama dilakukan oleh Abimayu 2005 mengkaji kebijakan fiskal dan efektivitas stimulus fiskal di Indonesia, menggunakan model makro Modfi dan CGE Indorani, dengan menggunakan data tahun 19691970 sampai 2002. Ditemukan bahwa kebijakan stimulus fiskal di Indonesia mampu memberikan hasil yang positif dan cukup signifikan. Kebijakan stimulus fiskal, melalui penurunan tarif perpajakan dan peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 0.4 persen PDB akan menghasilkan tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.4 sampai 0.8 persen, atau pengganda pengeluaran pemerintah sekitar 1.0 sampai 2.0 kali. Hasil empiris studi untuk negara-negara berkembang menunjukkan bahwa angka pengganda dari kebijakan stimulus fiskal ini sekitar 1.5 kali. Hasil ini tentunya merupakan hasil kombinasi netto dari berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya pengganda fiskal. Di satu sisi, kondisi kapasitas produksi perekonomian di Indonesia masih belum optimal sehingga kebijakan fiskal dapat efektif. Namun demikian, di sisi lain Indonesia adalah negara yang mempunyai perekonomian terbuka dan menganut sistem nilai tukar yang mengambang bebas, sehingga kebijakan fiskal akan kurang efektif. Stimulus fiskal dari sisi penerimaan, menghasilkan pengganda yang lebih kecil dibanding dengan stimulus fiskal dari sisi pengeluaran. Dari sisi penerimaan ini, kebijakan penurunan tarif PPN lebih efektif dibandingkan dengan PPh ditinjau dari dampak pertumbuhan ekonomi. Sementara dalam jangka panjang, hasilnya sebaliknya, penurunan tarif PPh lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal pada dasarnya memiliki dampak terhadap perekonomian, namun besarnya dampak dari kebijakan tersebut, berbeda antara satu negara dengan negara lain atau antar satu daerah dengan daerah lain. 35 Hasil Penelitian-penelitan pada negara-negara berkembang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal memiliki dampak yang lebih besar terhadap perekonomian dibanding dengan negera-negara maju. Juga dapat disimpulan bahwa kebijakan pengeluaran pemerintah pada sektor ekonomi negera-negara berkembang memiliki dapat lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dibading dengan pengeluaran pemerintah pada sektor lainnya.

2.5.2. Peran Desentralisasi Fiskal dalam Perekonomian