Belanja Modal Sektor Lainnya Belanja Lain-Lain

139 nasional, dan Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil pangan terbesar di kawasan timur Indonesia. Dana alokasi umum memiliki tanda positif namun tidak berpengaruh nyata terhadap belanja modal sektor pertanian. Koefisien elastisitas dana alokasi umum terhadap belanja modal sektor pertanian sebesar 0.0167 dalam jangka pendek dan 0.030 dalan jangka panjang. Artinya peningkatan dana alokasi umum sebesar 10 persen akan meningkatkan belanja modal sektor pertanian sebesar 0.167 persen dalam jangka pendek dan 0.37 persen dalam jangka panjang. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan dana alokasi umum yang dialokasi untuk sektor pertanian relatif sangat kecil. Hal tersebut cukup wajar mengingat dana alokasi umum yang dialokasikan ke daerah lebih banyak dibelanjakan untuk belanja pegawai di daerah. Belanja modal sektor pertanian tahun sebelumnya berpengaruh positif dan nyata terhadap belanja modal sektor pertanian tahun berjalan. Hal ini berarti bahwa belanja modal sekor pertanian tahun berjalan setidaknya harus lebih besar atau sama dengan belanja modal sektor pertanian tahun sebelumnya.

7.2.2.4. Belanja Modal Sektor Lainnya

Hasil pendugaan model persamaan belanja modal sektor lain menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.6520. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dana bagi hasil, dana alokasi khusus, dan belanja modal sektor lain tahun sebelumnya, secara bersama-sama dapat menjelaskan 65.20 persen fluktuasi variabel belanja modal sektor lain pada taraf nyata α 0.0001 ditunjukkan oleh F dengan nilai 86.55, dapat dilihat pada Tabel 28. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa ketiga variabel yang ada yaitu dana bagi hasil, dana alokasi khusus, dan belanja modal sektor lain tahun sebelumnya memiliki tanda yang positif dan berpengaruh nyata terhadap belanja modal sektor lain. Koefisien elastisitas jangka pendek dana bagi hasil, dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal sektor lain, berturut-turut adalah 0.2284 dan 0.4706. Sementara koefisien elastisitas jangka panjang dana bagi hasil, dan dana alokasi khusus terhadap belanja modal sektor lain, berturut-turut adalah 0.488 dan 1.005. Artinya peningkatan dana bagi hasil dan dana alokasi khusus sebesar 10 persen akan meningkatkan belanja modal sektor lain berturut-turut sebesar 2.284 persen, 4.706 persen dalam jangka pendek dan 4.88 persen, 10.05 persen dalam jangka panjang. Secara teoritis apabila penerimaan meningkat, maka ada kecenderungan pengeluaran akan meningkat. Oleh karena itu dengan meningkatnya penerimaan pemerintah daerah dari dana bagi hasil dan dana alokasi khusus, maka belanja modal sektor lain seperti pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya akan meningkat.

7.2.2.5. Belanja Lain-Lain

Hasil pendugaan model persamaan belanja lain-lain menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.4933. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dana alokasi umum, dana bagi hasil, pendapatan asli daerah, dan belanja lain-lain pemerintah tahun sebelumnya secara bersama-sama dapat menjelaskan 49.33 persen, fluktuasi variabel belanja lain-lain pada taraf nyata α 0.0001, yang ditunjukkan oleh F dengan nilai 34.35, dapat dilihat pada Tabel 30. Hasil estimasi model menunjukkan bahwa semua variabel memiliki tanda positif, dan sesuai harapan, namun hanya variabel belanja lain-lain pemerintah tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata terhadap belanja lain-lain tahun berjalan. Koefisien elastisitas jangka pendek dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan pendapatan asli daerah terhadap belanja lain-lain tahun berjalan berturut-turut adalah 0.2476, 0.1254, dan 0.0127. Sementara koefisien elastisitas jangka panjang dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan pendapatan asli daerah terhadap belanja lain-lain tahun berjalan berturut-turut adalah 0.511, 0.259, dan 0.026. Artinya peningkatan dana alokasi umum, dana bagi hasil dan pendapatan asli daerah sebesar 10 persen akan meningkatkan belanja lain-lain tahun berjalan berturut- turut sebesar 2.476 persen, 1.254 persen, dan 0.127 dalam jangka pendek dan 5.11 persen, 2.59 persen, dan 0.26 persen dalam jangka panjang. Temuan ini menunjukkan pemerintah daerah kabupaten kota di Provinsi Selatan belum dapat 141 menekan belanja lain-lain mereka apabila penerimaan mereka peningkat.

7.3. Kerangka Blok Permintaan Agregat

Dalam penelitian ini blok permintaan agregat terdiri atas, pengeluaran konsumsi swasta, investasi swasta, ekspor dan impor daerah, serta pengeluaran pemerintah. Khusus tentang pengeluaran pemerintah telah dijelaskan dalam sub bahasan blok fiskal sehingga tidak dijelaskan lagi dalam pokok bahasan ini. Hasil estimasi model blok permintaan agregat dapat dilihat pada Tabel 29.

7.3.1. Konsumsi Swasta

Hasil pendugaan model persamaan konsumsi swasta menunjukkan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.9964. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas produk domestik regional bruto, belanja barang dan jasa, belanja pegawai, inflasi, dan konsumsi swasta tahun sebelumnya, secara bersama- sama dapat menjelaskan 99.64 persen fluktuasi variabel konsumsi swasta pada taraf nyata α 0.0001, yang ditunjukkan oleh F dengan nilai 7499.55, dapat dilihat pada Tabel 29. Hasil pendugaan model terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi swasta, yaitu produk domestik regional bruto, memiliki tanda positif dan berpengaruh nyata terhadap konsumsi swasta. Koefisien elastisitas produk domestik regional bruto terhadap konsumsi swasta sebesar 0.0612 dalam jangka pendek dan 0.889 dalam jangka panjang. Artinya peningkatan produk domestik regional bruto sebesar 10 persen akan meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar 0.612 persen, dalam jangka pendek dan 8.89 persen dalam jangka panjang. Produk domestik regional bruto di suatu daerah menunjukkan potensi ekonomi suatu daerah, dan sekaligus menunjukkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Secara teoritis apabila pendapatan masyarakat meningkat, maka akan mendorong konsumsi masyarakat meningkat. Tabel 29 Hasil Estimasi Parameter Persamaan Permintaan Agregat Daerah