Simulasi Kebijakan Pertama Simulasi Kebijakan

175 4. Meningkatkan dana alokasi umum 10 persen, dan meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lain 20 persen 5. Meningkatkan dana bagi hasil dan dana alokasi khusus sebesar 10 persen, dan meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lain 10 persen. 6. Menurunkan belanja lain-lain 20 persen, belanja barang dan jasa 20 persen, kemudian meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lain 25 persen. 7. Meningkatkan investasi swasta sebesar 10 persen. Oleh karena beberapa variabel yang diguncang shock dalam simulasi ini merupakan variabel endogen seperti; pajak daerah, retribusi daerah, belanja modal sektor pertanian, belanja modal sektor lainnya, belanja barang dan jasa, belanja lain-lain, dana alokasi umum, dana bagi hasil, dan investasi swasta, maka proses simulasi dilakukan dengan cara mengubah variabel tersebut menjadi variabel eksogen pada saat akan dilakukan simulasi. Proses itu dilakukan dengan cara mengeluarkan persamaan tersebut dalam model dengan memberi tanda ... seperti terlihat pada lampiran 8.

8.2.1. Simulasi Kebijakan Pertama

Dalam era otonomi daerah dewasa ini pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah. Salah satu tolok ukur kemandirian pemerintah daerah adalah kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan asli daerah. Dalam era otonomi daerah dewasa ini diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber penerimaannya. Sumber pendapatan asli daerah yang kontribusinya paling besar pada pemerintah daerah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Oleh karena itu simulasi pertama yang dilakukan yaitu, apabila pemerintah daerah menggenjot penerimaan pajaknya, sehingga pajak dapat ditingkatkan sampai 10 persen, dan selanjutnya digunakan untuk meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lainnya masing-masing sebesar 2.5 persen. Dampaknya terhadap perekonomian daerah, dapat dilihat pada Tabel 35. Dampak simulasi ini terhadap permintaan agregat adalah konsumsi masyarakat turun kurang dari 0.01 persen, dan total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 0.13 persen. Selanjutnya terjadi penurunan dalam investasi swasta sebesar 0.01 persen, ekspor daerah turun 0.02 persen, dan impor daerah turun kurang dari 0.01 persen, untuk kabupaten yang berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian terjadi kenaikan konsumsi masyarakat kurang dari 0.01 persen, dan total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 2.99 persen. Akan tetapi disisi lain terjadi penurunan dalam investasi swasta sebesar 0.63 persen, dan ekspor daerah turun 0.03 persen, serta impor daerah juga turun sebesar 0.05 persen. Tabel 35. Dampak Kenaikan Pajak Daerah Sebesar 10 Persen dan Kenaikan Belanja Modal Sektor Pertanian dan Sektor Lainnya Masing-masing 2.5 Persen Nama Peubah Nilai Dasar Perubahan Perubahan 1 2 1 2 1 2 Konsumsi 739251 1990330 -12 8 -0.01 0.01 Investasi swasta 197392 818911 -23 -5391 -0.01 -0.63 Ekspor daerah 292141 2651089 -48 -818 -0.02 -0.03 Impor daerah 211427 2109499 -5 -1126 -0.01 -0.05 PDRB sektor pertanian 587651 287177 33 34 0.01 0.01 PDRB sektor pertambangan 13629.2 682730 -2.2 -12 -0.02 -0.01 PDRB sektor industri 130725 617873 -281 -1150 -0.21 -0.18 PDRB sektor listrik gas dan air 7938.6 51367.1 -0.3 -76.3 -0.01 -0.15 PDRB sektor bangunan 53797.7 227866 -4.9 -1112 -0.01 -0.47 PDRB sektor perdagangan 138089 760797 -15 -3295 -0.01 -0.42 PDRB sektor transportasi 58761.7 408447 -8.2 -1798 -0.01 -0.43 PDRB sektor keuangan 62230.3 283110 -5 -1117 -0.01 -0.38 PDRB sektor jasa-jasa 152700 386814 -2 -361 -0.01 -0.09 Penyerapan T.Kerja sek. pertanian 82596.2 35579.7 0.2 35.1 0.01 0.10 Penyerapan T. kerja non pertanian 45600.5 115979 -0.4 -93 -0.01 -0.08 Pengangguran 11262.4 24294.2 0.3 57.3 0.01 0.24 Jumlah penduduk miskin 47775 46190.2 0.1 0.2 0.01 0.01 Inflasi 7.676 7.730 0.019 0.00 0.25 Ekspor bersih 80713.9 541590 -42.2 306 -0.05 0.06 Produk domestik regional bruto Total peng. pemerintah daerah 1205522 198604 3706182 230682 -286 250 -6587 6898 -0.02 0.13 -0.17 2.99 Penyerapan tenaga kerja 128197 151559 -57 0.00 -0.04 Pendapatan perkapita 3.6986 8.414 -0.0005 -0.0128 -0.01 -0.15 Pendapatan rata-rata petani 7.4011 10.164 -0.0005 -0.0325 -0.01 -0.32 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pajak daerah sebesar 10 persen yang selanjutnya digunakan untuk belanja modal sektor pertanian dan sektor lainnya berdampak lebih besar pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian. Pada sisi investasi 177 swasta terlihat penurunan cukup besar yaitu 0.63 persen pada kabupaten yang berbasis non pertanian dibanding kabupaten yang berbasis pertanian hanya 0.01 persen. Apabila dilihat dari sisi produk domestik regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.01 persen. Sementara PDRB sektor pertambangan, industri, listrik gas air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, keuangan, dan jasa-jasa turun berturut-turut 0.02 persen, 0.21 persen, kurang dari 0.01 persen, 0.01 persen, 0.01, persen, 0.01 persen, dan kurang dari 0.01 persen. Jadi dampak secara keseluruhan, yaitu PDRB turun sebesar 0.02 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian terjadi kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.01 persen. Sementara PDRB pada sektor pertambangan, industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa turun berturut-turut 0.01 persen, 0.18 persen, 0.15 persen, 0.47 persen, kurang dari 0.42 persen, 0.43 persen, 0.38, persen, 0.09 persen. Jadi dampak secara keseluruhan yaitu PDRB turun sebesar 0.17 persen. Kondisi pada permintaan agregate juga terjadi pada PDRB dimana peningkatan pajak daerah sebesar 10 persen lebih berdampak pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian, dimana total PDRB turun sebesar 0.17 persen dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian yang hanya turun 0.02 persen. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja sektor pertanian meningkat 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian, dan 0.10 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Sebaliknya penyerapan tenaga kerja non pertanian turun kurang dari 0.01 persen, untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan turun 0.08 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Selanjutnya total penyerapan tenaga kerja tetap untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan turun 0.04 persen dan untuk kabupaten kota berbasis non pertanian. Akibatnya pengangguran meningkat pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian yaitu 0.24 persen dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian hanya meningkat kurang dari 0.01 persen. Sementara apabila dilihat dari jumlah penduduk miskin, maka terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin kurang dari 0.01 persen baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena PDRB turun, maka pendapatan perkapita juga turun masing- masing sebesar 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.15 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Di samping pendapatan perkapita, pendapatan petani juga turun, disebabkan karena meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian masing- masing sebesar 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.32 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Uraian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pajak daerah sebesar 10 persen akan berdampak lebih buruk pada kinerja perekonomian kabupaten kota yang berbasis non pertanian, dibanding kabupaten yang berbasis pertanian. Hal ini cukup wajar mengingat sektor yang dikenakan pajak umumnya sektor non pertanian, sehingga dampaknya lebih besar pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Temuan ini juga menunjukkan bahwa peningkatan pajak daerah dapat menimbukan biaya ekonomi tinggi high cost economic yang berdampak pada turunnya kinerja perekonomian kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan baik yang berbasis pertanian maupun non pertanian.

8.2.2. Simulasi Kebijakan Kedua