Simulasi Model Blok Kinerja Perekonomian

83 Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif persen, atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Sedangkan nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil U berkisar antara 1 dan 0. Jika U=0 maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif. Untuk melihat keeratan arah slope antara aktual dengan hasil yang disimulasi dilihat dari nilai koefisien determinasinya R 2 . Pada dasarnya makin kecil nilai RMSPE dan U-Theil’s dan makin besar nilai R 2 , maka pendugaan model semakin baik.

4.6. Simulasi Model

Simulasi pada dasarnya merupakan solusi matematis mathematical solution dari berbagai kumpulan persamaan secara simultan. Dengan demikian simulasi model menunjuk kepada sekumpulan persamaan set of equations. Simulasi model dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya untuk pengujian dan evaluasi model, analisis kebijakan historis dan untuk peramalan Pindyck dan Rubinfield, 1991. Berdasarkan data empirik dan memperhatikan tinjauan teoritik dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Selatan, maka simulasi kebijakan terutama ditujukan untuk keperluan analisis kebijakan historis historical policy analysis. Analisis simulasi kebijakan yang dimaksud, untuk melihat dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh sebab itu, simulasi kebijakan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam empat kelompok yaitu; 1 simulasi kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan variabel pendapatan asli daerah, selanjutnya digunakan untuk meningkatkan belanja modal, terdiri atas 2 simulasi, 2 simulasi kebijakan dengan meningkatkan variabel transfer dana dari pemerintah pusat untuk meningkatkan belanja modal, terdiri atas 2 simulasi, dan 3 simulasi kebijakan realokasi belanja pemerintah daerah, terdiri atas 1 simulasi, dan 4 simulasi kebijakan non fiskal yaitu simulasi yang dilakukan untuk melihat dampak kenaikan investasi swasta terhadap perekonomian terdiri atas 1 simulasi. Simulasi kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan variabel pendapatan asli daerah selanjutnya digunakan untuk meningkatkan belanja modal. Simulasi ini didasarkan pada asumsi bahwa variabel-variabel pendapatan asli daerah berupa pajak dan retribusi daerah dapat ditingkatkan. Berdasarkan data historis menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah kabupaten kota umumnya meningkat sekitar 5 sampai 10 persen. Oleh karena itu asumsi yang digunakan dalam simulasi ini yaitu variabel pajak dan retribusi daerah dapat ditingkatkan sampai 10 persen. Dengan meningkatnya penerimaan pajak dan retribusi daerah dapat ditingkatkan sebesar 10 persen, maka dana tersebut cukup untuk digunakan dalam meningkatkan belanja modal pada sektor pertanian maupun non pertanian sebesar 5 persen. Simulasi kebijakan dengan meningkatkan variabel transfer dana dari pemerintah pusat. Simulasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah pusat dapat meningkatkan variabel-variabel tranfer fiskal ke daerah berupa dana bagi hasil dan dana alokasi umum. Data historis menunjukkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara umumnya meningkat sekitar 5 sampai 10 persen setiap tahun. Oleh karena itu asumsi yang digunakan dalam simulasi ini yaitu variabel dana bagi hasil dan dana alokasi umum dapat ditingkatkan sampai 10 persen. Dengan meningkatnya penerimaan dari dana alokasi umum 10 persen, maka dana tersebut cukup untuk digunakan dalam meningkatkan belanja modal sampai 20 persen. Demikian halnya dengan meningkatnya penerimaan dari dana alokasi khusus dan dana bagi hasil masing-masing 10 persen, maka dana tersebut cukup untuk digunakan dalam meningkatkan belanja modal sampai 10 persen. Simulasi kebijakan realokasi belanja pemerintah daerah. Simulasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah dapat melakukan realokasi anggaran dengan cara menurunkan belanja lain-lain dan belanja barang dan jasa. Pemerintah daerah pada dasarnya dapat melakukan penghematan pada belanja lain seperti mengurangi biaya perjalan dinas, belanja pemeliharaan dan belanja lainnya, sehingga total belanja lain-lain pemerintah daerah dapat dikurangi sampai 20 persen. Di samping belanja lain-lain pemerintah daerah juga dapat 85 melakukan penghematan pada belanja barang dan jasa, dengan melakukan penghematan terhadap belanja barang cetak, pengadaan, pemeliharaan rutin, listrik, telepon, sewa, dan lainnya, sehingga total belanja lain-lain pemerintah daerah dapat dikurangi sampai 15 persen. Dengan melakukan penghematan anggaran belanja lain-lain dan dan belanja barang dan jasa tersebut, maka cukup untuk digunakan dalam meningkatkan belanja modal baik pada sektor pertanian maupun non pertanian sampai 25 persen. Simulasi kebijakan non fiskal yang terpilih adalah investasi swasta. Hal tersebut dilakukan untuk melihat dampak kenaikan investasi swasta terhadap perekonomian. Simulasi ini didasarkan pada pertimbangan teoritis bahwa apabila investasi swasta meningkat, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Asumsi yang digunakan yaitu berdasarkan data historis, dimana data historis menunjukkan bahwa investasi swasta meningkat rata-rata 5 sampai 15 persen pertahun. Oleh karena itu asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah investasi swasta meningkat sebesar 10 persen. Dalam simulasi kebijakan ini, kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan di kelompokkan dalam dua kelompok yaitu kabupaten yang berbasis pertanian dan kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Pengelompokan ini didasarkan atas data produk domestik regional bruto. Kelompok pertama yaitu kabupatan kota yang berbasis sektor pertanian terdiri atas 17 kabupaten yaitu; Kabupaten Selayar, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Sidenreng Rappang, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja, dan Luwu Utara, hal tersebut disebabkan karena ke 17 kabupaten ini memiliki share produk domestik regional bruto sektor pertanian lebih dari 35 persen dari total produk domestik regional brutonya. Kelompok kedua yaitu kabupaten kota yang berbasis non pertanian terdiri atas enam kabupaten kota yaitu; Kabupaten Luwu Timur, Pangka Je’ne Kepulauan, dan Maros, serta Kota Makassar, Pare-pare, dan Palopo. Hal mana ke enam kabupaten kota ini memiliki share produk domestik regional bruto sektor pertanian kurang dari 30 persen. Khusus Kabupaten Maros, walaupun memiliki produk domestik regional bruto sektor pertanian sekitar 35 persen, akan tetapi penulis tetap kategorikan ke dalam kabupaten yang basis non pertanian dengan pertimbangan bahwa tren penurunan share PDRB sektor pertanian Kabupaten Maros cukup besar, mengingat kondisi geografis Kabupaten Maros yang berbatasan dengan Kota Makasar, membuat share produk domestik regional bruto sektor jasa, industri, perdagangan, dan bangunan meningkat dengan tajam, sehingga penulis memasukkan Kabupaten Moros sebagai kabupaten yang berbasis non pertanian.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN