Belanja Modal terhadap Kemiskinan dan Pengangguran Produk Domestik Regional Bruto terhadap Kemiskinan dan Pengangguran

bruto, pengangguran, dan kemiskinan, seperti terlihat pada Gambar 14. Gambar 14. Hubungan antara Pertumbuhan APBD dengan Kemiskinan, Pengangguran, dan PDRB Gambar 14 menunjukkan total pengeluaran pemerintah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami tren pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan total pengeluaran pemerintah tertinggi terjadi pada tahun 2006, ketika diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Peningkatan total pengeluaran pemerintah ini sejalan dengan peningkatan PDRB kabupaten kota, walaupun pertumbuhan PDRB terlihat lebih stabil dari tahun ke tahun. Sementara apabila kita membandingkan antara total pengeluaran pemerintah daerah dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran, menunjukkan bahwa efektivitas pengeluaran pemerintah daerah terhadap penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, masih sangat rendah. Hal tersebut terlihat pada tahun 2006, dimana tingkat pengeluaran pemerintah meningkat sampai mencapai 45 persen, namun disisi lain kemiskinan dan pengangguran tetap meningkat.

5.4.1. Belanja Modal terhadap Kemiskinan dan Pengangguran

Pada bagian ini ditujukkan keterkaitan antara belanja modal dengan tingkat kemiskikan dan pengangguran, sepeti terlihat pada Gambar 15. 10 20 30 40 50 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 P er s en Tahun TPGPD MISK UNEP PDRB 97 Gambar15. Hubungan antara Pertumbuhan Belanja Modal dengan Kemiskinan dan Pengangguran Gambar 15 menunjukkan bahwa belanja modal kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami tren pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan Belanja modal tertinggi terjadi pada tahun 2006, ketika diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Peningkatan belanja modal mencapai di atas 50 persen. Kalau kita hubungkan antara belanja modal dengan tingkat pengangguran dan kemiskinan, peningkatan belanja modal yang cukup besar pada tahun 2006 tidak diikuti oleh menyerap tenaga kerja yang cukup besar, hal mana pada saat belanja modal yang cukup tinggi tidak dapat mengurangi angka pengangguran, bahkan terjadi sebaliknya tingkat pengangguran meningkat, yang berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan pada tahun 2006. Akan tetapi pada tahun 2007 sampai tahun 2009 menunjukkan bahwa peningkatan belanja modal sudah seiring dengan turunnya tingkat pengangguran dan kemiskinan kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan,

5.4.1. Produk Domestik Regional Bruto terhadap Kemiskinan dan Pengangguran

Secara teoritis, bahwa apabila PDRB meningkat, maka kemiskinan dan pengangguran mengalami penurunan. Gambar 16 menunjukkan bahwa PDRB kabupaten kota di Provinsi Sulawesi menunjukkan tren peningkatan rata-rata di atas 5 persen per tahun. Kecuali pada tahun 2002. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 P er s en Tahun BMD MISK UNEP Apabila dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran, maka pertumbuhan PDRB tersebut belum dapat dikatakan berkualitas. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun 2006, terlibat bahwa pada saat pertumbuhan PDRB di atas 6 persen, maka angka kemiskinan meningkat di atas 14 persen. Demikian halnya dengan tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun 2003 sampai tahun 2006. Gambar 16. Hubungan antara PDRB dengan Kemiskinan dan Pengangguran Kabupaten Bone, Wajo, Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Pangkep, Barru, dan Kota Palopo pada periode 2006-2007, tercatat mengalami pertumbuhan ekonomi, yang sayangnya tidak diikuti dengan turunnya kemiskinan. Yang terjadi malah angka kemiskinan meningkat. Tingkat kesempatan kerja yang menurun, berimbas pada tingginya angka pengangguran terbuka menjadi salah satu faktor mengapa Kabupaten Wajo, dan Kota Palopo gagal mengurangi jumlah penduduk miskinnya. Akan tetapi memasuki tahun 2007 sampai tahun 2009 pertumbuhan PDRB kabupaten kota mulai menunjukkan dampak yang membaik terhadap penurunan kemiskinan dan pengangguran. 5 10 15 20 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 P er s en Tahun PDRB MISK UNEP

VI. ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN DAERAH

Pada bagian ini, penulis menganalisis pola hubungan antara variabel fiskal terutama belanja modal dengan pertumbuhan PDRB, belanja modal dengan kemiskinan, dan belanja modal dengan pengangguran kabupaten kota. Hal ini menarik karena dengan gambaran ini memungkinkan untuk mengetahui posisi masing-masing kabupaten kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Di samping itu juga akan diuraikan dianalisis pola hubungan PDRB dengan kemiskinan dan PDRB dengan pengangguran masing-masing kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Pola hubungan yang dimaksud dibuat dalam dua periode yaitu periode yaitu tahun 2001-2005 sebelum diberlakukannya revisi Undang Undang Otonomi Daerah dan periode tahun 2006-2009 setelah diberlakukannya revisi Undang Undang Otonomi Daerah. 6.1. Analisis Belanja Modal terhadap Produk Domestik Regional Bruto Pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata pertumbuhan produk domestik regional bruto menunjukkan angka positif namun tidak nyata yaitu 0.193 pada periode tahun 2001-2005 dan 0.180 untuk periode tahun 2006-2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa belanja modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah belum sepenuhnya dapat mendorong pertumbuhan PDRB di daerahnya. Untuk jelasnya pola hubungan antara persentase rata-rata pertumbuhan belanja modal dengan persentase rata-rata pertumbuhan produk domestik regional bruto dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18. Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa pada periode tahun 2001-2005 hanya ada empat kabupaten kota yang berada pada kuadran I pada kondisi terbaik, empat berada di kuadran II, tujuh berada di kuadran IV, dan enam berada pada kuadran III kondisi terburuk. Sementara pada periode tahun 2006-2009 terjadi pergeseran, dimana terdapat 6 kabupaten kota berada pada kuadran I kondisi terbaik, empat di kuadran II, enam pada kuadran IV, dan 6 pada kuadran III kondisi terburuk.