35 Hasil Penelitian-penelitan pada negara-negara berkembang menunjukkan
bahwa kebijakan fiskal memiliki dampak yang lebih besar terhadap perekonomian dibanding dengan negera-negara maju. Juga dapat disimpulan bahwa kebijakan
pengeluaran pemerintah pada sektor ekonomi negera-negara berkembang memiliki dapat lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dibading dengan
pengeluaran pemerintah pada sektor lainnya.
2.5.2. Peran Desentralisasi Fiskal dalam Perekonomian
Penelitian tentang desentralisasi fiskal telah banyak dilakukan baik di manca negara maupun di Indonesia. Beberapa hasil penelitian terdahulu, diuraikan dalam
sub bab ini, dan diharapkan menunjang penelitian yang dilakukan. Lin dan Liu 2000 mengkaji tentang hubungan antara desentralisasi fiskal
dan pertumbuhan ekonomi di China, dengan menggunakan fungsi produksi Cobb- Douglas sebagai dasar analisis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa desentralisasi
fiskal memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan efisiensi alokasi sumber daya. Di samping reformasi perdesaan,
akumulasi modal, dan sektor swasta merupakan kunci yang mendorong pertumbuhan ekonomi di China.
Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sasana 2009 yang melakukan studi tentang peran desentralisasi fiskal terhadap kinerja ekonomi
kabupaten kota di Provinsi Jawa Tengah, menggunakan pool data 35 kabupaten kota dari tahun 2001-2005. Dengan menggunakan analisis jalur, penulis
menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah
kabupaten kota di Jawa Tengah, juga diperoleh bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap tenaga
kerja yang terserap pada kabupaten kota di Jawa Tengah, serta pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap
kesejahteraan masyarakat kabupaten kota di Provinsi Jawa Tengah. Sementara itu Kuncoro 2004 menganalisis pengaruh transfer antar
pemerintah pada kinerja fiskal pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia, menggunakan data panel 280 kabupaten kota di Indonesia peride 1998-
36
2002, menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan, penulis menemukan bahwa terjadi peningkatan alokasi transfer dan diikuti dengan
penggalian pendapatan asli daerah yang lebih tinggi. Bagi pemerintah pusat, transfer diharapkan menjadi pendorong bagi pemerintah daerah secara intensif
menggali sumber-sumber penerimaan sesuai kewenangannya, tetapi penggalian pendapatan asli daerah yang hanya didasarkan pada faktor inkremental akan
berakibat negatif pada perekonomian daerah. Temuan Kuncoro mirip dengan temuan Riyanto dan Siregar 2005
menggunakan sistem persamaan simultan untuk menangkap hubungan antara blok perekonomian daerah dengan blok keuangan daerah. Penulis menyimpulkan
bahwa pada awal desentralisasi fiskal, belanja rutin meningkat signifikan, sedangkan belanja pembangunan mengalami penurunan. Tetapi apabila dana
perimbangan terus ditingkatkan, maka akan direspon oleh pemerintah daerah dengan memperbesar pengeluaran pembangunan karena pengeluaran rutin telah
terpenuhi. Dana perimbangan berpengaruh nyata terhadap peningkatan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Selanjutnya belanja rutin dan belanja
pembangunan pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap perekonomian daerah.
Hal yang sama diperoleh Saefudin 2005 meneliti dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian dan kelembagaan di Provinsi Riau,
menggunakan sistem persamaan simultan, dengan menggunakan pool data 5 kabupaten dan kota di Provinsi Riau tahun 1996-2003. Peneliti menyimpulkan
bahwa evaluasi pelaksanaan sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal dan kinerja fiskal daerah menunjukkan bahwa pada sisi penerimaan terjadi peningkatan di
mana dana transfer dari pemerintah pusat memberi kontribusi besar, tetapi pada sisi pengeluaran menunjukan alokasi pengeluaran rutin meningkat lebih tinggi
dibanding alokasi pengeluaran pembangunan. Penurunan alokasi pengeluaran pembangunan ditunjukkan oleh penurunan alokasi pengeluaran untuk sektor-
sektor pembangunan khususnya sektor pertanian, dan pelayanan sosial umum. Kebijakan kenaikan dana alokasi umum dan bagi hasil bukan pajak, dan realokasi
pengeluaran rutin kepada pembangunan mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, dan penurunan kesenjangan antar daerah.
37 Sumedi 2005 meneliti dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap
kesenjangan antar daerah dan kinerja perekonomian nasional dan daerah, dengan menggunakan sistem persamaan simultan, terdiri atas dua jenis model yaitu model
Provinsi Jawa Barat dan model Indonesia. Penulis menyimpulkan bahwa pajak daerah signifikan dipengaruhi oleh produk domestik regional bruto. Implementasi
kebijakan desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kapasitas fiskal daerah, dan kinerja perekonomian baik pada
skala nasional maupun di Provinsi Jawa Barat. Dampak positif kebijakan desetralisasi fiskal terhadap sektor pertanian diindikasikan dengan meningkatnya
produk domestik regional bruto sektor pertanian, baik pangan maupun non- pangan, penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, dan peningkatan produksi padi.
Usman 2006 meneliti dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan, menggunakan sistem persamaan simultan,
dengan pool data tahun 1995-2003 pada 26 provinsi di Indonesia. Peneliti menyimpulkan bahwa kebijakan ekonomi pada periode sebelum desentralisasi
fiskal tidak menguntungkan kelompok miskin, namun sebaliknya kelompok kaya lebih diuntungkan. Periode sesudah desentralisasi fiskal pada awalnya
menguntungkan kelompok kaya, namun tahun berikutnya menguntungkan kelompok miskin. Hasil estimasi model pada sisi pengeluaran pemerintah,
menunjukkan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah pada sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, perumahan, dan kesejahteraan berdampak positif terhadap
kinerja ekonomi, pemerataan pendapatan, dan penurunan tingkat kemiskinan. Haryanto dan Ester 2009 melakukan studi tentang desentralisasi fiskal
dan penciptaan stabilitas keuangan daerah, dengan menggunakan data penel seluruh provinsi di Indonesia, menulis menemukan bahwa desentralisasi fiskal
memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan stabilitas keuangan daerah. Lebih lanjut dikatakan bahwa stabilitas keuangan daerah terbukti
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Barbara 2008 meneliti dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja
perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah, menggunakan sistem persamaan simultan, dengan menggunakan pool data 13 kabupaten kota Provinsi Kalimantan
Tengah 1995-2005. Peneliti meyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal terbukti
38
meningkatkan penerimaan daerah tetapi tidak diikuti oleh perbaikan kinerja perekonomian. Fenomena tersebut diduga karena adanya penurunan yang
signifikan terhadap pengeluaran sektor luar pertanian. Padahal pengeluaran sektor luar pertanian berpengaruh signifikan dalam meningkatkan PDRB. Penurunan
pengeluaran sektor luar pertanian menyebabkan berkurangnya aktivitas perekonomian yang selanjutnya berdampak pada menurunnya PDRB. Penurunan
pengeluaran sektor luar pertanian juga diduga menjadi penyebab tidak optimalnya penyerapan tenaga kerja di daerah, sehingga tidak terjadi peningkatan yang
signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Pakasi 2005 mengevaluasi dampak desentralisasi fiskal terhadap
perekonomian kabupaten kota di Propinsi Sulawesi Utara, dengan menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan. Model terdiri atas empat
blok yaitu, blok fiskal daerah, blok permintaan agregat daerah, blok produksi dan tenaga kerja, serta blok kinerja perekonomian. Peneliti menemukan bahwa
kebijakan desentralisasi fiskal berdampak terhadap meningkatnya upaya pajak dan retribusi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, namun peningkatan
tersebut berdampak terhadap menurunnya investasi dan kinerja perekonomian daerah. Sebaliknya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan sektor ekonomi
dan terkait dengan sektor publik berdampak meningkatkan investasi dan perekonomian daerah.
Pardede 2004 melakukan studi desentralisasi fiskal terhadap pemba- ngunan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Dengan menggunakan pendekatan
Input-Output, studi yang dilakukan meliputi evaluasi dampak pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dana dekonsentrasi, investasi swasta terhadap
output, pendapatan dan kesempatan kerja. Akan tetapi penelitian ini hanya meliputi dampak desentralisasi fiskal pada tahun 2001.
Panjaitan 2006 melakukan studi dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian daerah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara. Dengan
menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan. Model terdiri atas tiga blok yaitu, blok fiskal daerah, blok investasi dan infrastuktur, serta
blok kinerja perekonomian. Peneliti menemukan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal berhasil meningkatkan kemampuan fiskal daerah untuk membiayai
39 pengeluaran pemerintah daerah kabupaten maupun kota, namun karena kebutuhan
fiskal daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah juga meningkat lebih besar, maka daerah memiliki ketergantungan yang cukup besar kepada pemerintah
pusat untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik.
Rindayati 2009 mengkaji dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Jawa Barat, dengan menggunakan model ekonometrika dengan sistem
persamaan simultan,
menemukan bahwa kebijakan fiskal daerah dari sisi penerimaan yaitu dengan meningkatkan sumber-sumber penerimaan berupa pajak daerah dan
retribusi daerah, kurang memberi pengaruh langsung terhadap kinerja ketahanan pangan dan kemiskinan. Peningkatan pengeluaran sektor pertanian berdampak
pada peningkatan PDRB sektor pertanian selanjutnya meningkatkan kinerja ketahanan pangan, dan menurunkan kemiskinan, serta meningkatkan kinerja fiskal
daerah. Masri 2010 melakukan studi tentang pengaruh kebijakan fiskal regional
terhadap inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan menggunakan model
regresi data panel kabupaten kota tahun 2001-2008. Peneliti menemukan bahwa belanja pegawai, belanja operasional dan belanja modal berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini terjadi karena peningkatan permintaan barang dan jasa, tidak dapat diantisipasi oleh sisi
penawaran, dengan kata lain telah terjadi inflasi akibat meningkatnya sisi permintaan demand pull inflation.
Feltenstein dan Iwata 2005 menggunakan data time series tahun 1952- 2096, dengan model vector autoregressive VAR dalam dalam menganalisis
desentralisasi dan kinerja makroekonomi Cina. Penulis menemukan bahwa desentralisasi ekonomi berhubungan positif dengan pertumbuhan output riil di
Cina, namun memiliki implikasi yang kurang baik pada tingkat inflasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
desentralisasi fiskal di Indonesia berhasil meningkatkan kemampuan fiskal daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah kabupaten maupun kota, namun
karena kebutuhan fiskal daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah juga meningkat lebih besar, maka daerah memiliki ketergantungan yang cukup besar
kepada pemerintah pusat untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik.
40
Sementara hasil penelitian di Cina diperoleh bahwa desentralisasi fiskal memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan efisiensi alokasi sumber daya. Di samping reformasi perdesaan, akumulasi modal, dan sektor swasta merupakan kunci yang mendorong
pertumbuhan ekonomi di China.
2.5.3. Peran Kebijakan Fiskal Terhadap Sektor Pertanian