jumlah penduduk miskin kurang dari 0.01 persen baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian.
Oleh karena PDRB turun, maka pendapatan perkapita juga turun masing- masing sebesar 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.15
persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Di samping pendapatan perkapita, pendapatan petani juga turun, disebabkan karena meningkatkan
penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian masing-
masing sebesar 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.32 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pajak daerah sebesar 10 persen akan berdampak lebih buruk pada kinerja perekonomian kabupaten kota
yang berbasis non pertanian, dibanding kabupaten yang berbasis pertanian. Hal ini cukup wajar mengingat sektor yang dikenakan pajak umumnya sektor non
pertanian, sehingga dampaknya lebih besar pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Temuan ini juga menunjukkan bahwa peningkatan pajak daerah
dapat menimbukan biaya ekonomi tinggi high cost economic yang berdampak pada turunnya kinerja perekonomian kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan
baik yang berbasis pertanian maupun non pertanian.
8.2.2. Simulasi Kebijakan Kedua
Simulasi kebijakan kedua yang dilakukan adalah pemerintah daerah meningkatkan intensitas dalam melakukan pemungutan retribusi daerah, sehingga
retribusi daerah dapat ditingkatkan sampai 10 persen, dan selanjutnya digunakan untuk meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lainnya masing-
masing sebesar 2.5 persen. Dampaknya terhadap perekonomian daerah dapat dilihat pada Tabel 36.
Dampak simulasi ini terhadap permintaan agregat adalah konsumsi masyarakat turun 0.01 persen, total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar
0.05 persen, investasi swasta turun sebesar 0.61 persen, ekspor daerah turun 0.12 persen, serta impor daerah juga turun 0.12 persen, untuk kabupaten yang
berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian
179 terjadi kenaikan konsumsi masyarakat 0.01 persen, total pengeluaran pemerintah
daerah naik sebesar 2.85 persen, investasi swasta turun sebesar 0.33 persen, ekspor daerah turun 0.01 persen, serta impor daerah juga turun sebesar 0.03
persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan retribusi daerah
berdampak lebih besar pada kabupaten yang berbasis pertanian dibanding dengan kabupaten yang berbasis non pertanian. Investasi swasta terlihat mengalami
penurunan yang cukup besar yaitu 0.61persen pada kabupaten yang berbasis pertanian dibanding kabupaten yang berbasis non pertanian yang hanya sebesar
0.33 persen. Tabel 36. Dampak Kenaikan Retribusi Daerah 10 Persen, dan Peningkatan
Belanja Modal Sektor Pertanian dan Sektor Lainnya Masing-masing 2.5 Persen
Nama Peubah Nilai Dasar
Perubahan Perubahan
1 2
1 2
1 2
Konsumsi 739251
1990330 -54
100 -0,01
0,01 Investasi swasta
197392 818911
-1204 -2819
-0,61 -0,33
Ekspor daerah 292141
2651089 -359
-140 -0,12
-0,01 Impor daerah
211427 2109499
-252 -588
-0,12 -0,03
PDRB sektor pertanian 587651
287177 40
19 0,01
0,01 PDRB sektor pertambangan
13629.2 682730
-11,2 8
-0,08 0,01
PDRB sektor industri 130725
617873 -669
-1995 -0,51
-0,32 PDRB sektor listrik gas dan air
7938.6 51367.1
-17 -39,9
-0,21 -0,08
PDRB sektor bangunan 53797.7
227866 -248,3
-582 -0,46
-0,25 PDRB sektor perdagangan
138089 760797
-737 -1721
-0,53 -0,22
PDRB sektor transportasi 58761.7
408447 -404,1
-935 -0,69
-0,22 PDRB sektor keuangan
62230.3 283110
-250,7 -581
-0,40 -0,20
PDRB sektor jasa-jasa 152700
386814 -84
-182 -0,06
-0,05 Penyerapan T.Kerja sek. pertanian
82596.2 35579.7
7,9 18,3
0,01 0,05
Penyerapan T. kerja non pertanian 45600.5
115979 -20,6
-49 -0,05
-0,04 Pengangguran
11262.4 24294.2
12,8 30
0,11 0,13
Jumlah penduduk miskin 47775
46190.2 0,2
0,5 0,01
0,01 Inflasi
7.676 7.730
0,001 0,017
0,01 0,22
Ekspor bersih 80713.9
541590 -107,2
448 -0,13
0,08 Produk domestik regional bruto
1205522 3706182
-2381 -2021
-0,20 -0,05
Total peng. pemerintah daerah 198604
230682 96
6574 0,05
2,85 Penyerapan tenaga kerja
128197 151559
-13 -30
-0,01 -0,02
Pendapatan perkapita 3.6986
8.414 -0,0009
-0,0019 -0,02
-0,02 Pendapatan rata-rata petani
7.4011 10.164
-0,0003 -0,0291
-0,01 -0,28
Apabila dilihat dari sisi produk domestik regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi peningkatan pada PDRB sektor pertanian sebesar 0.01 persen.
Sementara PDRB pada sektor pertambangan, industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa
berturut-turut mengalami penurunan sebesar 0.08 persen, 0.51 persen, 0.21 persen, 0.46 persen, 0.53 persen, 0.69, persen, 0.40 persen, dan kurang dari 0.06
persen. Jadi dampak secara keseluruhan terhadap PDRB turun sebesar 0.20 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota
yang berbasis non pertanian terjadi kenaikan pada PDRB sektor pertanian dan pertambangan masing-masing sebesar 0.01 persen dan kurang dari 0.01 persen.
Sementara PDRB pada sektor industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa berturut-turut
mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.32 persen, 0.08 persen, 0.25 persen, 0.22 persen, 0.22 persen, 0.20 persen, dan 0.05 persen. Jadi dampak
secara keseluruhan terhadap PDRB turun sebesar 0.05 persen. Kondisi pada permintaan agregate juga terjadi pada pertumbuhan PDRB
dimana peningkatan retribusi daerah sebesar 10 persen lebih berdampak pada kabupaten kota yang berbasis pertanian, dimana total PDRB turun sebesar 0.20
persen dibanding dengan kabupaten yang berbasis non pertanian yang hanya turun 0.05 persen.
Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja sektor pertanian naik 0.01 pesen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan
0.05 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian, namun sebaliknya penyerapan tenaga kerja non pertanian turun sebesar 0.05 persen untuk
kabupaten yang berbasis pertanian, dan turun 0.04 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Total penyerapan tenaga kerja turun masing-masing
0.01 persen baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.02 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Akibatnya pengangguran naik 0.11
persen untuk kabupaten kota yang berbasis pertanian dan 0.13 persen pada dengan kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Sementara apabila dilihat dari jumlah
penduduk miskin, maka terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin kurang dari 0.01 persen baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada
kapupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena PDRB turun, maka pendapatan perkapita juga ikut turun
sebesar 0.02 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Di samping pendapatan perkapita,
pendapatan petani juga turun disebabkan karena naiknya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun
181 kabupaten kota yang berbasis non pertanian masing-masing sebesar kurang dari
0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.28 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Uraian tersebut menunjukkan bahwa
peningkatan retribusi daerah sebesar 10 persen akan berdampak lebih buruk pada kinerja perekonomian kabupaten berbasis pertanian dibanding kabupaten kota
yang berbasis non pertanian. Memperhatikan hasil simulasi dua terlihat bahwa apabila pemerintah
kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan, meningkatkan itensitasnya dalam melakukan pemungutan retribusi daerah, memberi dampak lebih buruk bagi
perekonomian, ditandai dengan turunnya PDRB, naiknya angka pengangguran dan kemiskinan baik pada kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada
kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena itu simulasi kedua ini tidak ini layak dipertimbangan untuk pengambilan kebijakan oleh pemerintah
kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
8.2.3. Simulasi Kebijakan Ketiga