Simulasi Kebijakan Ketiga Simulasi Kebijakan

181 kabupaten kota yang berbasis non pertanian masing-masing sebesar kurang dari 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.28 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Uraian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan retribusi daerah sebesar 10 persen akan berdampak lebih buruk pada kinerja perekonomian kabupaten berbasis pertanian dibanding kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Memperhatikan hasil simulasi dua terlihat bahwa apabila pemerintah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan, meningkatkan itensitasnya dalam melakukan pemungutan retribusi daerah, memberi dampak lebih buruk bagi perekonomian, ditandai dengan turunnya PDRB, naiknya angka pengangguran dan kemiskinan baik pada kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena itu simulasi kedua ini tidak ini layak dipertimbangan untuk pengambilan kebijakan oleh pemerintah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

8.2.3. Simulasi Kebijakan Ketiga

Simulasi ketiga yang dilakukan adalah gabungan dari simulasi satu dan dua yaitu pemerintah daerah menggenjot penerimaan pajak dan retribusi daerah secara bersamaan sehingga dapat ditingkatkan sampai 10 persen, dan selanjutnya digunakan untuk meningkatkan belanja modal sektor pertanian dan sektor lain masing-masing 5 persen, maka dampaknya terhadap perekonomian daerah, dapat dilihat pada Tabel 37. Dampak simulasi ini terhadap permintaan agregat adalah konsumsi masyarakat turun kurang dari 0.01 persen, dan total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 0.65 persen. Selanjutnya investasi swasta turun sebesar 0.37 persen, ekspor daerah turun 0.04 persen, serta impor daerah juga turun 0.07 persen, untuk kabupaten yang berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian konsumsi masyarakat turun kurang dari 0.01 persen, total pengeluaran pemerintah daerah naik sebesar 3.93 persen. Akan tetapi disisi lain terjadi penurunan dalam investasi swasta sebesar 1.10 persen, dan ekspor daerah turun 0.06 persen, serta impor daerah juga turun sebesar 0.09 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pajak dan retribusi daerah masing-masing 10 persen, berdampak lebih besar pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian. Pada sisi investasi swasta terlihat penurunan yang besar yaitu 1.10 persen pada kabupaten yang berbasis non pertanian dibanding kabupaten yang berbasis pertanian hanya 0.37 persen. Tabel 37. Dampak Kenaikan Pajak dan Retribusi Daerah Sebesar 10 Persen dan Kenaikan Belanja Modal Sektor Pertanian dan Sektor Lainnya Masing-masing 5 Persen Nama Peubah Nilai Dasar Perubahan Perubahan 1 2 1 2 1 2 Konsumsi 739251 1990330 -94 -83 -0.01 -0.01 Investasi swasta 197392 818911 -730 -9367 -0.37 -1.10 Ekspor daerah 292141 2651089 -109 -1716 -0.04 -0.06 Impor daerah 211427 2109499 -153 -1956 -0.07 -0.09 PDRB sektor pertanian 587651 287177 54 72 0.01 0.03 PDRB sektor pertambangan 13629.2 682730 -1.5 -34 -0.01 -0.01 PDRB sektor industri 130725 617873 -54 -549 -0.04 -0.09 PDRB sektor listrik gas dan air 7938.6 51367.1 -10.3 -132.5 -0.13 -0.26 PDRB sektor bangunan 53797.7 227866 -150.6 -1932 -0.28 -0.82 PDRB sektor perdagangan 138089 760797 -446 -5726 -0.32 -0.73 PDRB sektor transportasi 58761.7 408447 -242.9 -3128 -0.41 -0.74 PDRB sektor keuangan 62230.3 283110 -150.7 -1943 -0.24 -0.67 PDRB sektor jasa-jasa 152700 386814 -49 -633 -0.03 -0.16 Penyerapan T.Kerja sek. pertanian 82596.2 35579.7 4.8 61 0.01 0.17 Penyerapan T. kerja non pertanian 45600.5 115979 -12.5 -161 -0.03 -0.14 Pengangguran 11262.4 24294.2 7.8 99.5 0.07 0.42 Jumlah penduduk miskin 47775 46190.2 2 3 0.01 0.01 Inflasi 7.676 7.730 0.0042 0.026 0.05 0.34 Ekspor bersih 80713.9 541590 43.8 239 0.05 0.04 Produk domestik regional bruto 1205522 3706182 -942 -12910 -0.08 -0.34 Total peng. pemerintah daerah 198604 230682 1358 9062 0.68 3.93 Penyerapan tenaga kerja 128197 151559 -8 -100 -0.01 -0.07 Pendapatan perkapita 3.6986 8.414 -0.0037 -0.0149 -0.10 -0.18 Pendapatan rata-rata petani 7.4011 10.164 -0.0005 -0.0542 -0.01 -0.53 Apabila dilihat dari sisi produk domestik regional bruto berdasarkan sektor, maka terjadi kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.01 persen. Sementara PDRB pada sektor pertambangan, industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa turun berturut- turut 0.01 persen, 0.04 persen, 0.13 persen, kurang dari 0.28 persen, 0.32 persen, 0.41, persen, 0.24 persen, dan kurang dari 0.03 persen. Jadi dampak secara keseluruhan terhadap PDRB turun sebesar 0.08 persen untuk kabupaten yang 183 berbasis pertanian. Sementara untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian terjadi kenaikan pada PDRB sektor pertanian 0.03 persen. Selanjutnya PDRB pada sektor pertambangan, industri, listrik-gas-air, bangunan, perdagangan, transportasi dan komunikasi, serta sektor keuangan, dan jasa-jasa turun berturut- turut sebesar 0.01 persen, 0.09 persen, 0.26 persen, 0.82 persen, 0.73 persen, 0.74 persen, 0.67 persen, dan 0.16 persen. Jadi dampak secara keseluruhan terhadap PDRB turun sebesar 0.34 persen. Kondisi pada permintaan agregate juga terjadi pada PDRB dimana peningkatan pajak dan retribusi daerah masig-masing sebesar 10 persen lebih berdampak pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian, dimana total PDRB turun sebesar 0.34 persen dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian yang hanya turun 0.08 persen. Dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka penyerapan tenaga kerja sektor pertanian meningkat 0.01 pesen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.17 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian, namun sebaliknya penyerapan tenaga kerja non pertanian turun sebesar 0.03 persen, untuk kabupaten yang berbasis pertanian, dan turun 0.14 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Selanjutnya total penyerapan tenaga kerja turun 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.07 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Akibatnya pengangguran meningkat lebih besar pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian yaitu 0.42 persen dibanding dengan kabupaten yang berbasis pertanian yang hanya meningkat kurang dari 0.07 persen. Sementara apabila dilihat dari jumlah penduduk miskin, maka terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin kurang dari 0.01 persen baik pada kabupaten kota yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten yang berbasis non pertanian. Oleh karena PDRB turun, maka pendapatan perkapita juga turun masing- masing sebesar 0.10 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian dan 0.18 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Di samping pendapatan perkapita, pendapatan petani juga turun, disebabkan karena meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, baik untuk kabupaten yang berbasis pertanian maupun kabupaten kota yang berbasis non pertanian, masing- masing sebesar 0.01 persen untuk kabupaten yang berbasis pertanian, dan 0.53 persen untuk kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Uraian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pajak dan retribusi daerah masing-masing sebesar 10 persen akan berdampak lebih buruk pada perekonomian kabupaten kota berbasis non pertanian dibanding kabupaten yang berbasis pertanian. Hal ini cukup wayar mengingat sektor yang dikenakan pajak umumnya sektor non pertanian, sehingga dampaknya lebih besar pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Temuan ini juga menunjukkan bahwa peningkatan pajak dan retribusi daerah dapat menimbukan ekonomi biaya tinggi high cost economic yang berdampak pada turunnya kinerja perekonomian kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan, baik yang berbasis pertanian maupun non pertanian. Memperhatikan hasil simulasi satu, dua dan tiga terlihat bahwa apabila pemerintah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan, meningkatkan pajak dan retribusi daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, memberi dampak buruk bagi perekonomian, ditandai dengan turunnya PDRB, naiknya angka pengangguran dan kemiskinan baik pada kabupaten yang berbasis pertanian maupun pada kabupaten kota yang berbasis non pertanian. Oleh karena itu simulasi satu, dua, dan tiga ini tidak layak dipertimbangan untuk pengambilan kebijakan oleh pemerintah kabupaten kota di Provinsi Sulawesi Selatan.

8.2.4. Simulasi Kebijakan Keempat