Kondisi Peluang Rekreasi Recreation Opportunity Spectrum ROS
Penilaian EF dan BC yang disebut pendekatan ruang ekologisjejak kaki ekologis diperkenalkan Wackernagel dan Rees tahun 1995, dimana tingkat
kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam diterjemahkan kedalam luasan area yang produktif sebagai penyedia sumberdaya dan sebagai tempat mengasimilasi
sisa buangan akibat pemanfaatan sumberdaya. Menurut Ferguson 1999 in Venetoulis dan Talberth 2008 bahwa EF salah satu analisis yang telah digunakan
dalam penilaian keberlanjutan dengan membandingkan permintaan sumberdaya suatu populasi dengan produktivitas secara global. Sedangkan Wackernagel dan
Loh 2002 in Vanetoulis dan Talberth 2008 menggunakan EF untuk menilai berapa banyak areal produktif daratan dan perairan yang diperlukan oleh
perorangan, sebuah kota, satu negara atau suatu masyarakat untuk mengkonsumsi sumberdaya alam. Sebagaimana disebutkan Wilson dan Anielski 2005 bahwa
setiap orang akan memanfaatkan ruangsuatu wilayah dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui pemanfaatan sumberdaya alam, dengan pendekatan ini digunakan
untuk menilai hubungan permintaan demand terhadap sumberdaya dan ketersediaan supplay sumberdaya yang dikonversi menjadi luas area, sehingga
dapat menggambarkan tingkat pemanfaatan sumberdaya telah melebihi atau belum optimal.
Hasil analisis melalui pendekatan ekologi dapat menggambarkan pemanfaatan terhadap sumberdaya belum optimal atau telah melebihi daya
dukung ekologi. Meskipun suatu wilayah memiliki ketersediaan sumberdaya alam, tetapi secara lokal dapat mengalami defisit Schaefer et al. 2006. Menurut
Chamber et al. 2001 defisit ekologi suatu wilayah dimana tingkat kebutuhan terhadap sumberdaya melebihi kemampuan ekologis wilayah tersebut. Dengan
kata lain, jika hasil penilaian EF lebih besar dibandingkan BC, maka kondisi ini disebut defisit.
Wisata berkelanjutan sering dibahas dalam berbagai konteks. Secara khusus, wisata berkelanjutan dipandang sebagai cara untuk mencapai tujuan lingkungan,
sosial, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan di lokasi wisata. Pandangan ini mengabaikan tujuan yang berfokus pada kontribusi wisata dengan dampak
ekologis keseluruhan wisatawan. Melalui EF, penggunaan sumber daya diperiksa pada tingkat individu dan pilihan spesifik jenis transportasi, jenis akomodasi,
makanan yang tercermin dalam footprint pribadi. Jika diukur pada tingkat individu, pariwisata bisa dianggap sebagai komponen dari gaya hidup yang
berkelanjutan, atau sekedar cara lain di mana masyarakat dinilai apakah melebihi batas-batas ekologi. Beberapa artikel akademis telah menyerukan penyelidikan
penggunaan EF sebagai alat untuk membandingkan keberlanjutan berbagai jenis pariwisata Hunter 2002. Tujuan utamanya adalah menentukan bentuk dan
ukuran sebuah wisata berkelanjutan. Gagasan ini juga didukung oleh Wackernagel dan Yount 2000 yang menyarankan penggunaan EF untuk membantu pengambil
keputusan dalam mengidentifikasi pilihan berkelanjutan. Gagasan ini diperluas oleh Hunter 2002, yang membuat kasus penggunaan EF untuk memperjelas
status berkelanjutan sebuah wisata. Sebagai contoh, Moffat 2000 menguraikan bahwa keuntungan utama dari
konsep EF dari beberapa indikator lain seperti ruang lingkungan adalah konsep yang terlebih dahulu memberi kejelasan, pesan yang jelas dalam suatu format
yang mudah dicerna. Kejelasan dari pesan tersebut berupa fungsi penting segala indikator bagi pembuat kebijakan dan publik umum.
Wackernagel et al. 2006 menjelaskan bahwa analisis EF didasarkan pada dua asumsi. Pertama, adalah untuk mengawasi banyaknya sumberdaya yang
dikonsumsi pada suatu populasi manusia dan kebanyakan populasi tersebut menghasilkan buangan. Kedua, bahwa sumberdaya disini dan aliran buangannya
dapat dikonversi ke suatu area yang produktif untuk keperluan penyediaan sumberdaya dan asimilasi buangan. Setiap proses kehidupan yang hadir memiliki
EF dengan ukuran yang berbeda. Pada skala global, manusia secara keseluruhan dapat dibandingkan dengan total kekayaan alam dan jasa yang tersedia. Ketika
manusia dalam pemanfaatannya masih didalam kemampuan alam melakukan regenerasi, maka keberlanjutan merupakan konsekuensi logis yang akan didapat.
Pada Pulau Sepanjang, EF dinilai menggunakan metode TEF Touristic Ecological Footprint
. Penghitungan dan analisis EF sebuah tujuan wisata dibuat dengan membagi dan menghitung konsumsi per kapita dan pekerjaan konstruksi
selama tur, yang akhirnya akan dikonversi ke lahan produktif. Jadi pembagian konsumsi identifikasi komponen dan akses data merupakan langkah penting
untuk TEF Peng dan Guihua, 2007.