makanan yang tercermin dalam footprint pribadi. Jika diukur pada tingkat individu, pariwisata bisa dianggap sebagai komponen dari gaya hidup yang
berkelanjutan, atau sekedar cara lain di mana masyarakat dinilai apakah melebihi batas-batas ekologi. Beberapa artikel akademis telah menyerukan penyelidikan
penggunaan EF sebagai alat untuk membandingkan keberlanjutan berbagai jenis pariwisata Hunter 2002. Tujuan utamanya adalah menentukan bentuk dan
ukuran sebuah wisata berkelanjutan. Gagasan ini juga didukung oleh Wackernagel dan Yount 2000 yang menyarankan penggunaan EF untuk membantu pengambil
keputusan dalam mengidentifikasi pilihan berkelanjutan. Gagasan ini diperluas oleh Hunter 2002, yang membuat kasus penggunaan EF untuk memperjelas
status berkelanjutan sebuah wisata. Sebagai contoh, Moffat 2000 menguraikan bahwa keuntungan utama dari
konsep EF dari beberapa indikator lain seperti ruang lingkungan adalah konsep yang terlebih dahulu memberi kejelasan, pesan yang jelas dalam suatu format
yang mudah dicerna. Kejelasan dari pesan tersebut berupa fungsi penting segala indikator bagi pembuat kebijakan dan publik umum.
Wackernagel et al. 2006 menjelaskan bahwa analisis EF didasarkan pada dua asumsi. Pertama, adalah untuk mengawasi banyaknya sumberdaya yang
dikonsumsi pada suatu populasi manusia dan kebanyakan populasi tersebut menghasilkan buangan. Kedua, bahwa sumberdaya disini dan aliran buangannya
dapat dikonversi ke suatu area yang produktif untuk keperluan penyediaan sumberdaya dan asimilasi buangan. Setiap proses kehidupan yang hadir memiliki
EF dengan ukuran yang berbeda. Pada skala global, manusia secara keseluruhan dapat dibandingkan dengan total kekayaan alam dan jasa yang tersedia. Ketika
manusia dalam pemanfaatannya masih didalam kemampuan alam melakukan regenerasi, maka keberlanjutan merupakan konsekuensi logis yang akan didapat.
Pada Pulau Sepanjang, EF dinilai menggunakan metode TEF Touristic Ecological Footprint
. Penghitungan dan analisis EF sebuah tujuan wisata dibuat dengan membagi dan menghitung konsumsi per kapita dan pekerjaan konstruksi
selama tur, yang akhirnya akan dikonversi ke lahan produktif. Jadi pembagian konsumsi identifikasi komponen dan akses data merupakan langkah penting
untuk TEF Peng dan Guihua, 2007.
System Resilience Buffering Redundancy Diversity Learning
Social memory Adaptability Spasial heterogeneity
Carrying Capacity Socio-economic
limits Ecological
limits
Pressure impacts
Human Activities Equity of access
Quality of life
Human choice Population
tourists Limits
Presures
Gambar 6 Keterkaitan EF dengan CC Wilson dan Anielski 2005 Menurut pendekatan komponen, item yang dipilih harus mencakup semua
konsumsi dan limbah sebagai hasil dari kegiatan wisata. Lebih lanjut dijelaskan bahwa produk dari EF terdiri tujuh komponen utama: makanan, akomodasi,
transportasi, wisata, pembelian, hiburan dan limbah. Setelah didapatkan nilai TEF, kemudian akan dibandingkan dengan nilai BC
untuk mendapatkan ukuran daya dukung pulau. Ewing et al. 2010 menyatakan bahwa menghitung BC dimulai dengan menjumlah total bioproduktivitas lahan
yang ada. “Bioproduktif” berhubungan pada lahan dan air yang signifikan mendukung aktivitas fotosintesis dan akumulasi biomassa, area tandus yang
rendah diabaikan, mengurangi produktivitas. Ini tidak untuk mengatakan bahwa area-area seperti Gurun Sahara, Antartika, atau puncak Gunung Alpine tidak
mendukung kehidupan; produksi mereka terlalu kecil tersebar luas untuk dipanen secara langsung oleh manusia. BC adalah ukuran agregat dari jumlah lahan yang
ada, bobot dari produktivitas lahan tersebut. BC mewakili kemampuan biosphere
untuk menghasilkan tanaman, peternakan padang rumput, produk kayu hutan dan ikan, baik untuk pembuangan carbon dioksida di hutan. BC juga termasuk
seberapa banyak kapasitas regeneratif ini ditempati oleh infrastruktur lahan bangunan. Singkatnya, BC mengukur kemampuan area daratan dan lautan untuk
menyediakan jasa ekologi.
Ecological Footprint Wisata
Konsumsi Sumberdaya
Kebutuhan Pangan dan Serat
Limbah
Pemandangan
Akomodasi Purchase
Transportasi Hiburan
Limbah Padat
Gambar 7 Komponen Touristic Ecological Footprint TEF
2.6. Sistem Informasi Geografis SIG
Sistem Informasi Geografis Geographic Information SystemGIS yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer
yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis Aronoff 1989. Secara umum pengertian SIG sebagai berikut:
“suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya
manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan,
memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis
dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis”. SIG akan selalu diasosiasikan dengan sistem yang berbasis komputer, walaupun
pada dasarnya SIG dapat dikerjakan secara manual, SIG yang berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis merupakan data yang besar dalam
jumlah dan ukuran dan terdiri dari banyak tema yang saling berkaitan GIS KAN 2007.
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisis dan akhirnya
memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang
memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai komponen,
tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia
untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisis persoalan yang menentukan keberhasilan SIG. Data yang dibutuhkan pada SIG
dapat diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya melalui survei dan pemetaan yaitu penentuan posisikoordinat di lapangan GIS KAN 2007.
Menurut Prahasta 2002 definisi SIG adalah sistem komputer yang digunakan
untuk memasukkan
caoturing, menyimpan,
memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan data-data yang
berhubungan dengan posisi-posisi permukaan bumi dan merupakan sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial serta mampu mengintegrasikan
deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan di suatu lokasi.
Menurut Zetka 1985 in Amarullah 2007 menyebutkan bahwa ekosistem pesisir merupakan area yang luas meliputi daratan pesisir, estuaria dan perairan
pesisir, sehingga sumber data yang dibutuhkan sangat bervariasi. Melalui SIG dan citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial dan spektral yang tinggi dapat
diperoleh pemetaan wilayah pesisir. Pemanfaatan SIG merupakan salah satu pilihan untuk menjawab
permasalahan perencanaan terkait pemanfaatan ruang untuk budidaya perikanan. SIG juga bermanfaat untuk melakukan perencanaan agar karakteristik dan potensi
suatu wilayah dapat digambarkan dengan baik, karena mampu mengintegrasikan
beberapa data peta dan mempunyai kemampuan sebagai pangkalan data yang dapat diperbaharui dan ditambah isinya sedemikian rupa, sehingga data tersebut
dapat dipilih dan dipergunakan bagi berbagai kepentingan dalam suatu perencanaan dan pengambilan keputusan Soebagio 2005.
Pada penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan dan pariwisata, penggunaan teknologi penginderaan jauh dan SIG memiliki beberapa macam
kelebihan dibandingkan dengan penentuan kesesuaian lahan secara manual survei langsung ke lapangan yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang
tinggi. Dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG, objek yang diamati lahan pesisir di permukaan bumi dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan
dalam cakupan yang luas Trisakti et al. 2004.
2.7. Participatory Rural Appraisal PRA
Chambers 1987 mendefinisikan Participatory Rural Appraisal PRA sebagai sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat untuk
turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar dapat dilibatkan dalam membuat rencana dan
tindakan. Berbeda dengan Salm et al. 2000, PRA diartikan Participatory Rural Assessment
PRA yang merupakan proses untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi dari dan tentang masyarakat desa dalam periode waktu
singkat minggu. Beberapa menyebut Rapid Rural Appraisal RRA, pendekatan dimana antara survei formal dan wawancara tidak terstruktur. Penggunaan dalam
kontek MPA, PRA menetapkan menjadi membuat dialog dengan keluarga di masyarakat desa pesisir.
Pendekatan PRA memiliki tiga karakteristik penting, yaitu: pertama, penguatan empowerment dimana masyarakat lokal diajak turut berpartisipasi
dengan pengetahuan yang mereka miliki dalam pengkajian persoalan-persoalan pedesaan dimana mereka tinggal, dengan demikian kepercayaan diri masyarakat
lokal terangkat untuk mengatasi persoalan-persoalan pedesaan dimana mereka tinggal. Kedua, penghargaan respect dimana sikap menghargai pendapat
masyarakat lokal dalam kerangka semangat bersama untuk mencari jalan keluar bagi persoalan-persoalan pedesaan adalah faktor penting. Ketiga, muatan lokal
localization dimana dalam pendekatan ini lebih banyak materi-materi lokal
digunakan dalam mengambil keputusan yang terkait dengan persoalan-persoalan pedesaan. Keempat
, “kepuasan” enjoyment dimana dalam proses mengambil keputusan atau mengidentifikasi persoalan merupakan fokus utama bukan pada
“cepat atau lambat”-nya pengkajian dilakukan. Dalam konteks ini interaksi antar pemangku kepentingan dalam masyarakat menjadi sangat penting. Komunikasi-
komunikasi dengan menggunakan jargon-jargon lokal merupakan salah satu strategi yang dapat meningkatkan tingkat kepuasan dalam pendekatan pengkajian
pedesaan partisipatif ini. Karakteristik kelima adalah inklusivitas dimana segenap komponen masyarakat lokal terlihat sesuai asas-asas keterwakilan, tidak saling
membedakan Adrianto 2004. Beberapa keuntungan metode PRA adalah efektif biaya, mengurangi
sampling errors dan bias, meningkatkan keakraban diskusi dengan masyarakat
desa, dan terdapat fleksibilitas untuk membuat penyesuaian selama kerja lapang Pabla et al. 1993, hasil yang dijumpai berdasarkan spesifik realitas lokal,
meningkatkan sistem pemahaman dan kapasitas pengelolaan oleh masyarakat lokal dan dapat membuat pondasi untuk partisipasi lokal secara aktif di masa yang
akan datang Fontalvo-Herazo et al. 2007. Geoghegan et al. 1984 berpendapat PRA mungkin cara paling baik bagi perencana lingkungan untuk menemukan
trend, konflik dan masalah area yang tidak bisa dilihat dengan mudah, dengan informasi pemetaan.
Prinsip-prinsip PRA adalah terbuka, triangulasi, orientasi praktis, santai dan informal, mengoptimalkan hasil, belajar dari kesalahan, keberlanjutan dan selang
waktu, pemberdayaan penguatan masyarakat, saling belajar dan menghargai perbedaan, mengutamakan yang terabaikan keberpihakan, masyarakat sebagai
pelaku, orang luar sebagai fasilitator Chambers 1987. Informasi yang dikumpulkan dalam PRA menggunakan wawancara group
atau single terhadap nilai sosial, opini, dan sasaran dan pengetahuan lokal maupun hard data pada sosial, ekonomi, budaya dan parameter ekologi. Nilai dari
data yang dihasilkan sebagian besar dipercaya tergantung keterampilan dalam mengumpulkan dan memutuskan. Pendekatan partisipatif kemudian dibandingkan
antara hasil riset dan permasalahan, sehingga didapatkan tujuan yang diharapkan Salm et al. 2000.