Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Pulau-pulau Kecil PPK 1. Pengertian Pulau-pulau Kecil PPK

Kajian kondisi biofisik bermanfaat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghalangi pertumbuhan dan pengembangan inisiatif wisata di masa mendatang. Kajian ini bisa digunakan untuk menduga pendekatan rencana dan pengelolaan wisata sehingga faktor pembatas, seperti kekurangan air bisa dielakkan, sebagai contoh: membangun dasar sistem pembuangan limbah. Keinginan outcomes biofisik, sosial dan ekonomi harus diatur melalui proses bersama yang menyertakan semua stakeholders dan program monitoring yang ditaruh di tempat yang bisa mendeteksi perubahan dan respon untuk perubahan. Bagaimanapun, kurangnya pengetahuan, khususnya biofisik lingkungan, menghambat pembuatan keputusan. Kualitas air daerah pantai, cadangan air tanah, geomorfologi dan survei keanekaragaman laut perlu dimasukkan sebagai kebutuhan membuat keputusan. Meratanya kondisi biofisik dapat menyediakan sebuah indikator dari skala wisata yang mungkin akan berkembang di masa depan, sehingga dapat diduga tipe pembangunan yang tepat Teh dan Cabanban 2007. Konsep pengelolaan wisata tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan tetapi juga mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Oleh karena sifat sumberdaya dan ekosistem pesisir dan lautan alami sering rentan dan dibatasi oleh daya dukung, maka pengembangan pasar yang dilakukan menggunakan pendekatan product driven, yaitu disesuaikan dengan potensi, sifat, perilaku objek daya tarik wisata alam dan budaya yang tersedia, seperti in situ, tidak tahan lama perishable, tidak dapat pulih non recoverable dan tidak tergantikan non substitutable diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya Yulianda 2007. Dibutuhkan perencanaan menggunakan metodologi yang efektif untuk membantu pengelola dan pembuat kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya, memperkirakan rencana kebijakan, menghindari konflik pemanfaatan dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan Parolo et al. 2009. Didalam pengelolaan wisata banyak instrumen yang dibutuhkan, perhatian untuk kontribusi konservasi dan legitimasi van der Duim dan Caalders 2002. Pembangunan kebijakan perlu dilakukan. Penting juga melakukan analisis perbandingan untuk memberikan pemahaman dampak terhadap keberlanjutan lingkungan dengan tipe-tipe yang berbeda, tingkat hubungan dan pembangunan organisasi pada kondisi yang berbeda. Utamanya perusahaan dan organisasi wisata yang membutuhkan peringatan lebih jauh untuk pembangunan wisata berkelanjutan Erkuş-Öztürk dan Eraydin 2010. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak wisata adalah membatasi trak, perjalanan, jalan, tempat pemandangan, tempat camp permanen dan penyediaan akomodasi Pickering dan Hill 2007 serta menentukan jenis aktivitas wisata Landry dan Taggart 2010 dan membatasi jumlah wisatawan Pickering dan Hill 2007. Derajat daerah bisa dikatakan berkelanjutan untuk wisata dan rekreasi bergantung pada lingkungan fisik, tingkah laku pengunjung dan pengelolaan yang tepat. Terdapat beberapa model dan proses pembangunan dalam respon yang dibutuhkan pengelola area konservasi untuk meminimalkan dampak-dampak dari pemanfaatan pengunjung, saat menyediakan kualitas pengalaman pengunjung Gambar 3. Industri wisata termasuk subsektor ekowisata juga telah berdiri dengan sukses dari area konservasi berkelanjutan dan masing-masing dibuat kebutuhan untuk mengembangkan model dari potensi dampak pengunjung dan pengelolaan yang tepat untuk mitigasi dampak Brown et al. 2006. Wisata juga menawarkan kesempatan terbaik untuk pembangunan yang diistilahkan sebagai pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja, menghasilkan valuta asing serta mengurangi kemiskinan. Sebuah studi empiris untuk menentukan volatilitas wisata di Karibia, Maloney dan Rojas 2001 menyimpulkan bahwa pendapatan berasal dari wisata dua kali sampai lima kali lebih stabil sebagai penerimaan barang. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan wisata cenderung stabil dibandingkan penerimaan barang. Berbeda dengan pemasaran daerah, desain yang diciptakan harus mampu memenuhi dan memuaskan keinginan dan ekspektasi pelanggannya. Pelanggan pertama adalah penduduk dan masyarakat daerah, kedua trader, tourist, investor dan ketiga talent SDM berkualitas, developer pengembang, organizer event organizer Kartajaya 2005. Kotler 1999 mengatakan bahwa pemasaran merupakan faktor kunci keberhasilan usaha, dalam artian bukan bagaimana caranya menciptakan penjualan tetapi bagaimana memuaskan kebutuhan pelanggan. Keterangan: I-O Models: Input Output Models; TFS: Tourism Futures Simulator; TOMM: Tourism Optimisation Management Models; SIA: Social Impact Assessment ; ROS: Recreation Opportunity Spectrum; EE: Ecolgical Economics; EF: Ecological Footprint; CC: Carrying Capacity; RBSIM: Recreation Behaviour Simulation Model ; LAC: Limits of Acceptable Change ; VERP: Visitor Experience and Resource Protection; VIM: Visitor Impact Management ; VAMP: Visitor Activities Gambar 3 Peta konsep, kerangka dan model wisata pesisir dan laut berkelanjutan modifikasi dari Brown et al. 2006

2.4. Recreation Opportunity Spectrum ROS

2.4.1. Konsep Recreation Opportunity Spectrum ROS

Recreation Opportunity Spectrum ROS adalah sebuah kerangka perencanaan yang diterapkan pada landscape dan seascape dengan tujuan menangani terjadinya sebuah konflik pemanfaatan lahan melalui inventarisasi, perencanaan dan manajemen. Joyce dan Sutton 2009 mendefinisikan ROS sebagai kerangka bagi perencana rekreasi untuk dapat menetapkan tipe-tipe peluang yang tersedia di lokasi yang diberikan. Kunci pendekatan konsep adalah bahwa seseorang memiliki peluang rekreasi ketika mereka bisa mengerti sebuah aktivitas dengan sebuah pengaturan dan melalui ini mendapatkan sebuah pengalaman – dengan harapan lebih menyukai pengalaman. ROS didisain tidak hanya untuk menggambarkan tipe-tipe peluang yang disediakan, tetapi juga membantu dalam mengatur batas pembangunan di area tertentu. Tujuan dari penerapan ROS adalah untuk mendapatkan keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi. ROS mendukung zonasi dan pembangunan pengalaman rekreasi dimana wilayah diklasifikasikan dan dibagi berdasarkan kondisi lingkungan dan aktivitas rekreasi. Pada umumnya berbagai kegiatan yang ingin dicapai dalam sebuah aktivitas rekreasi akan mengarahkan orang ke wilayah tertentu yang berpotensi dan hal ini akan menimbulkan konflik. Joyce dan Sutton 2009 menjelaskan bahwa ROS telah digunakan secara internasional sebagai alat untuk pedoman perencanaan rekreasi. Pengembangan sebuah peluang-peluang rekreasi haruslah memperhatikan faktor lingkungan, sosial dan manajerial yang dapat dikombinasikan dalam cara yang berbeda sebagaimana digambarkan pada Gambar 4. Gambar 4 Hubungan antara faktor-faktor ROS Emmelin 2006 Kondisi lingkungan merupakan kualitas dari bentuk landscape dan seascape ; kondisi sosial adalah bagaimana landscape dan seascape dimanfaatkan oleh masyarakat dan; kondisi manajerial adalah bagaimana sebuah wilayah dikelola. Total dari faktor tersebut menciptakan spektrum. Spektrum terdiri atas FAKTOR The Recreation Opportunity Spectrum Alami Kepadatan rendah Tidak berkembang Kondisi Lingungan Kondisi Sosial Kondisi Manajerial Tidak alami Kepadatan tinggi Berkembang