selalu berhubungan pada satu rezim pengelolaan serta pembangunan infrastruktur yang baik untuk mendukung volume pengunjung.
3. Backcountry Peluang-peluang backcountry terjadi pada pengaturan alam skala besar,
umumnya akses pertama melalui zona frontcountry. Zona ini termasuk jalan- jalan populer dengan jarak yang jauh maupun petualangan malam, dan juga
permainan berburu yang luas dan memancing di sungai. Fasilitas-fasilitas di zona ini meliputi trak kendaraan empat wheel drive dengan jumlah terbatas
pada suatu tempat, pembangunan trak petualangan yang baik maupun yang lebih besar. Terdapat tanda batasan dari kontrol pengelolaan, dan terdapat
level kelayakan tantangan untuk mengunjungi tempat-tempat di dalam zona ini. Perjumpaan dengan pengunjung lainnya berada pada tingkat medium
sampai rendah. 4. Remote
Diluar cakupan backcoutry terbentuk zona-zona remote, yang mana tipikalnya wild lands
ada bagian dalam area konservasi, dengan basic trak pemanfaatan rendah, rute-rute yang ditandai dan gubuk. Terdapat ekspektasi yang layak
diisolasi dari penglihatan dan suara aktivitas-aktivitas manusia lainnya. Orang memanfaatkan zona ini harus berfisik fit dan memerlukan level keterampilan
yang tinggi untuk backcountry survival. 5. Wilderness
Wilderness terdiri atas area alam yang besar, menggambarkan luasnya
sekeliling zona remote, dan tidak ada fasilitas pengunjung. Pada area ini, seseorang awalnya harus telah melalui zona backcountry dan remote. Disini
seseorang akan menemukan isolasi lengkap dari penglihatan dan suara dari aktivitas-aktivitas manusia lain.
2.5. Ecological Footprint EF
Wackernagel dan Ress 1996 mendefinisikan Ecological Footprint EF sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas termasuk area
laut yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu 1 untuk menyediakan semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan 2 untuk menyerap semua
limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. Basis
konseptual EF dimulai dari dasar pemikiran bahwa seseorang bergantung pada biosphere
untuk tetap menyuplai kebutuhan dasar untuk hidup; energi untuk penghangat dan mobilitas; kayu untuk rumah; produk furnitur dan kertas, serat
untuk pakaian; kualitas makanan dan air untuk kesehatan hidup; penyerapan secara ekologi untuk menyerap limbah; dan banyak jasa pendukung kehidupan
non konsumsi Wackernagel dan Yount 1998; Ferguson 1999; Chamber et al. 2001.
Konsep EF bisa dikatakan sebagai sebagai sebuah metode untuk meningkatkan kesadaran dari dampak manusia pada penderitaan Moffat 2000.
Secara perspektif ekologi, salah satu strategi yang dilakukan untuk tujuan keberlanjutan pemanfaatan melalui penilaian terhadap sumberdaya alam.
Pendekatan yang digunakan dalam penilaian sumberdaya melalui analisis EF. Dasar pemikiran analisis pendekatan ini berasal dari konsep daya dukung
Carrying Capacity kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Selain ini, pendekatan EF membantu dalam pengambilan keputusan
terhadap pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan Wackernagel dan Rees 1996; Tavallai dan Sasanpour 2009.
Ide daya dukung sebelumnya banyak dibangun dan diaplikasikan pada studi ekologi. Konsep daya dukung dapat dilihat seperti menetapkan daya dukung
lingkungan alam atas sumberdaya, baik lingkungan sosial-ekonomi populasi, pola konsumsi, dampak manusia, dan lain-lain yang mempengaruhi daya dukung
dari sistem manusia Wackernagel et al. 1999; Charles 2000. Salah satu indikator keberlanjutan adalah EF Charles 2000.
Analisis EF dapat memberikan kita area total yang dibutuhkan populasi dengan standar hidup yang ada. Jika total area yang digunakan oleh populasi lebih
kecil dibandingkan total area dalam EF, perbedaan dalam sebuah indikator dari luas area sebenarnya adalah tidak cukup tidak berkelanjutan untuk mendukung
populasi Barker 2002; Roth et al. 2000; Wackernagel dan Rees 1996; Charles 2000; Chambers et al. 2001 Wackernagel dan Yount 2000.
Menurut Rees 1996 in Wackernagel dan Yount 1998, analisis EF adalah sebuah indikator berbasis area yang mengkuantitatifkan intensitas manusia
memanfaatkan sumberdaya dan aktivitas pembuangan limbah di area khusus
terkait pada kapasitas area yang dimiliki untuk menyediakan aktivitas tersebut. Analisis EF berbasis pada dua asumsi. Pertama, yaitu kemungkinan menjadi
daerah pencaharian dari umumnya sumberdaya yang dikonsumsi populasi manusia dan limbah yang dihasilkan populasi. Kedua, yakni sumberdaya dan
aliran-aliran limbah dapat dikonversi menjadi sebuah kebutuhan area produktif biotik untuk menyediakan sumberdaya dan untuk mengasimilasi limbah
Wackernagel dan Yount 1998. Satuan ukur untuk menghitung footprint adalah global hektar gha. Ini
biasanya hektar yang mewakili rata-rata produksi dari seluruh area bioproduktif bumi. Lebih tepat global hektar adalah satu hektar secara biologis ruang produktif
dengan produktivitas rata-rata dunia yang diberikan per tahun Wackernagel et al. 2006. Menurut Wilson dan Anielski 2005 EF sebagai ukuran permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa, jumlah area dan badan air laut, danau dan sungai yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan relatif terhadap produksi
area lahan dan laut secara biologis yang menyediakan barang dan jasa alam. Ini dilakukan dengan menghitung dan membandingkan konsumsi manusia secara
langsung terhadap produktivitas yang terbatas dari alam. EF bertujuan untuk menggambarkan penyediaan lahan produktif secara
biologi oleh individu atau negara dengan menggunakan kesamaan ruang space equivalents
. Pendekatan ini dengan membandingkan area yang dibutuhkan untuk mendukung gaya hidup tertentu dengan area yang ada, sehingga menghasilkan
suatu instrumen untuk mengkaji konsumsi yang secara ekologi berkelanjutan Wackernagel dan Rees 1996; Chamber et al., 2000 in Gössling 2002. Luas area
dapat diambil dari jumlah energi dimana setiap 100 GJ energi setara dengan 1 ha dari lahan ekologi Tavallai dan Sasanpour 2009.
Secara konseptual maka EF tidak boleh melebihi biocapacity BC. BC dapat diartikan sebagai daya dukung biologis atau daya dukung saja. Ferguson
2002 in PKSPL-IPB 2005 mendefinisikan BC sebagai sebuah ukuran ketersediaan lahan produktif secara ekologis. Sementara itu, daya dukung
lingkungan dalam kaitan ini dapat disajikan dalam bentuk jumlah orang yang dapat hidup di lokasi tersebut dan dapat didukung oleh BC yang ada. Daya
dukung lingkungan carrying capacity adalah total BC dibagi dengan total EF.
Penilaian EF dan BC yang disebut pendekatan ruang ekologisjejak kaki ekologis diperkenalkan Wackernagel dan Rees tahun 1995, dimana tingkat
kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam diterjemahkan kedalam luasan area yang produktif sebagai penyedia sumberdaya dan sebagai tempat mengasimilasi
sisa buangan akibat pemanfaatan sumberdaya. Menurut Ferguson 1999 in Venetoulis dan Talberth 2008 bahwa EF salah satu analisis yang telah digunakan
dalam penilaian keberlanjutan dengan membandingkan permintaan sumberdaya suatu populasi dengan produktivitas secara global. Sedangkan Wackernagel dan
Loh 2002 in Vanetoulis dan Talberth 2008 menggunakan EF untuk menilai berapa banyak areal produktif daratan dan perairan yang diperlukan oleh
perorangan, sebuah kota, satu negara atau suatu masyarakat untuk mengkonsumsi sumberdaya alam. Sebagaimana disebutkan Wilson dan Anielski 2005 bahwa
setiap orang akan memanfaatkan ruangsuatu wilayah dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui pemanfaatan sumberdaya alam, dengan pendekatan ini digunakan
untuk menilai hubungan permintaan demand terhadap sumberdaya dan ketersediaan supplay sumberdaya yang dikonversi menjadi luas area, sehingga
dapat menggambarkan tingkat pemanfaatan sumberdaya telah melebihi atau belum optimal.
Hasil analisis melalui pendekatan ekologi dapat menggambarkan pemanfaatan terhadap sumberdaya belum optimal atau telah melebihi daya
dukung ekologi. Meskipun suatu wilayah memiliki ketersediaan sumberdaya alam, tetapi secara lokal dapat mengalami defisit Schaefer et al. 2006. Menurut
Chamber et al. 2001 defisit ekologi suatu wilayah dimana tingkat kebutuhan terhadap sumberdaya melebihi kemampuan ekologis wilayah tersebut. Dengan
kata lain, jika hasil penilaian EF lebih besar dibandingkan BC, maka kondisi ini disebut defisit.
Wisata berkelanjutan sering dibahas dalam berbagai konteks. Secara khusus, wisata berkelanjutan dipandang sebagai cara untuk mencapai tujuan lingkungan,
sosial, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan di lokasi wisata. Pandangan ini mengabaikan tujuan yang berfokus pada kontribusi wisata dengan dampak
ekologis keseluruhan wisatawan. Melalui EF, penggunaan sumber daya diperiksa pada tingkat individu dan pilihan spesifik jenis transportasi, jenis akomodasi,