Menurut Todaro dan Smith 2006, pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan
kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling
mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga
diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap
pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu : i berkembangnya kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya basic needs, ii meningkatkan rasa harga diri self esteem masyarakat sebagai manusia, dan iii meningkatnya
kemampuan masyarakat untuk memilih freedom from servitude yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
2.5 Kesejahteraan Masyarakat
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada umumnya dihubungkan dengan pengurangan tingkat kemiskinan dan perbaikan pemerataan equity. Dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dianggap secara otomatis akan menghilangkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan baik antar kelompok masyarakat
maupun antar wilayah. Namun demikian, banyak bukti menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak bias memecahkan permasalahan
pembangunan yang mendasar seperti kemiskinan dan taraf hidup masyarakat secara luas Arsyad, 1999. Pertumbuhan ekonomi memang benar meningkatkan
kesejahteraan nasional dan juga memiliki potensi untuk mengurangi kesenjangan dan mengatasi permasalahan sosial lainnya, namun pengalaman sejarah
menunjukkan banyak contoh dimana pertumbuhan ekonomi tidak diikuti dengan pembangunan manusia, yang justru menimbulkan permasalahan sosial ekonomi
semakin besar seperti semakin tingginya tingkat kesenjangan, pengangguran ayng tinggi, kedudukan politik yang tidak seimbang dan sebagainya Saefudin, 2005.
Dua hal penting menurut Su’ud 1991 mengenai kesejahteraan adalah: 1 kesejahteraan menurut adanya kekayaan yang meningkat yaitu mengukur
kesejahteraan dengan keluaran fisik dan 2 kesejahteraan tercapai bila ada distribusi dari pendapatan yang dirasa adil oleh masyarakat.
2.6 Strategi Pengembangan Wilayah Baru
Pengembangan wilayah dapat dianggap sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap pembangunan di suatu wilayah. Diperlukan strategi-strategi yang
efektif untuk suatu percepatan pembangunan. Kebijakan pembangunan selalu dihadapkan pada pilihan pendekatan pembangunan yang terbaik. Secara teoritis
strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu demand side strategy dan supply side strategy. Strategi demand side
adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan konsumsi barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan
produksi lokal. Tujuannya adalah meningkatkan taraf hidup penduduk. Peningkatan taraf hidup penduduk diharapkan akan meningkatkan permintaan
terhadap barang-barang non pertanian. Adanya peningkatan permintaan tersebut akan meningkatkan perkembangan sektor industri dan jasa-jasa yang akan lebih
mendorong perkembangan wilayah tersebut. Sedangkan pengertian dari strategi supply side adalah suatu strategi
pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi
ini adalah untuk meningkatkan pasokan komoditi yang pada umumya diproses dari sumberdaya alam lokal. Keuntungan penggunaan strategi supply side adalah
prosesnya cepat sehingga efek yang ditimbulkannya cepat terlihat. Beberapa permasalahan yang sering muncul dari digunakannya strategi ini adalah: 1
timbulnya enclave karena keterbatasan kapasitas pengetahuan, keahlian, dan kompetensi penduduk lokal, sehingga seringkali hanya masyarakat tertentu
dengan jumlah yang terbatas atau pendatang dari luar kawasan saja yang menikmatinya, dan 2 sangat peka terhadap perubahan-perubahan ekonomi diluar
wilayah Rustiadi, E., S. Saefulhakim, D. R. Panuju, 2007.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini memilih lokasi di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pertimbangan dipilihnya daerah ini sebagai studi kasus karena Kota Tangerang
Selatan merupakan daerah otonom baru yang terbentuk pada tahun 2008, yang diharapkan mampu mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah setelah dilakukannya pemekaran. Penelitian ini
dilakukan pada 7 tujuh kecamatan yang ada di Kota Tangerang Selatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Pamulang, Kecamatan
Pondok Aren, Kecamatan Serpong Aren, Kecamatan Ciputat Timur, dan Kecamatan Setu. Penelitian direncanakan akan berlangsung dari bulan Juli 2010
sampai Juli 2011.
3.2. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer serta data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan
informan kunci dilapangan melalui wawancara dan menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur sesuai dengan tujuan penelitian. Data primer
dilakukan untuk kajian potensi keuangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi dan dinas-dinas terkait dengan penelitian, seperti: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, BPS, Pemerintah
Daerah, Dinas Pendapatan Daerah dan hasil penelitian terdahulu. Data sekunder meliputi: profil daerah penelitian, tabel Input-Output Kota Tangerang Selatan,
Tangerang dalam Angka, PDRB per sektor per kecamatan, dan data sekunder lainnya.