Konsep Otonomi Daerah Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah

a. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi. Lembaga tersebut dapat memberi respon dengancepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan. b. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang terdesentralisasi. Para pegawai yang berada dilini depan, paling dekat dengan masalah dan peluang serta mereka yang lebih tahu dengan apa yang terjadi sebenarnya, sehingga akan lebih cepat mengambil keputusan yang diperlukan. c. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif dibanding yang tersentralisasi. Inovasi biasanya tidak terjadi pada seseorang yang berada pada pucuk pimpinan, tetapi sering muncul dari gagasan baik pegawai yang benar-benar melaksanakan pekerjaan dan berhubungan dengan pelanggan. d. Lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, sehingga banyak komitmen dan lebih besar produtivitasnya. Peberian kepercayaan kepada pegawai utnuk mengambil keputusan yang penting dalam tugasnya dapat menjadi motivasi bagi mereka, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerjanya. Menurut Abe 2002 desentralisasi memberikan sisi positif, antara lain: a bagi pemerintah pusat desentralisasi tentu akan menjadi jalan yang mengurangi beban pusat; b program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan akan lebih realistis, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal; c memberi kesempatan kepada daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan demikian belajar untuk bisa menangkap dan merumuskan aspirasi masyarakat setempat; d dengan adanya pemberian wewenang politis ke arah devolusi, maka berarti akan membuka peluang bagi keterlibatan rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintah.

2.1.1. Konsep Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti undang-undang atau perudangan sendiri Izelf Wetgeving. Manan dalam Malia 2009 mendefinisikan otonoami sebagai kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan kewenangan serta tanggung jawab badan pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manivestasi desentralisasi. Mahwood dalam Agusniar 2006 mendefinisikan otonomi lebih sederhana, yaitu kebebasan dari pemerintah daerah dalam membuat dan mengimplementasikan keputusan. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan sedangkan Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ciri utama yang mewujudkan suatu daerah mampu berotonomi teletak pada kemampuan daerah, artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya Anwar, 2005. Kebijakan perimbangan keuangan pusat-daerah harus mengatur secara pasti pengalokasian dana perimbangan. Smith dalam Malia 2009 membedakan dua sudut pandang kepentingan: kepentingan Pemerintah Pusat dan kepentingan Pemerintah Daerah. Sedikitnya ada empat tujuan dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah: pendidikan politik, pelatihan kepemimpinan, menciptakan stabilitas politik, dan mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Sementara, bila dilihat dai sisi kepentingan pemerintah daerah, tujuan pertama, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai Political Equity. Ini berarti bahwa melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan akan lebih membukakan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal. Tujuan kedua, adalah untuk menciptakan local accountability. Tujuan ketiga, adalah untuk mewujudkan apa yang disebut dengan local responsiveness, karena pemerintah daerah dianggap lebih banyak mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat. 2.2. Pemekaran Wilayah Rasyid 1996 menjelaskan bahwa jika pembangunan atau pemekaran wilayah pemerintahan akan dilakukan, maka kebijakan itu harus memberi jaminan bahwa aparatur pemerintahan yang ada memiliki kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan. Asumsi yang menyertainya adalah bahwa pemekaran wilayah pemerintahan yang memperluas jangkauan pelayanan itu akan menciptakan dorongan-dorongan baru dalam masyarakat bagi lahirnya prakarsa yang mandiri menuju kemandirian bersama. Menurut Rasyid 1996 ada tiga pola dalam pembentukan wilayah pemerintahan di daerah selama ini, yaitu: 1. Pembentukan wilayah-wilayah pemerintahan yang sekaligus menjadi daerah otonom provinsi, kabupatenkota dengan persyaratan yang cukup obyektif seperti jumlah penduduk dan potensi ekonomi terutama terlihat di Jawa dan Sumatera. 2. Pembentukan wilayah-wilayah administratif dan daerah otonom berdasarkan pertimbangan politis dengan jumlah penduduk relatif kecil tapi memiliki potensi ekonomi yang besar seperti Papua serta potensi ekonomi dan penduduk yang sedikit tetapi secara historis dipandang khas. 3. Pembentukan wilayah administrasi pemerintah tanpa disertai pembentukan daerah otonom seperti lazim terjadi untuk pembentukan wilayah. Daerah yang wilayahnya relatif luas, sehingga menyulitkan jangkauan pemerintah untuk melayani warga masyarakat dipandang perlu untuk dimekarkan menjadi beberapa daerah otonom. Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa: “Daerah Otonomi, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya dalam Pasal 5 Ayat 4 dikatakan bahwa “Syarat teknis pembentukan daerah berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah”. Dalam mengoptimalkan jangkauan pelayanan pada masyarakat suatu pemekaran wilayah harus didasarkan pada: 1. Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah harus selaras dan sesuai, sehingga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tetap dengan konsep lingkungan kerja yang ideal, dengan ukuran organisasi dan jumlah instansi terjamin. 2. Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah bertolak dari pertimbangan atas prospek pengembangan ekonomi yang layak dilakukan berdasarkan kewenangan yang akan diletakkan pada pemerintahan yang baru. 3. Kebijakan pengembangan wilayah harus menjamin bahwa aparatur pemerintahan di daerah yang dibentuk memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan fungsi pemerintahan dan mendorong lahirnya kebjakan yang konsisten mendukung peningkatan kualitas pelayanan publik. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 5 manyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat administrasi, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administrasi untuk kabupatenkota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupatenkota dan bupatiwalikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik meliputi paling sedikit 5 lima kabupatenkota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 empat kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat b. Percepatan pertumbuhan demikrasi masyarakat c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah d. Percepatan pengelolaan potensi daerah e. Peningkatan keamanan dan ketertiban f. Peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah Pasal 3 dalam Peraturan tersebut dinyatakan pula bahwa pembentukan daerah baru didasarkan pada syarat-syarat sebagai berikut: a. Kemampuan ekonomi b. Potensi daerah c. Sosial budaya d. Sosial politik e. Jumlah penduduk f. Luas daerah g. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Kemampuan ekonomi sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 huruf a merupakan cerminan hasil usaha perekonomian yang berlangsung di suatu daerah provinsi, kabupatenkota yang dapat diukur dari: a. Produk Domestik Regional Bruto PDRB, dan b. Penerimaan daerah sendiri, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan dan penerimaan dari sumberdaya alam. Sementara itu potensi daerah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, merupakan cerminan tersedianya sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan dan memberi sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari: a. Lembaga keuangan b. Sarana ekonomi c. Sarana Pendidikan d. Sarana kesehatan e. Sarana transportasi f. Sarana pariwisata g. Ketenagakerjaan Selanjutnya aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi budaya masyarakat dapat diukur dari: a. Tempat peribadatan b. Tempat kegiatan institusi sosial dan budaya c. Sarana olah raga Sedangkan aspek sosial politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, merupakan cerminan kondisi sosial Politik masyarakat yang dapat diukur dari: a. Kemampuan ekonomi b. Potensi daerah Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, merupakan luas tertentu suatu daerah. Yang dimaksud dengan luas tertentu suatu daerah adalah besaran luas suatu daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian suatu daerah yang diatur dalam peraturan pemerintahan ini. Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf g, merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya Otonomi Daerah yang dapat diukur dari: a. Keamanan dan ketertiban b. Ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan c. Rentang kendali d. Provinsi yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 tiga kabupaten dan atau kota. e. Kabupaten yang telah dibentuk minimal telah terdiri dari 3 tiga kecamatan. f. Kota yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 tiga kecamatan. Tujuan pemekaran menurut Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 adalah: a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat b. Percepatan pertumbuhan demokrasi masyarakat c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah d. Percepatan pengelolaan potensi daerah e. Peningkatan keamanan dan ketertiban f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah

2.3. Pendapatan Daerah