88
9.200 per dollar AS. Sementara marjin usaha PLN ditetapkan 8 persen. Alasan lain, diperkirakan terjadi kenaikan penjualan listrik dari 6,6 persen pada 2010
menjadi 7,4 persen pada tahun 2011, selain itu diperkirakan susut jaringan menurun dari 9,41 persen menjadi 9,35 persen. Kenaikan TDL tahun 2010
menambah besar biaya produksi sehingga sektor ekonomi pengguna energi listrik cukup terbebani dengan kebijakan tersebut. Pelanggan bisnis merasa keberatan
dengan rencana kenaikan TDL tahun 2011 sehingga DPR membuat pembatasan capping kenaikan TDL di bawah 18 persen untuk sektor industri.
Pada awal tahun 2011 tagihan listrik beberapa sektor industri mengalami kenaikan, hal ini terjadi karena PLN mencabut capping TDL untuk sektor industri
yang sebesar maksimum 18 persen. Komisi VII DPR meminta pemerintah untuk tetap memberlakukan capping TDL untuk sektor industri, namun anggaran subsidi
listrik tetap berpedoman kepada UU NO. 10 tahun 2010 tentang APBN 2011 yaitu sebesar Rp 40,7 Triliun. PLN tetap mencabut capping tersebut karena subsidi
listrik tidak mampu menutupi biaya operasional PLN, selain itu juga karena industri yang menikmati insentif capping hanya sekitar 9.000-an perusahaan dari
total 48.000 pelanggan industri. Kalau capping tidak dicabut, maka sejumlah industri akan mendapat tarif lebih murah dari umumnya industri sejenis.
Kebijakan tersebut melanggar UU persaingan usaha yang dikontrol oleh KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha sehingga mulai tahun 2011 seluruh
pelanggan industri pada sesetiap kelompok mengalami kenaikan TDL yang sama yaitu 20-30 persen.
Dengan adanya kenaikan TDL pada bulan Juli 2010, khususnya pada kelompok industri, secara tidak langsung akan berpotensi terjadinya inflasi. Biaya
bahan baku dan bahan penolong meskipun tidak terkait langsung dengan kenaikan TDL, untuk beberapa industri yang sumber bahan baku atau bahan penolongnya
juga menggunakan komponen listrik maka terdapat potensi peningkatan harga bahan bakubahan penolong yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan
biaya produksi secara umum sehingga laju inflasi sudah dipastikan akan semakin naik. Pemerintah berkilah bahwa kenaikan TDL hanya berlaku bagi pelanggan
kategori besar, dan tidak untuk pelanggan kategori kecil, namun dampak yang
89
ditimbulkan tentu saja akan lebih dirasakan oleh masyarakat kecil. Kenaikan TDL untuk industri misalnya, tentu saja akan memicu laju kenaikan harga barang-
barang produksi sehingga membuat harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat juga ikut melambung multiplier efek penurunan daya beli dan
berujung pada penurunan produksi yang berdampak pada pemutusan hubungan karyawanpengangguran.
5.5 Problematika Ketenagalistrikan di Indonesia
Persoalan kelistrikan di Indonesia adalah selain mahalnya biaya produksi listrik juga adalah kurangnya pasokan listrik sehingga banyak masyarakat yang
tidak dapat menikmati aliran listrik. Penyebab masalah di atas adalah inefisiensi dan mahalnya bahan bakar pembangkit listrik yang berasal dari BBM serta tidak
mencukupinya pasokan bahan bakar pembangkit listrik. Kenaikan BBM akan menyebabkan naiknya biaya produksi listrik pada pembangkit yang berbahan
bakar BBM. Pembangkit listrik yang berbahan bakar batu bara dan gas yang harganya jauh lebih murah dari BBM, ternyata pasokan untuk kebutuhan dalam
negeri justru tidak mencukupi, karena lebih banyak untuk kepentingan ekspor. Pada tahun 2009 ekspor gas bumi Indonesia mencapai 390.450,85 MMSCFD
melalui tanker, sebanyak 219.485,26 MMSCFD melalui pipa. Tahun 2008 ekspor gas bumi melalui tanker sebesar 994.627 MMSCFD dan melalui pipa 234.964
MMSCFD. Meskipun berdasarkan data ekspor gas Indonesia sesetiap tahunnya memang terus turun namun angkanya masih sangat besar yang diekspor Detik
Finance, 2010 Pemerintah sesungguhnya mudah mengatasi mahalnya harga BBM dan
kurangnya pasokan bahan baku pembangkit listrik jika PLN menggunakan bahan baku batubara dan gas alam yang murah dan pasokannya sangat besar dan
mencukupi. Namun kebijakan tersebut tidak diambil pemerintah, padahal pemerintah bisa membuat kebijakan untuk memberikan prioritas pasokan bahan
baku industri dalam negeri ketimbang ekspor. Wewenang pengelolaan BUMN MIGAS ada pada pemerintah namun seolah ada faktor lain yang membuat
masalah dalam kebijakan energi yang ada tidak bisa dirubah. PLN berencana membangun PLTG skala besar dengan membeli semua gas
dari proyek Donggi Senoro di Sulawesi Tengah dengan harga US 6-6,5 per
90
MMBTU. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Sulawesi, bahkan kalau pasokan gasnya
berlebih, sebagian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Ambon dan sekitarnya. Pemerintah telah mengesahkan alokasi gas dari lapangan Donggi-
Senoro dengan porsi gas domestik dari lapangan tersebut hanya 25 persen, sisanya untuk alokasi ekspor. Padahal jika kebutuhan pasokan gas domestik mendapat
prioritas, maka kekurangan pasokan gas untuk PLN akan terpenuhi.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009
BBM
BATUBARA
GAS ALAM
Gambar 16 Share biaya bahan bakar pembangkitan listrik PLN. Pada tahun 2009, energi yang dibangkitkan PT. PLN paling besar dari
PLTU 45,88 persen dan PLGU 30,10 persen yang bahan bakar utamanya gas bumi dan batubara. Selain itu PLN juga menggunakan PLTD yang berbahan bakar
minyak BBM dengan energi yang diproduksi sebesar 5,29 persen dari total listrik yang dibangkitkan. Energi listrik yang dihasilkan PLTD kecil, namun
biaya bahan bakarnya paling besar karena harga BBM sangat tinggi terutama terutama saat ada kebijakan kenaikan BBM pada tahun 2005 dan 2008. Batubara
merupakan bahan bakar pembangkit listrik yang paling murah, dimana Indonesia kaya akan sumberdaya tersebut. Jika ketersediaan bahan bakar pembangkit yang
murah dan dalam jumlah besar terjamin, maka pemerintah melalui PLN dapat segera memperbesar kapasitas produksi listrik, sehingga dapat mengatasi
kekurangan pasokan serta menambah luasnya jangkauan pelayanan listrik kepada masyarakat bahkan mengurangi subsidi sehingga harga TDL tidak perlu
mengalami kenaikan.