Pembaharuan update Aliran Data

51 CGE harga sudah dimasukkan sebagai peubah endogen. c. Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu particular benchmark years, sedangkan pada model makro ekonometrika data yang digunakan merupakan data deret waktu time series, sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu dengan menggunakan model CGE hubungan antara ekonomi makro dangan mikro ekonomi dapat diketahui, sementara pada model makro ekonometrika analisis dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makro. d. Model CGE dapat mengatasi permasalahan ketersediaan data deret waktu yang terbatas, terutama di negara berkembang dan inkonsistensi data yang diperlukan model makro ekonometrika maupun model simultan. Pencatatan data dan keakuratan data dari waktu ke waktu di negara berkembang saat ini masih menjadi kendala untuk ketersediaan data yang lengkap. Disamping itu, model CGE juga memiliki kelemahan, antara lain: a. Asumsi utama dalam model CGE mengenai struktur pasar persaingan sempurna PPS dengan kondisi constant return to scale, sehingga pada komoditi dengan pasar non PPS penggunaan asumsi ini menjadi kelemahan model. b. Adanya ketergantungan model keseimbangan umum pada parameter benchmark yang dikalibrasi. Hal ini dikarenakan model CGE tidak mengestimasi parameter-parameter tersebut, tetapi diambil dari hasil estimasi di luar model. c. Model CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang digunakan, sehingga akan muncul permasalahan black box yang sulit untuk dijelaskan jika hasil estimasinya tidak sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan. d. Tidak seperti model ekonometrika, pada model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan, sehingga bagi pihak-pihak yang mengutamakan kevalidan dalam model akan merasa sangat riskan menggunakan model CGE. 52 e. Model CGE tidak dapat menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar tidak dapat menganalisis perubahan persentase lebih dari 100 persen. Semakin kecil perubahan kebijakan yang dianalisis, semakin tepat model dalam mengestimasi perubahan non-linier.

3.5 Simulasi Kebijakan

Dampak kenaikan tarif dasar listrik terhadap perekonomian Indonesia terjadi secara langsung melalui kenaikan harga listrik yang menyebabkan peningkatan biaya produksi pada sektor ekonomi yang sebagian besar menggunakan listrik dalam berproduksi. Penurunan konsumsi rumahtangga terjadi karena adanya dampak tidak langsung dari kenaikan TDL yang menyebabkan kenaikan harga barang hasil produksi. Hasil simulasi dampak kenaikan TDL dapat diketahui dengan melakukan guncangan shock pada peubah harga listrik. Guncangan shock dalam penelitian ini akan dilakukan pada peubah harga listrik untuk konsumsi rumahtangga dan sektor industri. Kedua sektor penelitian tersebut dipilih karena konsumsi listriknya besar sehingga sangat rentan terkena dampak negatif dari kenaikan TDL. Besaran persentase guncangan harga listrik dalam penelitian ini berdasarkan kebijakan kenaikan TDL yang berlaku mulai 1 Juli 2010 di Indonesia dan kenaikan TDL sektor industri di awal tahun 2011 yang belum disetujui DPR. Pelanggan dengan daya 1300VA ke atasyang mengalami kenaikan TDL, sedangkan pelanggan 450 VA - 900 VA tidak mengalami kenaikan harga listrik. Oleh karena itu guncangan harga listrik akan dilakukan pada kelompok rumahtangga atas berdaya 1300 VA keatas yang mengalami kenaikan TDL sebesar 18 persen. Kenaikan TDL tahun 2010 pada sektor industri sebesar 5-16 persen hanya berlaku untuk pelanggan industri lama sedangkan industri baru dikenakan kenaikan TDL 20-30 persen. Namun pada awal tahun 2011, TDL pelanggan industri mengalami penyesuaian dengan satu harga sama sesuai daya terpasangnya yaitu meningkat hingga 30 persen. Jadi penelitian ini menggunakan guncangan harga listrik yang berdaya 1300 VA ke ataspada sektor industri sebesar 30 persen dan rumahtangga atas sebesar 18 persen sesuai dengan kenaikan TDL yang berlaku.