Pengukuran Kesejahteraan dengan Metode Partisipatif

dan sekitar 85,19 responden di P. Pramuka yang mempunyai perasaan yang sama bahagia. Melihat kondisi materi dan luas rumah serta kenyamanan rumah, kondisi responden di P. Panggang khususnya dapat dikatakan tidak sejahtera. Setidaknya itulah pengakuan dari sebagian anggota masyarakat. Namun ketika ditanya tentang kebahagiaan responden, hampir semua responden menyatakan sangat bahagia dengan apa yang mereka hadapi sekarang. Kondisi yang lebih lapang sebetulnya terjadi di P. Pramuka. Luas rumah dan kondisi rumah rata-rata di P. Pramuka lebih lebar dan lebih renggang dibandingkan di P. Panggang. Hal ini pula mungkin yang mendorong rasa bahagia responden di P. Pramuka lebih tinggi di bandingkan di P. Panggang. Secara umum persentase total lingkungan kontekstual di P. Panggang dan P. Pramuka diklasifikasi berdasarkan pada tiga kategori yaitu kategori buruk, sedang dan baik. Persentase total tersebut dijelaskan dalam Tabel 70 berikut. Tabel 70 Persentase Total Menurut Lingkungan Kontekstual Lingkungan Alam, Ekonomi, Sosial dan Politik Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan TOTAL alam Ekonomi Sosial Politik Baik 38.4 4.9 46.7 11.5

25.4 Sedang

33.3 47.9 35.6 63

45.0 BurukKritis

28.3 47.2 17.7 25.5 29.7 Secara umum dari ke empat lingkungan kontekstual yang diteliti, 25,4 masuk dalam kategori baik,45 sedang dan 29,7 masuk dalam kategori buruk. Kualitas lingkungan kontekstual yang patut menjadi perhatian adalah lingkungan ekonomi dan politik karena nilai persentase kategori buruk cukup tinggi. Hasil ini menuntut keseriusan pemerintah untuk mendorong kedua lingkungan ini menjadi lebih baik.

6.2.2 Pengukuran Kesejahteraan dengan Metode Partisipatif

Dari identifikasi tingkat kesejahteraan dalam FGD di P. Panggang dan P. Pramuka disepakati terdiri dari tiga tingkat kesejahteraan yaitu kelompok miskin, cukup dan kaya. Tiga tingkat kesejahteraan ini merupakan penyimpulan dari 4 tingkat kesejahteraan sebelumnya yaitu sangat miskin, miskin, cukup dan kaya. Kriteria sangat miskin dan miskin disepakati untuk digabung mengingat sulitnya menentukan jumlah responden yang termasuk di dalamnya. Sehingga tingkat kesejahteraan menjadi tiga yaitu miskin, cukup dan kaya. Sedangkan indikator pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga di P. Panggang menggunakan 7 indikator antara lain kondisi rumah, kepemilikan aset, penghasilan, pendidikan, kesehatan, pola makan dan pekerjaan. Penyusunan indikator dilakukan bersama- sama dengan masyarakat, tokoh kunci dan aparat desa dalam forum FGD. Pelaksanaan FGD dilakukan di Balai Kelurahan P. Panggang. Klasifikasi tingkat kesejahteraan keluarga di P. Panggang dapat dilihat pada Tabel 70. Ketika masyarakat diminta untuk membandingkan kondisi kesejahteraan penduduk desa pada saat dilakukan diskusi 2008 dengan kondisi sekitar lima tahun sebelumnya, peserta FGD di P. Panggang mengemukakan bahwa tingkat kesejahteraan di P. Panggang cenderung naik. Proporsi rumah tangga kaya dan sedang mengalami kenaikan, sedangkan proporsi rumah tangga miskin dan sangat miskin menurun. Kenaikan kesejahteraan mulai terasa sejak perubahan status Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten. Berdasarkan analisis kecenderungan yang dikemukakan masyarakat, terlihat adanya perubahan pada pola kehidupan yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat dalam lima tahun terakhir. Perubahan yang terjadi yaitu adanya peningkatan sarana transportasi dan komunikasi, penyediaan sarana dan pelayanan kesehatan. Peningkatan sarana informasi terlihat pada jumlah responden yang mempunyai televisi. Sebanyak 96 responden di P. Panggang dapat menikmati siaran televisi dari berbagai saluran. Disamping itu meningkatnya jumlah pemakaian HP dan tersedianya pemancar beberapa operator mengakibatkan arus informasi dari P. Panggang ke luar menjadi lancar. Sarana kesehatan terlihat lebih lengkap seperti tersedianya rumah sakit di P. Pramuka. Namun masyarakat mengeluhkan ketidaklengkapan fasilitas kesehatan di RS tersebut sehingga terkesan percuma karena tidak banyak bisa difungsikan. Peningkatan kesejahteraan di bidang kesehatan juga terlihat pada kesadaran yang makin tinggi dari masyarakat untuk membawa anggota keluarga yang sakit ke puskesmas dan makin sedikit yang membawa ke dukun atau meminum obat-obatan yang dijual bebas di warung. Disamping itu jumlah bayi yang meninggal makin sedikit saat ibu melahirkan, ditambah semakin meningkatnya pengguna askeskin dan program KB. Tabel 71 Klasifikasi dan Indikator Tingkat Kesejahteraan Keluarga Di P. Panggang, Kelurahan P. Panggang Menurut Peserta FGD di Tingkat PulauDesa No Indikator Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Kaya Cukup Miskin 1 Rumah - Permanen - Tembok keramik - Dinding tembok - Lantai keramik - WC duduk - Kamar mandi di dalam rumah - Rumah milik sendiri - Atap eternit - Pakai pagar bahan besi - Luas ± 100 m 2 - Bangunan bertingkat - Listrik 900 W - Permanen - Semi permanen - Dinding tembok - Lantai keramiksemen - WC dalam rumah - Kamar mandi sendiri - Rumah milik orang tua - Tanpa eternit - Pagar dari bahan kayutembok - Luas ± 50 m 2 - Bangunan tak bertingkat - Listrik 450 W - Rumah bilik - Tidak punya rumah sendirisewa - Dinding bambu - Dinding plester - Lantai tanah - WC umum - Kamar mandi umum - 1 rumah 1 keluarga - Tanpa eternit - Tanpa pagar - Luas ± 25 m 2 - Bangunan tak bertingkat - Listrik 450 W 2 Kepemilikan aset - Mobil pribadi - Sepeda motor - Punya rumah 1 buah - Punya kapal transportasi antar pulau - Punya kapal dan alat tangkap 1 unit - Punya KJA 100- 300 m 2 - Perhiasan ± 100 gr - Mesin cuci - Kulkas - Telp rumah - Kompor gas - Magic jar - Sepeda motor kredit - Punya sepeda pancal - Punya kapal dan alat tangkap - Punya KJA ± 50 m 2 - Punya budidaya rumput laut - Punya sarana pengolah - Perhiasan ± 10 gr - Kulkas - Kompor gas - Magic jar - Tidak punya sepeda motorsepeda pancal - Tidak punya emas - Kompor berbahan minyak tanah - Tidak punya TV - Tidak punya kulkas - Tidak punya magic jar 3 Penghasilan - Di atas 2 juta - Sudah melaksanakan haji - Menjadi lurahsekretaris lurah - 500.000-2 juta - Sudah berhaji - Berprofesi RTRWewan kelurahan - 500.000 - Bukan aparat desa No Indikator Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Kaya Cukup Miskin 4 Pendidikan - Mampu menyekolahkan anak SMA- Sarjana - Mampu menyekolahkan anak SMA-Sarjana - Mampu menyekolahkan anak sampai SMP 6 Pola makan - Makan 3 x sehari dari hasil sendiri - Menu selalu berbeda setiap hari - 4 sehat 5 sempurna tercukupi - Daging sapikambing 1 x sebulan - Daging ayam 3 x perminggu - Makan 3 x sehari dari hasil sendiri - Menu cenderung tidak beragam - 4 sehat 5 sempurna tidak selalu tercukupi - Daging ayam 1 x perminggu - Makan 2 x sehari - Menu tidak beragam - Daging setahun 1 x dari kurban 7 Pekerjaan - Nelayan pemilik 1-3 buah - Nelayan pemilik kapal 20 GT - Pemberi modal usahajuragan - Pemilik kapal transportasi antar pulau - Usaha warung besar - PNS dengan penghasilan 2 jt - Profesi sebagai LurahSekretaris kelurahan - PNS kelurahan - Nelayan yang punya peralatan - Nelayan punya kapal 5 GT - Berprofesi sebagai RTRWDewan kelurahan - Pemilik KJA - Pemilik budidaya rumput laut - Pemilik sarana pengolahan - Pedagang ikan besarkecil - Pedagang kredit - Usaha warung kecil - Sopir taksi laut - Janda punya penghasilan - Nelayan buruh - Buruh KJA - Pedagang keliling - Pengangkut barang di darmaga - Kerja serabutan - Janda tidak punya penghasilan Sumber : Data Primer Peningkatan juga terjadi pada akses pendidikan. Hal itu terlihat dari semakin tingginya kesadaran orang tua dalam menyekolahkan anak-anaknya. Terlihat hanya sekitar 6 responden yang tidak mampu menyekolahkan anak- anaknya. Selain itu ketersediaan sarana pendidikan sudah tersedia mulai dari tingkat TK sampai SMA. Bahkan kesadaran untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang pergurun tinggi juga makin tinggi. Namun sebagian masyarakat khususnya masyarakat nelayan justru menyatakan terjadi penurunan kesejahteraan. Kerusakan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu menjadi penyebab berkurangnya ketersediaan sumber daya ikan. Ketersediaan ikan menurun mengakibatkan produktifitas perikanan di wilayah tersebut juga menurun. Sedangkan nelayan P. Panggang khususnya nelayan ikan hias sangat menggantungkan hidupnya dari laut dan hasil ikan di dalamnya. Dengan makin tingginya kerusakan ekosistem terumbu karang, secara otomatis hasil tangkapan dan pendapatan masyarakat juga berkurang. Selain karena kerusakan ekosistem, penyebab menurunnya produktifitas perikanan nelayan P. Panggang yang rata-rata nelayan tradisional adalah akibat adanya modernisasi perikanan. Modernisasi perikanan yang dimaksud dalam bentuk merebaknya perahu dan armada tangkap yang menggunakan alat tangkap arad dan modifikasinya, purse seine dan dogol. Disamping faktor teknis dan ekologis tersebut, masyarakat P. Panggang yang mayoritas nelayan dan menggantungkan hidupnya dari laut, sangat tertekan saat kenaikan BBM yang terjadi dua kali di tahu 2005 dan tahun ini 2008. Kontribusi BBM pada usaha nelayan memakan sekitar 40 dari keseluruhan biaya operasional. Nelayan seringkali mengalami kerugiaan saat melaut karena kenaikan harga BBM tidak diimbangi oleh kenaikan harga ikan. Akibatnya biaya operasional meningkat tapi hasil tangkapan tetap dihargai normal. Disamping itu kondisi sumber daya ikan yang dirasakan mulai habis akibat kerusakan sumber daya pesisir dan laut ditambah adanya perahu yang menggunakan alat tangkap modern dan terlarang, menjadikan kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir P. Panggang makin terhimpit dan mengalami kemiskinan kronis. Ironisnya pemerintah tidak mempunyai kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi kenaikan BBM sehingga dapat mengurangi penderitaan nelayan. Kalaupun ada program subsidi BBM maupun program sejenis PEMP, faktanya di lapangan tidak berjalan dengan baik dan banyak penyelewengan. Peningkatan kesejahteraan dirasakan oleh masyarakat dalam pengembangan sarana dan prasarana fisik. Namun hal itu tidak berlaku bagi nelayan tradisional dan masyarakat pesisir lain yang hanya mengandalkan usaha perikanan dalam menyambung kehidupannya. Peningkatan kesejahteraan terjadi pada nelayan dan masyarakat pesisir yang mampu melakukan diversifikasi usaha. Seperti kegiatan ekonomi produktif yang dijalankan sebagian masyarakat P. Panggang dengan berdagang, ojek laut, buruh bangunan, budidaya laut dan pengolahan hasil perikanan. Peningkatan kesejahteraan diakui oleh PNS, pelaku jasa dan pedagang sembako. Sedangkan peningkatan kemiskinan, yang berarti juga penurunan kesejahteraan terjadi pada nelayan-nelayan tradisional yang produktifitasnya menurun karena degradasi ekosistem pesisir dan masuknya nelayan-nelayan trawl dan tidak memiliki usaha lain selain menangkap ikan. Jika proporsi responden yang termasuk dalam golongan kedua, yaitu yang kesejahteraannya cenderung menurun lebih sedikit daripada golongan yang kedua, maka kecenderungan kemiskinan akan sejalan dengan kecenderungan yang ditunjukkan oleh data BPS. Namun hal ini masih mengandung pertanyaan, mengingat perkembangan seperti di P. Panggang ini terjadi di wilayah yang terbatas. Di samping itu jumlah sampel dan kevalidan informasi yang masuk bisa jadi menjadi penghambat bagi pengamatan perkembangan kemiskinan yang sebetulnya.

6.3 Tingkat Kesenjangan Responden