kategori lapisan tengah ini adalah pembudidaya rumput laut dan ikan kerapu yang mempunyai KJA tidak lebih dari 1-5 unit serta pengolah hasil
perikanan kelas besar. 3
Lapisan yang terbawah ; merupakan orang-orang yang tidak memiliki alat tangkap terutama buruh nelayan. Namun buruh nelayan dalam lingkungan
masyarakat P. Panggang dan P. Pramuka yang masuk dalam kategori lapisan bawah ini adalah buruh perahu pancing, jaring gebur dan bubu.
Sedangkan bagi buruh jaring mouroami dan jaring payang masuk dalam kategori lapisan menengah. Profesi lainnya adalah buruh yang bekerja
pada budidaya kerapu dan pengolah hasil perikanan skala kecilresponden.
8.1.2 Ketersediaan Unsur Kelembagaan
Efektifitas unsur kelembagaan memegang peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di kelurahan P. Panggang. Beberapa
unsur kelembagaan sebetulnya tersedia di Kelurahan P. Panggang, namun fungsi dan peranannya belum berjalan secara optimal. Penataan kelembagaan dapat
dimulai dari identifikasi keberadaan dan fungsi dari setiap unsur kelembagaan yang ada. Dari peta ketersediaan unsur kelembagaan ini, penataan dapat
dilakukan dengan mengevaluasi unsur kelembagaan yang tidak efektif dan mendorong lebih jauh kelembagaan yang sudah berjalan baik. Identifikasi unsur-
unsur kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 105. Beberapa unsur kelembagaan yang cukup berperan penting dalam
penguatan ekonomi masyarakat kurang berjalan efektif. Salah satu contohnya koperasi dan TPI. Terdapat dua buah koperasi di P. Panggang dengan masing-
masing unit usaha dalam bidang simpan pinjam koperasi SPPMKL dan serba usaha Koperasi citra bahari. Koperasi SPPMKL beranggotakan 450 orang dan
masih aktif sampai saat ini. Sedangkan Koperasi cetra bahari beranggotakan 30 orang dan saat ini kondisinya tidak aktif.
Tabel 105 Identifikasi Unsur-Unsur Kelembagaan
No Unsur Kelembagaan Keberadaan
Keterangan Ya Tdak
1 Institusi √
Institusi ekonomi seperti koperasi dan TPI kurang efektif
2 Normatingkah laku √
Cukup efektif 3 Peraturan
pemerintah √ Kurang
efektif 4 Aturan
dalam masyarakat
√ Kurang efektif
5 Kode etik
√ 6 Kontrak
√ 7 Pasar
√ TPI kurang efektif
8 Hak milik
√ Cukup efektif
9 Organisasi √ Efektif
10 Insentif √
11 Sangsi √ Kurang
efektif 12 Pengawasan
√ Cukup efektif
Sedangkan institusi lain yang cukup penting dalam lingkungan masyarakat pesisir adalah TPI. TPI tersedia di P. Pramuka, namun operasionalisasinya tidak
berjalan sebagaimana mestinya. TPI hanya berfungsi dalam mencatat jumlah ikan yang masuk. Sedangkan kegiatan pelelangan yang biasanya terjadi di TPI, tidak
berjalan efektif. Nelayan biasanya hanya menimbang dan mencatatkan hasilnya ke TPI, selanjutnya dibawa kembali dan dijual kepada bakul yang sudah menjadi
langganannya atau langsung ke pasar di Jakarta seperti Muara Angke. Demikian halnya dengan peraturan pemerintah seperti pelarangan
penambangan terumbu karang, pengeboman dan penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan, kurang berjalan efektif. Masyarakat melihat kekurang
konsistenan pemerintah dalam menjalankan peraturan. Beberapa tindakan pelanggaran terkadang mendapatkan hukuman, namun masih terdapat pelanggar
yang cenderung dibiarkan dan bahkan terbebas dari hukuman. Kondisi ini melahirkan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat keamanan dan pemerintah
yang berujung kepada pola sikap apatis dan kurang peduli dengan lingkungan.
Organisasi Formal
Salah satu unsur penting dari kelembagaan adalah keberadaan organisasi secara formal menghimpun masyarakat dalam suatu aktivitas tertentu. Organisasi
selama ini banyak berkenaan dengan kegiatan sosial keagamaan. Namun sebagian
organisasi juga dapat dimobilisasi menjadi kekuatan ekonomi dan media pengembangan ekonomi produktif.
Tabel 106 Persentase Responden Menurut Keaktifan Dalam Organisasi
Keaktifan dalam organisasi P. Panggang P. Pramuka
Total Jenis Organisasi
BPDLKMDHANSIPKoperasi 4.17
19.05
11.11 Organisasi nelayan
45.83
66.67
55.56 Dewan kerohanian masjid
20.83
4.76
13.33 Kelompok pengajian
54.17
23.81
40.00 Kelompok arisan
20.83 11.11
Lainnya 12.50
4.76
8.89
Sumber : Data Primer
Tabel 106 menggambarkan bahwa kecenderungan responden di Kelurahan P.Panggang cukup aktif dalam berorganisasi. Survey menghasilkan bahwa
sebanyak 56 responden aktif di organisasi nelayan dan 40 aktif di kelompok pengajian, 13 di DKM. Dari data di atas tergambar bahwa kebanyakan
masyarakat cukup aktif di bidang sosial keagamaan. Sedangkan untuk organisasi yang berorientasi kepada pengembagan ekonomi produktif tidak cukup banyak.
Hanya sekitar 11 yang aktif di KoperasiBPDLKMDHansip dan 11 di kelompok arisan. Sisanya sebanyak 9 diduga aktif diorganisasi seperti olahraga
dan kesenian. Organisasi keagamaan dan sosial ini merupakan bagian dari modal sosial
masyarakat yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kekuatan ekonomi atau menjadi perekat sosial masyarakat. Organisasi umumnya mempunyai aturan yang
mengatur hubungan antar anggota maupun dengan orang lain di luar organisasi. Organisasi merupakan sekumpulan batasan atau faktor pengendali yang mengatur
hubungan perilaku antar anggota atau antar kelompok Nabli dan Nugent,1989. Organisasi nelayan yang banyak diikuti oleh masyarakat rata-rata
berkaitan dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Terdapat dua organisasi nelayan ikan karang yang berorientasi kepada rehabilitasi dan pengelolaan TK
yang dibina langsung oleh yayasan terumbu karang Indonesia Terangi. Dalam organisasi ini setiap orang mempunyai komitmen untuk tidak merusak TK saat
melakukan aktivitas penangkapan, ikut melakukan rehabilitasi TK melalui kegiatan budidaya karang dan mengawasi kerusakan TK dari aktivitas nelayan.
Setiap anggota memberlakukan sangsi jika kepada anggota masyarakat yang tertangkap menggunakan alat tangkap terlarang dan merusak ekosistem TK.
Selain itu, organisasi nelayan ikan karang ini menjadi mitra pemerintah dalam mensosialisasikan kebijakan yang berkenaan dengan pengelolaan TK dan wilayah
pesisir dan laut umumnya. Pembentukan organisasi ini terbukti cukup efektif dalam menekan laju kerusakan ekosistem TK. Anggota organisasi ini rata-rata
adalah nelayan ikan karang dan jumlah anggota sudah mencapai sekitar 50 orang. Kerusakan sumber daya alam juga terkait dengan perilaku masyarakat di
dalamnya. Dalam konteks inilah keberadaan kelompok pengajian dan dewan kerohanian menjadi penting peranannya dalam menjaga moralitas masyarakat
sekaligus media menyampaikan dakwah ekologi. Jumlah majlis taklim di P. Panggang saja sebanyak 13 buah dan di P. Pramuka sebanyak 6 buah. Majlis
taklim ini biasa melakukan pengajian pada hari-hari berbeda di setiap waktu pagi hari, siang maupun malam. Penguatan keagamaan ini semakin diperkuat dengan
adanya 2 unit masjid masing-masing 1 unit di P. Pramuka dan 1 unit di P. Panggang. Tempat untuk melakukan pengajian juga tersedia cukup banyak yaitu
dengan adanya beberapa mushola yang terdapat di P. Panggang sebanyak 7 unit dan di P. Pramuka sebanyak 5 unit.
Keberadaan majlis taklim dan musholla ini sebetulnya sangat efektif dalam merubah pola hidup dan prolaku masyarakat agar lebih konstruktif dalam
pemanfaatan SDPL. Namun, sayangnya dakwah-dakwah dan tema-tema pengajian belum menjadikan masalah kerusakan ekologi sebagai sebuah kejahatan
dan dosa besar bagi yang melakukannya. Tema-tema pengajian masih berkutat pada permasalahan furuiah cabang dan fiqh agama. Sedangkan fiqh lingkungan
belum banyak dibahas dan dikaji oleh masyarakat. Kiranya ke depan tema-tema lingkungan perlu dimasukkan menjadi satu bagian penting dalam dakwah Islam
karena hampir seluruh penduduk P. Panggang dan Pramuka adalah muslim.
Aturan Main
Aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan
harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan Ruttan dan Hayami,
1984.
Tabel 107 Persentase Responden Menurut Aturan Main
Aturan Main P. Panggang P. Pramuka
Total Aturan main
ada 55.17
38.46 47.27
tidak ada 13.79
11.54 12.73
tidak tahu 31
50 40
Total
100 100
100
Sumber : Data Primer
Tabel 107 menunjukkan bahwa masyarakat masyarakat mengakui aturan main berupa aturan formal maupun kesepakatan antar warga untuk menjaga
kelestarian sumber daya pesisir dan laut. Sekitar 47 responden menyatakan bahwa aturan tersebut ada dan tertulis. Hanya sekitar 13 merasa bahwa aturan
main tersebut tidak ada. Namun fatalnya ternyata masih ada sekitar 40 responden menyatakan tidak tahu bahwa aturan main tersebut ada.
Beberapa aturan yang berkaitan dengan pengelolaan SDPL terpampang jelas di papan baleho di pintu masuk baik ke P. Panggang maupun P. Pramuka.
Beberapa aturan tersebut antara lain dalam hal : 1 penangkapan ikan dengan menggunakan potasium atau trawl; 2 pengambilan pasir laut dan terumbu karang
tanpa ijin; 3 mendirikan bagan; 4 Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan 5
membajak atau merompak kendaraan air. Peraturan tersebut dikukuhkan oleh UU, perda dan KUHP dengan sangsi penjara rata-rata 10 tahun atau denda mulai
dari Rp 100 juta sampai Rp 500 juta. Selain aturan formal, di kalangan masyarakat, setidaknya dalam organisasi nelayan banyak dilakukan kesepakatan
untuk mengelola SDPL dan dilarang merusaknya. Setidaknya fungsi aturan main sebagai pengikat antar warga dalam hubungan yang saling tergantung satu sama
lain dapat dilaksanakan Ostrom, 1985. Namun faktanya masih banyak ditemukan pelanggaran dan pengrusakan. Ironisnya aturan yang sudah dibuat
dengan denda yang berat sekalipun jarang terbukti. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
• Aparat penegak hukum tidak tegas dalam menegakkan hukum yang ada • Aparat hukum bahkan terlihat ikut melakukan pengrusakan seperti
mengambil terumbu karang sebagai pondasi sarana pemerintah atau lainnya
• Pemerintah juga kurang memberikan pelayanan yang optimal dan juga terbukti ikut serta dalam memanfaatkan TK untuk proyek pembangunan
sarana. Selain itu pemerintah juga kurang memberikan penyuluhan dan sosialisasi serta pendampingan yang intensif agar masyarakat mengelola
SDPL nya • Terjadinya tarikan kepentingan dan multi interest di tingkat masyarakat
yang seringkali menimbulkan ketidaksamaan persepsi dan akhirnya kesepakatan menjadi cacat. Perilaku opurtunistik seringkali menghampiri
anggota masyarakat yang sudah berkomitmen, sehingga perjanjian dan kesepakatan seringkali dilanggar dan tidak ditaati
Faktor-faktor menjadi sebagian penyebab apatisme masyarakat yang akhirnya mempunyai hukum sendiri-sendiri dan akhirnya ikut melakukan
pengrusakan. Kekosongan penegakan hukum dan ketiadaan keteladanan pemerintah serta diperparah oleh buruknya tata kelola pemerintahan weak
governance menambah buruk pengelolaan SDPL. Namun saat ini, menurut pengakuan masyarakat, aksi-aksi pengrusakan
sudah mulai mereda dan berkurang. Hal disebabkan juga oleh beberapa kemungkinan faktor :
• Masyarakat mulai menyadari bahwa penurunan produksi perikanan yang selama ini dialami karena faktor kerusakan SDPL khususnya terumbu
karang. Kondisi alam tersebut dengan sendirinya menyadarkan masyarakat untuk tidak merusak.
• Mulai terdapat ketegasan aparat hukum dalam penegakan hukum. Terbukti dari adanya kerusakan terhadap TK yang ditindak dan
memasukkan pelaku ke penjara. Hal itu membuat masyarakat menjadi takut dan jera
• Massifnya penyadaran dan sosialisasi yang dilakukan oleh LSM dan pemerintah. Tanda-tanda perbaikan ekosistem TK mulai terlihat dari
menurunnya penggunaan alat tangkap ikan karang dengan potasium dan aktifnya sebagian masyarakat dalam kegiatan budidaya terumbu karang
Sangsi
Pemberian sangsi merupakan mekanisme untuk menjaga agar aturan main dapat ditegakkan. Pemberian reward and punisment menjadi jalan bagi
pembentukan perilaku dan karakter sesuai dengan yang diinginkan.
Tabel 108 Persentase Responden Menurut Sangsi Jika Terjadi Pelanggaran
Sangsi P. Panggang P. Pramuka
Total Sangsi jika terjadi pelanggaran
ada, dari pemerintah masyarakat 72.41
74.07 73.21
tidak ada 3.45
3.70 3.57
tidak tahu 24.14
22.22 23.21
Total 100.00
100.00 100.00
Sumber : Data Primer
Masyarakat pesisir P. Panggang dan P. Pramuka mengakui dan membenarkan bahwa jika terjadi pelanggaran akan dikenakan sangsi. Sangsi
secara formal datang dari pemerintah baik berupa kurungan penjara maupun denda ratusan juta. Namun karena sangsi tersebut tidak ditegakkan dengan baik
dan tidak pernah terbukti, masyarakat akhirnya memilih tidak peduli dan bahkan tidak takut lagi melakukan pengrusakan. Bahkan sekitar 34 responden
menyatakan bahwa sangsi tersebut ada, tapi sebetulnya tidak ada karena faktanya tidak pernah terjadi sesuai aturan yang berlaku. Kalaupun ada yang tertangkap
dan dipenjara, paling-paling hanya 1-5 bulan saja selebihnya akan dibebaskan khususnya jika memberikan sejumlah jaminan. Hal itu sudah menjadi
pengetahuan umum yang menunjukkan buruknya birokrasi hukum di Indonesia. Fakta banyak beroperasinya kapal-kapal arad yang merupakan modifikasi
trawl di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan betapa sangsi tersebut tidak
pernah berlaku. Akibat beroperasinya trawl nelayan ikan karang banyak
mengalami kerugian akibat turunnya produksi perikanan. Fenomena seperti menjadikan masyarakat apatis dan tidak mempercayai hukum yang ada.
Pengawasan
Mekanisme untuk mengawal agar aturan main dan sangsi dapat ditegakkan adalah melalui pengawasan. Pengawasan terhadap aturan formal dapat langsung
dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan pengawasan terhadap kesepaatan masyarakat diwasi langsung oleh masyarakat.
Tabel 109 Persentase Responden Menurut Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan P. Panggang P. Pramuka
Total Sistem pengawasan
Pemerintah bertindak sesuai aturan yg berlaku
31.03 76.92
52.73 Pemerintah bersama masyarakat bertindak
sesuai aturan yg disepakati bersama 51.72
11.54 32.73
Dibiarkan saja, sampai berhenti sendiri 17.24
11.54 14.55
Total 100.00
100.00 100.00
Sumber : Data Primer
Tabel 109 menunjukkan bahwa sebanyak 53 responden menghendaki agar pemerintah bertindak tegas sesuai aturan yang berlaku. Masyarakat yakin
jika pemerintah tegas sesuai aturan yang dibuatnya sendiri, maka SDPL akan lestari dan kelestarian SDPL akan menjamin kesejahteraan masyarakat pesisir.
Namun jika pemerintah tidak tegas bahkan melanggar aturan yang dibuatnya sendiri, maka yang terjadi adalah pemberlakuan hukum rimba dan main hukum
sendiri bukan tidak mungkin dimainkan oleh masyarakat atau masyarakat apatis terhadap hukum. Perilaku main hukum sendiri merupakan bentuk kekecewaan
masyarakat terhadap aparat hukum dan pemerintah serta kegagalan pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi rakyat dan lingkungannya.
8.2 Tipologi dan Strategi Pengembangan Kelembagaan