Perikanan Potensi Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Laut

sekitar 9,97-42,51. Kondisi penutupan karang hidup di kedua pulau ini termasuk kategori buruk. Menurut pengamatan Yayasan Terumbu Karang Indonesia Terangi tahun 2004-2005 kondisi terumbu karang Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan, terutama di pulau-pulau yang berdekatan dengan Jakarta dengan tutupan karang keras 5. Porsi terbesar kerusakan terumbu karang adalah akibat ulah manusia, diantaranya penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang serta penebangan mangrove. Pengamatan Terangi 2004 dan 2005 di Kelurahan Pulau Panggang antara lain di Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Gosong Pramuka menunjukkan kondisi terumbu karang yang semakin kritis. Pengamatan di Pulau Pramuka tahun 2004 menunjukkan bahwa keberadaan karang keras sebesar 34, karang mati 34, pasir, patahan karang dan batu sebesar 12 serta biota lainnya sebesar 20. Sedangkan pada tahun 2005 menunjukkan penurunan yang signifikan khususnya pada karang keras yaitu sebesar 16, karang mati 11, pasir, patahan karang dan batu sebesar 68 dan biota lainnya hanya tersisa 5. Data ini menunjukkan bahwa di wilayah ini banyak terjadi kerusakan terumbu karang sehingga keberadaan karang keras menurun dan patahan karang justru mengalami kenaikan. Kondisi yang hampir serupa dengan Pulau Pramuka, juga terjadi di Pulau Panggang berdasarkan hasil pengamatan kekayaan marga. Pengamatan tahun 2005 di perairan Pulau Panggang menunjukkan kekayaan jenis ikan karang mencapai 24 jenis, marga karang keras mencapai 36 jenis dan jenis makrobentos mencapai 30 jenis. Keberadaan jenis ikan karang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2004 dengan kekayaan jenis mencapai 32. Hal serupa juga terjadi di Gosong Pramuka yang menunjukkan kekayaan jenis ikan karang mencapai 24 jenis, marga karang keras mencapai 29 dan makrobentos mencapai 14 jenis. Data ini menunjukkan bahwa keberadaan ekosistem terumbu karang di kedua pulau tersebut banyak mengalami kerusakan Terangi, 2005.

4.3.2 Perikanan

Sektor usaha yang paling dirugikan akibat kerusakan terumbu adalah perikanan. Padahal sektor ini merupakan mata pencaharian utama masyarakat Kelurahan Pulau Panggang. Hal ini terbukti dengan proporsi ± 77 penduduk Kelurahan Pulau Panggang berprofesi sebagai nelayan maupun pembudidaya ikan. Menurut data bulanan Kelurahan Pulau Panggang tahun 2008, jumlah nelayan tangkap mencapai 1.536 orang dan pembudidaya ikan sebanyak 186 orang. Hal ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006 dimana jumlah nelayan tangkap mencapai 2.502 orang, pembudidaya ikan sebanyak 98 orang Kecamatan Seribu Utara dalam angka, 2007. Kondisi ini menggambarkan penurunan usaha perikanan tangkap, akan tetapi meningkatkan usaha budidaya laut. Peralihan profesi ini disebabkan : pertama , usaha perikanan dihadapkan pada musim tangkap yang berubah-ubah dan tidak menentu. Setidaknya ada dua musim utama yaitu musim banyak ikan biasanya musim timur dan musim pacekliksepi ikan musim barat. Ketidakmerataan ini nelayan membutuhkan usaha alternatif, khususnya saat musim paceklik. Nelayan Kel. P. Panggang mengusahakan budidaya laut seperti rumput laut dan kerapu sebagai alternatif. Kedua, nelayanmasyarakat pesisir mencari usaha lain untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Usaha perikanan tangkap di Kelurahan Pulau Panggang didominasi oleh jenis armada kecil dengan ukuran rata-rata antara 1 – 20 GT. Namun masih banyak juga nelayan yang menggunakan motor tempel, perahu layar maupun sampanjukung. Nelayan menggunakan alat tangkap yang cenderung bervariasi, yaitu pancing, jaring payang, jaring gebur, jaring rampus, jaring rajungan, muro ami, bubu, bagan tancap, bagan apung dan jaring ikan hias. Pancing merupakan alat tangkap yang banyak digunakan nelayan Pulau Panggang maupun Pulau Pramuka. Tabel 14 berikut menunjukkan penggunaan armada dan alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang. Tabel 14 Penggunaan Armada dan Alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang Berdasarkan Kecamatan Seribu Utara dalam angka, 2007 Uraian Pulau Panggang Pulau Pramuka Total Jenis armada perikanan - 1-5 GT - 5-10 GT - 10-20 GT - Motor tempel - Perahu layar - SampanJukung Jumlah 137 8 3 4 20 171 78 2 1 1 17 101 101 215 10 3 1 6 37 272 Jenis alat penangkap ikan - Pancing - Jaring payang - Jaring dasarrampus - Jaring Gebur - Jaring muoroami - Bubu besar - Bubu tambunkecil - Bagan apung - Jaring ikan hias Jumlah 190 79 10 25 15 50 215 4 85 673 75 20 3 15 12 180 2 15 322 265 99 13 45 27 50 395 6 100 995 Sumber : Kecamatan Seribu Utara Dalam angka, 2007 Perkembangan kepemilikan alat tangkap terus mengalami kemajuan seiring produktifitas perikanan. Laporan bulanan Kelurahan Pulau Panggang per April 2008, menunjukkan perkembangan armada dan alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang Tabel 15. Tabel 15 menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi dalam penggunaan armada dan alat tangkap. Kedua data ini agak berbeda dalam penghitungan data jumlah armada dan alat tangkap. Kenaikan pada jenis armada tangkap terlihat pada penggunaan perahu bermotor. Hal ini cukup beralasan mengingat adanya kenaikan bahan bakar solar menjadikan beberapa kapal motor tidak mampu beroperasi. Sehingga sangat dimungkinkan masyarakat beralih ke armada yang lebih sedikit penggunaan BBM nya yaitu menjadi perahu bermotor. Setidaknya perahu motor sedikit memperkerjakan awaknya sehingga biaya operasional dapat dihemat. Tabel 15 Penggunaan Armada dan Alat tangkap di Kelurahan Pulau Panggang Berdasarkan Laporan Bulanan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008 Uraian Jumlah Pemilik Jumlah Alat Jenis armada perikanan - Kapal motor - Perahu motor - Perahu layar - Spead boat Jumlah 84 475 12 17 588 Jenis alat penangkap ikan - Pancing - Jaring payang - Jaring dasarrampus - Jaring Gebur - Jaring muoroami - Bubu besar - Bubu kecil Jumlah 444 11 21 5 5 16 5 507 532 22 21 75 8 200 50 908 Sumber : Laporan Bulanan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008 Akibat adanya pengalihan jenis armada dari kapal motor menjadi perahu motormotor tempel. Akibatnya merubah penggunaan jenis alat tangkap. Kedua jenis alat tangkap tersebut biasa dioperasikan oleh armada kapal motor dengan kekuatan 5-20 GT. Sedangkan penggunaan bubu cenderung naik pada bubu kecil dan mengalami kenaikan pada bubu kecil. Bubu merupakan alat tangkap dasar yang bersifat menjebak. Penggunaannya tidak membutuhkan biaya operasional tinggi. Penggunaan BBM hanya digunakan bagi perahu motor untuk memeriksa keadaan bubu sekaligus pada saat memanen ikan. Peralihan penggunaan alat tangkap dari kapal motor mungkin juga beralih kepada bubu atau jenis usaha perikanan lainnya seperti budidaya rumput laut maupun budidaya kerapu. Perkembangan usaha budidaya laut di Kelurahan Pulau Panggang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Data Perkembangan Usaha Budidaya Perikanan Uraian Pulau Panggang Pulau Pramuka Total - Budidaya Rumput laut • Jumlah pembudidaya org • Luas Ha • Produksi Ton 60 0,4 6,2 20 0,5 2,5 80 0,9 8,7 - Budidaya Kerapu dgn jaring apung KJA • Jumlah pembudidaya org • Luas Petak • Produksi hidup Kg 10 36 85 10 10 85 - Budidaya Kerapu dgn jaring tancap • Jumlah pembudidaya org • Luas Petak • Produksi hidup Kg 7 18 30 1 2 5 8 20 35 Sumber : Diolah dari Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dalam angka, 2007 Data di atas menunjukkan pembudidaya ikan di Kelurahan Pulau Panggang dominan melakukan usaha budidaya rumput laut. Usaha ini selain teknis pengelolaannya tidak terlalu sulit, juga cukup menjanjikan karena periode panennya bisa dilakukan setiap bulan. Dalam usaha ini para suami memberdayakan para isteri dan anak-anaknya untuk mengawasi pertumbuhan rumput lautnya. Sedangkan suami melakukan usaha penangkapan ikan, saat musim ikan tiba. Jenis usaha perikanan lain yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Kelurahan Pulau Panggang adalah pengolahan hasil perikanan. Jenis usahanya antara lain seperti pengasinan, pembuatan kerupuk ikan, pengawetan ikan dan pembuatan manisan dan dodol rumput laut. Di Kelurahan Pulau Panggang terdapat sebanyak 11 unit pengasinan, 27 unit pembuatan kerupuk ikan dan 2 unit bergerak dalam pembuatan manisan dan dodol rumput laut. Laporan bulanan Kelurahan Pulau Panggang, April 2008.

4.3.3 Pariwisata Bahari