Indeks Pembangunan Manusia IPM

mencapai 20,11. Kendati telah terjadi penurunan kualitas terhadap distribusi pendapatan masyarakat, secara umum masih termasuk dalam kategori ketimpangan rendah. Sejalan dengan kriteria Bank Dunia, selama periode 1990-2006 ketimpangan penduduk yang diukur melalui indikator gini ratio memperlihatkan gejala kesenjangan pembagian pendapatan yanga membesar, meskipun dengan besaran kuantitatif yang masih lebih kecil dari 0,41. Pada tahun 1990, angka gini ratio DKI Jakarta sebesar 0,305 selanjutnya pada tahun 2000, 2002, 2003 dan 2006 berturut-turut 0,351; 0,389; 0,310 dan 0,360. Penurunan nilai gini ratio ini memperlihatkan bahwa ketimpangan pendapatan mulai menurun lagi dibanding tahun sebelumnya.

6.1.3 Indeks Pembangunan Manusia IPM

Indeks Pembangunan Manusia secara khusus mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar meliputi umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka umur harapan hidup AHH. Dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur standar hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli yang dilihat dari rata-rata pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan. IPM menjadi sangat penting dan bernilai strategis dan dibutuhkan oleh berbagai pihak dan pemerintah khususnya untuk menentukan berbagai kebijakan. IPM juga digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja pembangunan manusia. Tabel 37 menunjukkan bahwa selama periode 2004-2006 pembangunan manusia di Kepulauan Seribu mengalami peningkatan. Tahun 2004 IPM Kepulauan Seribu adalah 67.2 meningkat menjadi 67.6 pada tahun 2005 dan terus meningkat menjadi 69.3 pada tahun 2006. Peningkatan IPM menunjukkan bahwa kinerja pemerintah terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu yang tercermin dari adanya peningkatan komponen IPM. Peningkatan tersebut terlihat pada indikator harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran ril per kapita sebagai komponen dasar IPM, semuanya mengalami peningkatan. Tabel 37 IPM Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Indonesia dan Komponennya Tahun 2004-2006 Komponen 2004 2005 2006 Angka Harapan Hidup AHH Tahun 69.3 69.7 70.1 Angka Melek Huruf AMH 96.4 96.6 97.2 Rata-rata lama sekolah Tahun 6.8 6.9 7.8 Pengeluaran rilKapita disesuaikan Rp.000 569.2 570.4 578.8 IPM Kepulauan Seribu 67.2 67.6 69.3 Ranking IPM 261 267 233 IPM DKI Jakarta 75.8 76.1 76.3 IPM Indonesia 68.7 69.6 70.1 Tahun Sumber : BPS, 2006 Nilai IPM Kepulauan Seribu masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan IPM DKI Jakarta dan sedikit di bawah IPM nasional Indonesia. Dari sisi peringkat tahun 2005 sempat mengalami penurunan dari 261 ke 267 dan kemudian naik kembali menjadi peringkat 233 dari 456 KabupatenKota yang ada. Penurunan peringkat pada tahun 2005 disebabkan karena krisis ekonomi yang ditandai oleh kenaikan BBM yang berlangsung hampir 2 kali selama tahun 2005. Perbedaan nilai IPM Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan Nasional dapat dilihat pada Gambar 10. Keberhasilan pembangunan manusia, tidak mutlak diukur dari urutan posisi ranking, akan tetapi dapat dilihat juga reduksi shortfall nya. Berdasarkan ukuran itu terlihat seberapa besar akselerasi capaian pembangunan manusia. Reduksi shortfall Kepulauan Seribu selama periode 2004-2005 adalah 1,21, kemudian dengan cepat naik nilainya pada periode 2005-2006 menjadi 5,17. Hal itu memberi indikasi bahwa peningkatan kualitas hidup penduduk menunjukkan percepatan dari tahun ke tahun. Percepatan tersebut terasa setelah Kepulauan Seribu resmi menjadi Kabupaten baru di wilayah Propinsi DKI Jakarta sejak tahun 2002 yang diikuti dengan berbagai program pembangunan. Jika dibandingkan dengan KabKota lainnya di DKI Jakarta, masih sangat jelas terjadi ketimpanganketidakmerataan dalam pembangunan manusia. 67.2 67.6 69.3 75.8 76.1 76.3 68.7 69.6 70.1 62 64 66 68 70 72 74 76 78 2004 2005 2006 N ilai IP M Kep. Seribu DKI Jakarta Indonesia Gambar 10 Nilai IPM Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan Indonesia Tahun 2004-2006 Disparitas pembangunan manusia di Kepulauan Seribu terlihat jika dibandingkan dengan DKI Jakarta. DKI Jakarta selama tahun 2004-2006 selalu tercatat sebagai sebagai propinsi dengan IPM tertinggi yang mencapai 76,3 pada tahun 2006. Pada tahun yang sama 2006 tiga kota di DKI Jakarta yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Barat termasuk kategori urutan lima besar IPM tertinggi KabupatenKota. Meskipun masih dalam satu wilayah Propinsi DKI Jakarta, namun IPM Kepulauan Seribu masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Kota lainnya di DKI Jakarta. Kemajuan IPM tergantung dari komitmen penyelenggara pemerintah daerah dalam meningkatkan kapasitas dasar penduduk yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup. Disparitas pembangunan manusia yang terjadi antara Kepulauan Seribu dengan Kota lainnya di DKI Jakarta menunjukkan bahwa pola pembangunan yang dijalankan selama ini mengalami bias perkotaan dan daratan. Lokasi yang berkarakter pedesaan dan kepulauan seperti Kabupaten Kepulauan Seribu belum mendapatkan perhatian yang serius, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Pola desentralistik yang menggeser pola sentralistik pada masa lalu, belum berjalan dengan baik. Sentralisasi masih terlihat dalam pelaksanaan berbagai program pembangunan. Hal itu terlihat dari penempatan kantor-kantor administratif yang masih berada di wilayah Jakarta, kepala-kepala pemerintahan di Kepulauan Seribu juga lebih banyak menghabiskan waktunya di Jakarta dibandingkan berada di Kepulauan Seribu. Aturan dan skenario pembangunan, faktanya dijalankan dari Jakarta. Di tingkat KabupatenKota di wilayah DKI Jakarta, capaian IPM tertinggi pada tahun 2006 adalah Jakarta Selatan yaitu sebesar 78,3. Sedangkan pada tahun yang sama Kepulauan Seribu yang tercatat sebagai Kabupaten dengan nilai IPM terendah di DKI Jakarta nilainya mencapai 69,3. Sehingga disparitas pembangunan manusia antara Kota Jakarta Selatan dan Kepulauan Seribu sekitar 9 point. Meskipun perbedaanya tidak terlalu besar, namun hal itu menunjukkan bahwa pembangunan manusia di DKI Jakarta masih timpang. Gambar 11 menunjukkan disparitas IPM antara Kepulauan Seribu dengan KabKota lainnya di DKI Jakarta. 67.2 67.6 69.3 77.4 77.9 78.3 76.2 77.3 77.4 74.9 76.4 76.7 75.7 77.1 77.4 75.1 75.8 76.1 75.8 76.1 76.3 68.7 69.6 70.1 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 2004 2005 2006 N ilai IP M Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta Indonesia Gambar 11 Nilai IPM KabKota di DKI Jakarta dan Nasional Tabel 37 menunjukkan adanya peningkatan pada setiap komponen penyusun IPM. Nilai AHH dan AMH sudah mendekati kondisi ideal yaitu 85, sedangkan nilai AHH dan AMH Kepulauan Seribu pada tahun 2006 mencapai 70,1 dan 97,2. Kondisi yang jauh dari nilai ideal terlihat pada rata-rata lama sekolah yang baru mencapai nilai 7,8 pada tahun 2006. Nilai ideal rata-rata lama sekolah adalah 15. Daya beli masyarakat dari tahun 2004-2006 juga menunjukkan peningkatan meskipun masih jauh di bawah standar ideal yaitu Rp 732.720,-. Sedangkan Kepulauan Seribu daya beli masyarakatnya pada tahun 2006 baru mencapai Rp 578.800,-. Adanya peningkatan pada semua komponen IPM di Kepulauan Seribu ini menunjukkan kualitas hidup masyarakat semakin membaik. Nilai IPM DKI Jakarta yang tertinggi tidak serta merta merubah status pembangunannya. Secara total, seluruh KabupatenKota di Indonesia status pembangunannya belum ada yang masuk dalam kategori tinggi. Status pembangunan Kepulauan Seribu dan DKI Jakarta beserta semua Kota-kota lainnya di DKI Jakarta status pembangunannya masuk dalam kategori menengah atas.

6.1.4 Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Model BKKBN